Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan pada 1926, Nahdlatul Ulama (NU) telah menjelma selama beberapa dekade terakhir, menjadi garda depan perubahan sosio-kultural—bahkan dalam kancah global. NU juga telah memainkan peran penting dalam ranah politik, dan keagamaan di Indonesia. Sebagai organisasi Islam yang moderat, NU telah memberi sumbangsih pada promosi tenggang rasa beragama, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat di seluruh Indonesia.
Dalam dua abad ke depan, NU mungkin akan terus menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang berkaitan dengan perkembangan sosial, politik, dan keagamaan di Indonesia. Namun seiring dengan perubahan zaman, NU mungkin akan terus beradaptasi dan berinovasi untuk menjawab tuntutan masyarakat Muslim yang terus berkembang.
Perkiraan spesifik mengenai peran dan pengaruh NU dalam waktu yang begitu jauh di masa depan, memang masih spekulasi dan tidak dapat dipastikan. Peristiwa dan dinamika yang akan memengaruhi NU dalam dua abad ke depan akan sangat kompleks dan tergantung pada banyak faktor yang sulit untuk diperkirakan.
Dalam konteks global, NU memiliki jaringan dan hubungan dengan organisasi Islam di berbagai negara, terutama dengan organisasi-organisasi serumpun di Asia Tenggara.
NU juga telah menjalin kerja sama dengan organisasi Islam di berbagai belahan dunia dan terlibat dalam kegiatan dialog antaragama dan upaya mempromosikan tenggang rasa dan pemahaman antarumat beragama. Namun, ukuran dan kehadiran NU di luar Indonesia mungkin tidak sebesar atau sekuat di dalam negeri kepulauan ini.
Geliat NU menjelang-pasca 2024
Menuju hajatan politik lima tahunan nanti, NU dan para kadernya kerapkali tampil berkontestasi—terhitung sejak pendirian Partai Nahdlatul Ulama pada April 1952. Kendati diragukan oleh barisan Muslim modernis karena NU berani berpisah dengan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), namun suara sumbang itu akhirnya bungkam setelah Partai NU tampil sebagai peraih suara terbanyak ketiga dalam Pemilu 1955.
Saat ini, jejak ketangguhan NU masih bisa kita telisik dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)—yang berada di nomor urut satu dalam Pemilu 2024 kelak.
Pasca 2024, NU harus terus berupaya mempertahankan peran dan pengaruhnya di Indonesia. Mereka dapat melanjutkan upayanya dalam memperjuangkan tenggang rasa beragama, merawat warisan budaya, dan mempromosikan pendidikan agama yang moderat.
NU juga dapat berperan dalam menanggapi isu-isu sosial-politik yang muncul di masa depan, seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, perubahan iklim, dan tantangan global lainnya. Organisasi ini dapat melanjutkan perannya dalam mendorong kerjasama antaragama, dialog, dan perdamaian di tingkat lokal, nasional, dan internasional.
Perang antara Rusia dan Ukraina, sebenarnya bisa menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi NU, sebagai organisasi yang mengedepankan spirit rahmatan lil ‘alamin dalam roda organisasi. Jika NU tak segera mengajak kedua negara segera berdamai, maka dampak peperangan itu pun akan terasa oleh umat Muslim di Indonesia. Cepat atau lambat.
Berikut ini kami tawarkan beberapa langkah strategis yang mungkin dipertimbangkan oleh NU (atau organisasi serupa dalam menghadapi Pilpres 2024.
Netralitas politik. NU dapat mempertahankan posisi netral dalam konteks politik, menjaga kemandirian organisasi dan memastikan bahwa NU sebagai lembaga keagamaan tidak terlibat secara langsung dalam politik praktis. Dengan tetap netral, NU dapat mempertahankan kredibilitas dan menjaga persatuan dalam komunitas NU yang pusparagam.
Mendorong partisipasi politik. NU dapat menggalang upaya untuk meningkatkan partisipasi politik anggotanya (Nahdliyin) dan masyarakat dalam Pilpres 2024. Dengan memberikan pemahaman yang baik tentang pentingnya partisipasi politik berkualitas, NU dapat memobilisasi dukungan Nahdliyin untuk berpartisipasi dalam pemilihan secara aktif berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam.
Dialog dan kerjasama. NU dapat melanjutkan upaya dialog dengan berbagai calon presiden dan partai politik, membangun jembatan komunikasi yang baik dan mempromosikan isu-isu yang kait mengait dengan NU, seperti tenggang rasa, kesejahteraan sosial, dan keadilan. Kerjasama dengan partai politik yang berbagi nilai-nilai yang sejalan dengan NU, juga dapat memberikan pengaruh positif pada proses politik dan kebijakan yang dihasilkan.
