Sampai berita ke saya tentang Gus Baha yang tidak bawa HP. Lalu sepertinya dibanding-bandingkan dengan ulama yang bawa HP Dengan kesimpulan, yang bawa HP kurang nyalaf, tradisional.
Kenapa dibandingkan ya? Apakah yang tidak bawa HP lebih afdhol daripada yang tidak bawa HP? Tentu ini cara berpikir “kurang ngopi”. Tiada perspektif afdhol dari sekedar masalah membawa atau tidak membawa HP. Kelebihan Gus Baha bukan pada masalah tidak bawa HP-nya, tapi pada ramuan keilmuan keislaman yang berdasar pada nalar yang jalan sehingga dakwahnya tersebar luas di media sosial. Dan ingat, itu pun juga karena sarana HP!
Sebenarnya kalau bicara individu yang tidak bawa HP seabreg, contohnya Kiai Asep Saifuddin Chalim yang punya pondok modern dan megah. Ia tidak bawa HP. Mbah Jad yang punya pondok antik wal unik juga tidak bawa HP. Malah beliau (Mbah Jad) bilang jika HP sama dengan menceti setan (tentu ini sindiran bagi yang menyalahgunakan HP). Emak saya yang doanya ampuh bagi saya juga tidak bawa HP, dan seabreg orang desa yang tidak bawa HP. Demikian pula begitu banyak kiai besar yang bawa HP dan tidak perlu saya sebutkan karena sudah banyak yang tahu.
Walhasil bawa HP atau tidak bukan ukuran dan bukan acuan. Setiap kiai, gus, dan bahkan setiap individu punya keantikan, keotentikan, keunikan dan kelebihan sendiri-sendiri yang bisa jadi tidak dimiliki orang lain. Tidak mungkin satu orang memborong semua kelebihan karunia Allah. Maka sudah tepat saat NU merumuskan pegangan mazhab fikih tertuju kepada beberapa ulama, demikian pula untuk tasawuf kepada ulama yang lain dan untuk aqidah juga kepada ulama yang beda.
Orang bawa HP juga punya alasan macam-macam. Dulu saat istri bawa HP, saya ogah bawa HP tapi akhirnya menyesuaikan karena kebutuhan. Pun awalnya juga tidak suka Facebook dan sejenisnya, tapi karena kebutuhan, akhirnya menggunakan walau nampaknya sudah mulai agak bosan. Demikian pula saya yang awalnya tidak hobi Zoom dan sejenisnya akhirnya pakai karena kebutuhan.
Ambillah pelajaran dari Wahabi, begitu dia saklek memahami sesuatu fenomena, akhirnya otaknya jadi cingkrang, pun juga kolornya. Lalu yang panjang tinggal “infrastruktur” untuk gasak khayalan bidadari.
tulisannya keren, tetapi saya bagian terakhirnya nyerang pihak lain