Tidak ada agama yang menganjurkan perang dan kerusakan. Semua agama mengajak mencintai serta menciptakan perdamaian. Setiap nabi dan utusan agama pun demikian halnya. Mereka diutus untuk menyeru pada perdamaian dan mencegah kerusakan dan kemungkaran.
Seiring berjalannya waktu, seperti sudah menjadi takdir sejarah bahwa manusia meski diberi kekuatan, ia memiliki kecenderungan untuk condong untuk melakukan perang. Pada kitab-kitab agama pun dikisahkan di akhir zaman, manusia dipenuhi dengan nafsu berperang.
Problem dan konflik itu bisa kita lihat di Timur Tengah saat ini. Seperti yang dipaparkan di buku Krisis Arab dan Masa Depan Islam. Ahmad Syafii Maarif mengurai bagaimana akar sejarah konflik dan krisis yang ada di dunia Islam. Bermula dari perang Unta antara Aisyiah dengan Ali, yang akhirnya dimenangkan oleh Ali, kemudian membawa konflik dan terpecahnya umat Islam menjadi dua kubu dan menjadi berkembang tatkala perang Shiffin.
“Suni, Syi’ah, dan Khawarij adalah buah dari perpecahan politik, mengapa kemudian diberhalakan? Pemberhalaan inilah yang selama ratusan tahun telah menghancurkan persaudaraan sejati umat Islam, termasuk umat Islam yang tidak ada hubungannya dengan budaya Arab yang suka berpecah belah itu.” (h.5)
Mengapa di negara-negara Muslim sendiri belum muncul semangat kebersamaan dan saling bekerjasama? Buya menilai hal ini terjadi karena faktor perpecahan politik yang saling dicari alasan teologisnya.
“Klaim-klaim merasa paling benar adalah senjata ampuh untuk saling menghujat dan saling meniadakan.” (h.54).
Konflik di Palestina, Suriah, hingga Iran memberikan gambaran yang nyata tentang bagaimana negara Muslim justru belum bisa berdamai. Mereka saling mengedepankan nafsu politik dan eksistensi kekuasaan semata. Arab Saudi misalnya, yang memiliki kekuatan luar biasa dalam sumber daya pun dibuat tak berkutik dan diam saat melihat Palestina belum juga merdeka sampai sekarang.
Ketidakpedulian negara Arab Saudi, Mesir, Yaman, Libia, maupun Kuwait memberi gambaran bahwa antara negara Islam sendiri belum terlihat adanya ikatan kerjasama yang kuat dan persatuan saat melihat Palestina masih dalam serangan Zionis.
Di Indonesia, konflik antarumat Islam dan dengan umat yang lain pun masih terjadi. Munculnya terorisme yang ada di Indonesia dengan pengaruh lahirnya ISIS membuktikan bahwa umat Islam masih belum sepenuhnya sadar akan seruan Alquran tentang perdamaian. Logika sesat para teroris yang memelintir dalil teologis untuk menghalalkan kerusakan dan perang harus dilawan.
Buya menyimpulkan bahwa “Sengketa elit Arab itu diekspor ke seluruh komunitas Muslim di muka bumi sampai hari ini, termasuk ke Indonesia?”(h.191).
Islam sendiri telah mengajarkan bahwa ia membawa misi perdamaian. Agama Islam sampai dengan nabi wafat tidak pernah memerintahkan atau menganjurkan perang. Perundingan, musyawarah, dan juga diplomasi lebih dianjurkan oleh Islam ketimbang saling baku hantam. Nabi sendiri menunjukkan kemuliaan sikapnya yang tidak pernah memusuhi, atau memulai permusuhan kepada sesama Muslim maupun non-Muslim.
Mungkinkah persaudaraan universal terjadi di masa-masa mendatang? Menurut Buya, ada tiga macam prinsip etika sosial yang dihormati semua pihak. Pertama, harus diakui dulu bahwa Planet bumi ini adalah untuk seluruh manusia, beriman atau tidak beriman. Kedua, harus ada pengakuan atas prinsip kesatuan manusia. Disertai dengan kesediaan menegakkan keadilan dan persaudaraan tulus antar manusia. Ketiga, harus dikembangkan kultur toleransi yang luas antar sesama umat manusia.” (h.145).
Ketika masa depan Islam dipenuhi oleh perang dan konflik atas nama kepentingan politik dengan dalil teologisnya, maka mustahil islam akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Bila umat Islam tidak mau kembali pada Alquran dan Sunnah, maka umat islam akan dipenuhi dengan kehancuran dan lenyap tersungkur dalam kubangan peradaban.
Buku ini memberi simpulan meski berasal dari konflik Arab di masa lampau, umat Islam tidak boleh terus terpecah belah dan saling memusuhi. Masa depan umat Islam yang gemilang hanya bisa diraih dengan kembali pada prinsip ajaran agama dan terus mengembangkan sikap saling toleransi dan menghormati antarsesama agama maupun antarumat manusia pada umumnya.
Jika ada umat Islam yang justru menganjurkan teror dan kekerasan, sebenarnya ia tidak membawa pesan teologis tetapi menuruti egoisme dan hawa nafsunya belaka.
Keterangan Buku
Judul buku : Krisis Arab Dan Masa Depan Islam
Penulis : Ahmad Syafii Maarif
Tahun : 2018
Halaman : 221 Halaman
Penerbit : Bunyan Bentang Pustaka
ISBN : 978-602-291-438-9