Pendidikan pemilih. NU dapat berperan dalam meningkatkan pemahaman politik dan partisipasi yang sadar dengan mengadakan kegiatan pendidikan pemilih, seperti seminar, diskusi, dan pelatihan. Ini akan membantu Nahdliyin dan masyarakat umum dalam memahami pentingnya hak suara mereka, memilih berdasarkan pengetahuan yang baik, dan menghindari pengaruh yang negatif atau manipulatif.
Promosi tenggang rasa dan persatuan. NU dapat memperkuat upaya dalam mempromosikan tenggang rasa, kerukunan, dan persatuan dalam konteks politik. Dalam suasana politik yang mungkin memunculkan polarisasi dan konflik, NU dapat memainkan peran sebagai penghubung antarumat beragama dan masyarakat dalam membangun pemahaman dan saling menghormati.
Langkah strategis yang tepat, akan sangat tergantung pada dinamika politik dan perkembangan masyarakat menjelang Pilpres 2024. NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia akan dihadapkan pada berbagai pertimbangan dan tantangan yang harus ditangani dengan bijak dan berdasarkan prinsip-prinsip keagamaan dan kemanusiaan. Penting bagi NU untuk terus berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggotanya serta memantau perkembangan politik yang terjadi di Indonesia.
Tentu saja, perkembangan NU pasca 2024 akan sangat dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, dan agama yang terjadi di Indonesia dan di dunia secara keseluruhan. Peran NU dapat berkembang dan berubah sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman, serta respons terhadap perkembangan masyarakat.
Tantangan NU era Gus Yahya
Gus Yahya adalah sebutan untuk KH Yahya Cholil Staquf, mantan Sekretaris Jenderal PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang menjabat sedari 2015 hingga 2020.
Pada masa kepemimpinan Gus Yahya, NU telah dihadapkan pada berbagai tantangan yang dihadapi oleh organisasi Islam di Indonesia dan di dunia secara umum. Beberapa tantangan yang mungkin akan dihadapi oleh NU atau organisasi Islam lainnya meliputi:
Tantangan untuk memperkuat peran Islam dalam masyarakat modern dan memperkuat sumbangsih sosial, pendidikan, dan kemanusiaan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam.
Tantangan dalam menanggapi dan merespons beragam paham ekstremisme dan intoleransi yang dapat mengancam keharmonisan masyarakat.
Tantangan dalam menghadapi isu-isu kontroversial yang muncul dalam konteks modernisasi dan adaptasi ajaran agama dengan nilai-nilai zaman.
Tantangan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan menghadapi perubahan sosial yang ditimbulkan oleh transformasi digital, termasuk pemanfaatan media sosial dan internet dengan bijak.
Tantangan untuk memperkuat sistem pendidikan Islam yang berkualitas, termasuk pendidikan agama yang moderat dan inklusif, serta melibatkan pemuda dalam kegiatan positif dan produktif.
Tantangan untuk terus berupaya meningkatkan pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam hal ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan.
Kendati demikian, penting untuk dicatat bahwa peran dan tantangan NU tidak hanya tergantung pada satu individu atau era tertentu. NU adalah organisasi yang luas dan kompleks dengan anggota yang beragam, dan tantangan yang dihadapi dapat berbeda di setiap konteks regional dan sosial.
Peluang NU pada 2024
NU memiliki peluang untuk terus memperkuat peran Islam moderat di Indonesia dan memberikan sumbangsih positif dalam mempromosikan tenggang rasa kerukunan, dan perdamaian antarumat beragama. Dalam konteks yang semakin kompleks dan heterogen, kehadiran NU sebagai organisasi yang mendorong Islam moderat dapat menjadi jalan keluar yang berjalan kelindan dan dihargai oleh masyarakat.
Selain itu, NU dapat memanfaatkan peluang dalam meningkatkan sistem pendidikan Islam yang berkualitas, memperkuat lembaga pendidikan NU, dan menyediakan akses pendidikan yang lebih luas untuk masyarakat. Pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga dapat menjadi fokus NU untuk memberikan manfaat langsung bagi Nahdliyin dan masyarakat Indonesia secara luas.
Maka dari itu, NU dapat memainkan peran penting dalam pengembangan program-program sosial, kesehatan, dan keadilan sosial untuk masyarakat. Dengan jaringan dan sumber daya yang dimiliki NU, mereka dapat berkontribusi dalam upaya peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah-daerah yang terpinggirkan.
Penggunaan teknologi dan media sosial, juga sangat sangkil guna meningkatkan komunikasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kehadiran yang kuat di media sosial, NU dapat mengampanyekan nilai-nilai tenggang rasa, moderasi, dan kemanusiaan, serta mengatasi misinformasi dan paham-paham ekstremisme yang tersebar di dunia maya. Terutama berita bohong.
