Sedang Membaca
Ihwal Harga Minyak, Indonesia, dan Iran
Amrullah Hakim
Penulis Kolom

Pekerja Migas/listrik dan penikmat kisah-kisah sufistik, tinggal di Jakarta

Ihwal Harga Minyak, Indonesia, dan Iran

Seorang teman berkirim WhatsApp menceritakan bahwa saat ini kita kekurangan imajinasi kuantitatif. Ini menurut dia salah satu penyebab masyarakat kita ingin cepat kaya tanpa mengerti cara berhitung untuk kaya, karena tidak mampu membayangkan bagaimana angka-angka disusun. Walhasil,  yang sering terjadi adalah ingin kaya dengan menggunakan omongan tanpa arti.

Baiklah, mungkin kita bisa mulai dari hal yang bersifat umum. Saat ini, saya bekerja di perusahaan minyak dan gas bumi, jadi kita bisa mulai berdiskusi tentang harga minyak dunia: memperhatikan angka-angka yang tidak terlalu akrab di telinga kebanyakan orang kita.

Di awal-awal tahun, saya pernah memprediksi harga minyak di angka $60an per barrel, nyatanya dalam 6 bulan terakhir harganya bisa menyentuh angka $80 per barrel. Barrel adalah banyaknya volume cairan dalam satu drum. Dimulai pada pertengahan 1800-an, semua cairan yang memerlukan penyimpanan, disimpan di sejenis drum besar yang terbuat dari kayu. Isi satu drum setara dengan 158,97 liter cairan, atau 42 galon dalam ukuran Amerika. Minyak dulunya juga disimpan di drum ini. Akhirnya pada Agustus 1866 diadakan pertemuan produsen minyak swasta di Titusville, Pennsylvania. Barel mulai menjadi satuan standar di kawasan ini dan diikuti oleh wilayah lain di Amerika Serikat. Pada 1872, ukuran satu barel menjadi standar dalam Petroleum Producers Association.

Kembali ke harga minyak. Sekarang harganya $73 dollar per barrel untuk jenis Brent. Ada 2 jenis harga minyak secara umum yang dipakai sebagai acuan, yakni Brent dan WTI. Brent adalah salah satu jenis minyak mentah yang diperdagangkan di dunia, minyak jenis ini dikategorikan sebagai minyak mentah ringan yang terutama digunakan untuk membuat bensin. Sebagian besar Brent Blend diperdagangkan di Amerika Serikat dan negara-negara Mediterania. Sementara WTI (West Texas Intermediate adalah sejenis minyak bumi yang memiliki sulfur dan kepadatan rendah. Minyak ini disebut sebagai minyak mentah ringan dan dianggap memiliki kualitas baik untuk diolah menjadi bensin. Penyulingan terutama dilakukan di daerah Teluk dan Amerika Serikat.

Baca juga:  Jennifer Grout, Penyanyi Amerika yang Masuk Islam Itu

Memang, memprediksi harga minyak dunia buat orang kebanyakan seperti saya misalnya, sangatlah sulit. Banyak faktor yang berpengaruh dan sangat dinamis. Seringnya kita tahu setelah kejadian yang akhirnya menjadi faktor perubahan harga minyak. Secara mudah, harga itu adalah hasil dari pasokan (supply) dan permintaan (demand).

Pasokan Minyak Mentah

Jika kita lihat yang menyebabkan perubahan dari sisi supply, kita bisa mengambil contoh produksi minyak Amerika Serikat yang dalam 10 tahun meningkat 2 kali lipat. Sekarang produksi minyak Amerika itu mendekati 11 juta barrel per hari. Sekitar 13 bahkan mungkin 14 kali produksi Indonesia sekarang.

Siapa tiga besar produsen minyak dunia sekarang?

Jawabannya adalah, secara berutan: (1) Amerika Serikat, (2) Russia, dan (3) Saudi Arabia. Kekuatan minyak dunia saat ini hampir muter-muter di tiga negara ini, karena memang kekuatan dunia masih berputar di penguasaan bahan bakar fosil.

Seperti yang bisa dibaca dari media-media, yang membuat produksi Amerika melonjak adalah penemuan teknologi “shale oil”, yang mulai efektif sejak 2014. Disebut efektif karena biaya produksi sudah di bawah harga jual, saat ini median break-even-nya atau balik modalnya di harga minyak $46 per barrel.

Namun demikian, upaya pengeluaran minyak ini memiliki dampak lingkungan yang buruk. Untuk satu sumur “shale oil”, hydraulic fracture-nya membutuhkan 65 juta liter air. Memompa air sebanyak ini ke formasi tempat minyak berkumpul di bawah bumi bisa mengakibatkan gempa kecil.