Satu lagi, NU dapat menciptakan peluang kolaborasi dengan organisasi-organisasi lain, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan, kemanusiaan, dan promosi perdamaian. Kolaborasi ini dapat membuka pintu bagi pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan pengalaman yang saling menguntungkan.
Perlu diingat bahwa peluang yang dihadapi oleh NU pada 2024 akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan sosial, politik, dan agama di Indonesia dan di dunia. NU harus mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut dan memanfaatkan peluang yang muncul untuk terus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan agama Islam secara keseluruhan.
Sumbangan NU pada Masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo
Pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), NU telah memberikan beberapa sumbangan yang signifikan.
Pertama, NU secara aktif mendukung Jokowi dalam kampanye pemilihan presiden dan memainkan peran penting dalam memenangkan Jokowi pada pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019. NU melihat Jokowi sebagai figur yang mewakili kepentingan Islam moderat dan memiliki komitmen terhadap keadilan sosial.
Kedua, pada masa pemerintahan Jokowi, NU memiliki peran yang signifikan dalam kabinet. Contohnya adalah mantan menteri agama, Lukman Hakim Saifuddin, yang merupakan tokoh NU dan diangkat menjadi menteri agama dalam kabinet Jokowi. Wakil Presiden Jokowi pada periode dua, KH. Ma’ruf Amin, juga berasal dari kalangan Nahdliyin. Keterlibatan NU dalam kabinet memberikan kesempatan bagi organisasi tersebut untuk memengaruhi kebijakan-kebijakan terkait agama dan masyarakat Islam di Indonesia.
Ketiga, NU juga berkontribusi dalam program-program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi. Salah satu contohnya adalah program “Pembangunan Desa” yang diluncurkan oleh pemerintah. NU, melalui jaringan pesantren dan lembaga sosialnya, yang terlibat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan memberikan akses pendidikan dan kesehatan.
Keempat, NU memiliki jaringan pesantren yang luas di seluruh Indonesia. Bahkan pada 2023 ini, NU baru saja meresmikan pondok pesantrennya yang berdiri di Malaysia dan Kamboja. Pada masa pemerintahan Jokowi, NU terlibat dalam pengembangan pendidikan agama dan penyebaran dakwah Islam. Mereka mendukung program-program pendidikan agama di sekolah-sekolah dan pesantren, serta menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dakwah untuk menyebarkan nilai-nilai Islam moderat.
Kelima, NU telah aktif dalam upaya penanggulangan radikalisme dan ekstremisme di Indonesia. Mereka berperan dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang moderat dan mencegah penyebaran paham-paham radikal di masyarakat. NU juga telah melakukan kolaborasi dengan pemerintah dalam program-program deradikalisasi untuk mengatasi ancaman terorisme, bersama BNPT dan Densus AT Polri 88.
Melalui sumbangan berharga tersebut, NU telah memainkan peran penting dalam pengembangan masyarakat dan kehidupan beragama di Indonesia.
Kiprah Kaum Nahdliyin menyongsong Indonesia Maju
Setelah Sarekat Islam di bawah komando Cokroaminoto dan Muhammadiyah bentukan Ahmad Dahlan, pada awal abad ke-20, muncul sebuah gerakan keagamaan di Indonesia yang mengambil peran penting dalam membentuk identitas dan kehidupan masyarakatnya. Gerakan tersebut adalah Nahdlatul Ulama (NU), dan para pengikutnya dikenal sebagai kaum Nahdliyin. Kaum Nahdliyin merupakan komunitas Islam terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota yang terus bertambah.
Sejarah gerakan Nahdlatul Ulama dimulai dari Jombang, Jawa Timur. Gerakan ini didirikan oleh Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari, seorang ulama yang mengedepankan ajaran Islam yang moderat dan inklusif. Beliau membangun gerakan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme Belanda yang mengancam kedaulatan agama dan budaya lokal.
Gerakan Nahdlatul Ulama memiliki prinsip-prinsip yang kuat dalam upaya menjaga kesatuan dan persatuan umat Islam. Salah satu prinsip utamanya adalah “al-wasatiyyah,” yang berarti “moderat” atau “keseimbangan.” Kaum Nahdliyin menekankan pentingnya sikap tengah dalam menjalankan ajaran Islam, menghindari ekstremisme, dan menjaga kerukunan antarumat beragama. Banser adalah contoh terbaik dalam wacana ini.
Selain itu, kaum Nahdliyin juga menganut prinsip “akhlaqul karimah” yang berarti “etika yang mulia.” Mengajarkan pentingnya memiliki akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari, seperti kedermawanan, tenggang rasa, kejujuran, dan menghormati sesama. Prinsip-prinsip ini membentuk karakter kaum Nahdliyin sebagai anggota masyarakat yang aktif dan terlibat dalam membangun kehidupan yang harmonis.
Melalui jaringan pesantren (pondok pesantren), lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia, kaum Nahdliyin memberikan pendidikan agama yang berwawasan luas kepada generasi muda Muslim, mengajarkan nilai-nilai tenggang rasa dan menghargai perbedaan.
Selain itu, kaum Nahdliyin juga aktif dalam bidang sosial dan kemanusiaan. Mereka mendirikan lembaga amal, rumah sakit, panti asuhan, dan berbagai program bantuan sosial untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Melalui upaya ini, kaum Nahdliyin tidak hanya menjadi pengikut agama, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan yang positif dalam memajukan kesejahteraan sosial dan menciptakan kesetaraan bagi semua orang.
Tonggak Seabad NU
Dua dasawarsa setelah didirikan, NU berperan dalam Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI): NU mendukung pembentukan NKRI dan aktif dalam menyuarakan kepentingan umat Muslim dalam proses negosiasi dan perumusan konstitusi. Mereka memperjuangkan inklusi nilai-nilai Islam dalam konstitusi negara yang melindungi hak-hak umat Muslim.
Gagagasan besar untuk memajukan umat Muslim Indonesia, digelorakan dalam bidang pendidikan. NU mendirikan ribuan pesantren di seluruh Indonesia, yang menjadi lembaga pendidikan agama tradisional yang melahirkan banyak ulama dan cendekiawan Muslim. NU juga terlibat dalam pendirian institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Islam Negeri (UIN).
Berdasar data RMI-NU, Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama memiliki anggota 23.372 pesantren dari sekitar 28.800 pesantren di Indonesia.
Dengan jumlah sebanyak itu, wajar bila gerakan sosial NU memiliki program-program sosial yang luas, termasuk dalam bidang kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan bantuan kemanusiaan. Mereka membentuk organisasi-organisasi seperti LazisNU (Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama) untuk menggalang dana dan memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.
NU juga terkenal dengan pemikiran keagamaan yang moderat dan toleran. Mereka menganut ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan menghormati keragaman paham keagamaan di dalam Islam. NU juga berperan dalam menjaga harmoni antaragama dan melakukan dialog antarumat beragama.
Gus Dur adalah satu di antara sekian banyak pemikir khas NU, yang kemudian dipercaya masyarakat Indonesia menjadi presiden, menggantikan BJ Habibie.
Tonggak seabad NU mencerminkan perjalanan panjang dan evolusi organisasi ini dalam menghadapi tantangan sosial, politik, dan keagamaan di Indonesia. NU tetap menjadi kekuatan penting dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam moderat, dan kerukunan umat beragama.
Banyak hal yang masih harus dilakukan oleh NU dalam menyongsong abad kedua.
Pertama, meski secara kuantitas menjadi mayoritas, namun faktanya NU masih memiliki banyak kelemahan baik di bidang ekonomi maupun Sumber Daya Manusia terutama terkait domain riset dan teknologi. Era dimana teknologi digital menjadi primadona, adalah sebuah keniscayaan bagi NU untuk melakukan pemberdayaan ummatnya di ranah ini.
Kedua, kendati selalu berperan penting dalam setiap peristiwa politik di Tanah Air, tetapi secara politik, NU kerap ditinggal ketika berbicara pembagian kekuasaan.
Dalam setiap Pemilu, suara NU selalu laku di pasaran para caleg maupun kandidat di eksekutif, tetapi setelah itu NU sering diabaikan. Pengecualian adalah sosok KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berhasil menjadi Presiden RI ke-4.
Ketiga, mengubah asumsi bahwa pesantren hanya melahirkan ulama yang menguasai kitab kuning dan memimpin tahlil atau ritual keagamaan. Ke depan, pesantren harus mulai memikirkan kurikulum yang berorientasi pada penguasaan teknologi informasi bagi para santrinya.
Keempat, meski telah berkembang pesat dan kaum Nahdliyyin tersebar di seantero dunia, namun basis massa NU tetap adalah warga pedesaan sebagaimana Islam tradisional berada. Secara ekonomi, Nahdliyin masih berada di kelas menengah ke bawah sehingga pekerjaan besar ke depan adalah menciptakan para saudagar baru di NU, yang setara dengan Jack Ma.
Akhir Kalam, semoga NU dan pemerintah Indonesia berikutnya, terus bersinergi menciptakan kemaslahatan bagi umat Muslim dan rakyat Indonesia—menuju baldatun tayyibah wa rabbun ghafur. Sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya.
Panjang umur perjuangan! []