Peneliti-peneliti di Amerika Serikat masih terus memikirkan hal ini dan bagaimana untuk terus mengembangkan teknologi sehingga biaya produksinya terus turun dan dampak lingkungannya diperkecil. Jadi kita masih akan jumpai lagi hal-hal yang mengejutkan yang menyebabkan produksi minyak dunia naik dalam beberapa tahun mendatang.

Baca juga:  Haji dan Reformasi Arab Saudi

Produksi minyak dunia terus diupayakan naik (dunia ya, di Indonesia sih turun dari tahun ke tahun). Namun sifat dasar manusia, ditambah dengan jumlah manusia yang makin banyak, mengakibatkan konsumsi juga terus naik. Misalnya di Amerika Serikat, memang produksi minyaknya naik, tapi ternyata konsumsinya tetap saja melebihi produksi, impornya sendiri masih 10 juta barel per hari. Jadi Anda bisa bayangkan, penghasil minyak terbesar dunja masih impor sebanyak itu, apalagi Indonesia.

Harga Minyak dan Sanksi ke Iran

Lantas bagaimana harga minyak di 2019? Dengan adanya sanksi ekonomi ke Iran, situasi negara yang belum stabil di Venezuela, Libya dan Iraq, serta kasus Jamal Khashoggi yang berpengaruh ke sikap Arab Saudi dalam mengatur volume produksinya, harga minyak sangat mungkin naik ke $100 per barrel. Ini disebabkan pasokan minyak dari negara-negara tersebut akan menurun.

Jika kita melihat sanksi Iran, sebenarnya yang terjadi sekarang bukanlah yang pertama. Iran pernah mengalami ini pada 2012. Pada tahun-tahun menjelang kesepakatan nuklir Iran 2015, Amerika Serikat dan PBB mengeluarkan gelombang sanksi, sementara Uni Eropa menerapkan embargo minyak pada 2012. Padahal cadangan minyak dan gas di Iran jika digabung adalah yang terbesar kedua setelah Rusia. Akibat dari embargo ini, menurut catatan, sepanjang 2012, ekonomi Iran menyusut 1,9 persen, dan ekspor minyaknya telah berkurang lebih dari 1 juta barel per hari.

Namun Iran ini keren, walaupun kondisinya babak belur, namun kesenian, pemikiran-pemikiran hingga olahraganya berada di level dunia. Dan tak lupa, kalimah-kalimah dan jubah para ayatullah dan mullah tetap punya wibawa.

Bahkan di ranah olahraga yang salah satu isunya adalah anggaran, di Iran seperti berbeda. Ini dengan bukti sepakbolanya masuk Piala Dunia 2018. Bola volinya level 8 dunia. Film, kaligrafi, sastra, dan karya-karya penting di bidang seni ditunggu dunia.

Tak hanya itu, dalam beberapa tahun terakhir bahkan tercatat pertumbuhan karya ilmiah Iran dilaporkan sebagai yang tercepat di dunia. Iran terus membuat langkah besar di berbagai sektor iptek, termasuk penerbangan, ilmu nuklir, pengembangan medis, juga penelitian stem-cell dan kloning.

Baca juga:  Rey; Kota Legendaris di Negeri Persia

Dampak Harga Minyak untuk Indonesia

Kembali ke harga minyak yang diprediksi menjadi $100 per barrel tahun depan. Indonesia tidak sedang dikenai sanksi atau embargo seperti Iran, namun produksi kita ini tidak bertambah dari tahun ke tahun. Juga cadangan minyak kita tidak bertambah. Cadangan minyak kita ada di peringkat 29 seluruh dunia, kalah dengan Malaysia dan Vietnam.

Di sisi permintaan, konsumsi kita terus meningkat, baik minyak yang digunakan untuk transportasi maupun sebagai pembangkit listrik, karena biasanya jika harga minyak naik, maka harga bahan bakar lainnya juga naik. Sehingga, jika nanti harga minyak menjadi $100 per barrel, maka hal ini akan berat bagi Indonesia, posisi keuangan Indonesia akan sulit. Buat BUMN energi seperti PLN dan Pertamina, kondisi ini juga akan merepotkan, terlebih nilai tukar rupiah juga memburuk. Seperti yang pernah dipaparkan oleh PLN misalnya, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100/$ beban PLN bertambah Rp 1,2 trilyun dan setiap kenaikan harga minyak $1 per barrel, beban PLN bertambah Rp 270 milyar. Akibatnya bisa jadi subsidi negara akan naik, sehingga pembangunan akan melambat. Efeknya bisa jadi lebih buruk dari embargo di Iran jika kita hanya diam dan tidak bisa menyiapkan siasat bahkan strategi yang baik. Paling tidak, kita mungkin bisa mencontoh Iran untuk tetap berkarya, menguasai iptek dan juga makin keren prestasi olahraga dan keseniannya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top