Sedang Membaca
Melewati Krisis Energi
Amrullah Hakim
Penulis Kolom

Pekerja Migas/listrik dan penikmat kisah-kisah sufistik, tinggal di Jakarta

Melewati Krisis Energi

Di suatu sore, selepas turun dari MRT, saya memesan ojek online. Di perjalanan, pengendara motor ini mengeluhkan kenapa harga pertalite tidak kunjung turun. “Ini kan sudah tidak ada apa-apa lagi, tidak ada ramai-ramai lagi, mestinya sudah bisa turun, kurang dari sepuluh ribu per liter. Berat buat kita jika belum turun juga. “

Harga bahan bakar dan listrik di Indonesia memang tidak naik atau turun drastis seperti di Eropa misalnya, yang harga gas per MWh bisa turun dari 300 euro tahun lalu ke sekarang sekitar 30 euro. Harga minyak stabil berada di kisaran 70-80 dolar per barel. Kita masih punya produksi bahan bakar dalam negeri, kita masih punya kilang pengolahan, dan kita masih menerapkan subsidi.

Logika pengendara motor tadi masuk akal jika melihat fenomena harga gas di Eropa tadi. Sederhana, namun bagaimana mewujudkannya itu yang sulit.

Beralih ke kendaraan listrik

Jika bensin terhitung mahal, pilihan baru buat pengendara motor ojek online adalah berpindah ke motor listrik. Namun ini juga tidak mudah. Sempat ramai terkait kelayakan pemberian subsidi kendaraan listrik yang kemudian sempat menjadi diskusi yang menarik.

Mobil listrik sendiri, menurut The Economist edisi 27 Mei 2023, harganya masih dinilai mahal oleh penduduk Eropa. Namun demikian, porsi penjualan mobil listrik meningkat perlahan yang menjadikan Eropa sebagai daerah yang paling cepat mengadopsi kendaraan listrik di dunia. Tahun lalu, 12% mobil baru adalah mobil listrik, naik dari sebelumnya 9% dan hanya 2% di 2019. Komisi Eropa sendiri sedang menggodok peraturan baru yang akan berlaku efektif mulai 2025 untuk pengisian listrik di jalanan, misalnya daya minimal yang harus disediakan untuk umum adalah 1300 Watt dan setiap jarak 60km sepanjang jalan trans Eropa harus tersedia stasiun pengisian listrik dengan daya 150 kiloWatt. Eropa memang sangat getol untuk melakukan transisi ke mobil listrik ini untuk mendukung ambisinya mengurangi 55% emisi Greenhouse-gas sebelum 2030.

Baca juga:  PAUD dan Pendidikan Karakter

Kita bisa mulai menerapkan kebijakan serupa untuk mendukung kenaikan penjualan kendaraan listrik, dengan menyediakan stasiun pengisian listrik di jalan-jalan tol dan jalan raya sehingga masyarakat dimudahkan untuk bisa mengisi ulang baterai kendaraannya di manapun dan kapanpun.

Memulai listrik nuklir dan terbarukan

Kebutuhan listrik akan meningkat jika kendaraan listrik makin banyak. Harus ada cara-cara baru untuk membangkitkan listrik termasuk juga untuk mengurangi polusi di kota-kota di Indonesia yang menurut laporan nafasid, level polusi kita mencapai 12 kali ambang batas yang ditetapkan WHO. Salah satu cara adalah seperti yang telah ditulis di harian Kompas pada 2 Juni 2023 lalu, dengan membangun PLTN skala kecil yang berkeamanan tinggi. PLN skala kecil ini bisa menjadi solusi yang relatif cepat untuk menyuplai elektrifikasi di daerah terpencil yang tidak memiliki sumber pembangkit mandiri di wilayahnya. Kita bisa membuat seiring dengan pembangkit dari sumber energi baru dan terbarukan yang memiliki potensi besar di daerah tersebut, namun tidak perlu sampai memakai baterai yang masih mahal harganya. Sumber dan jaringan listrik yang tersedia baik, menghubungkan seluruh kecamatan di Indonesia, terlebih dengan emisi karbon yang rendah, akan membuat ekonomi bergerak lebih serentak. Migrasi penduduk ke kota besar untuk mencari penghidupan bisa dikurangi. Namun demikian, distribusi BBM ke daerah-daerah yang berongkos besar juga bisa ditekan, seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik di daerah tersebut.

Baca juga:  Maulid Nabi dan Hari Kelahiran Kita

Harapan

Penyelesaian Rancangan Undang-undang Migas dan Energi Baru Terbarukan mesti disegerakan sehingga kita memiliki dasar hukum dan alur ketahanan energi yang jelas. Akses energi harus dibuat mudah dan murah sehingga terjangkau oleh semua kalangan. Negara kita kaya dengan pilihan sumber energi, hal ini semestinya bisa dikembangkan dengan harmoni antar kepentingan yang baik, termasuk keterkaitannya dengan kelestarian lingkungan. Keterhubungan antar pulau juga mesti diperhatikan. Jika pulau Jawa, Madura, dan Bali sudah terhubung jaringan listrik, maka kita bisa mulai memikirkan keterhubungan jaringan listrik Sumatera dan Jawa, selain gas pipa yang telah ada. Ke depan, keterhubungan energi seluruh wilayah pulau Kalimantan yang akan menjadi Ibu Kota baru harus mulai dipikirkan dan dikerjakan. Bukan tidak mungkin, dalam waktu 10 tahun ke depan, kita juga akan memerlukan keterhubungan energi dari pulau Kalimantan dan Sulawesi. Semua ini memerlukan peta pengembangan energi yang baik dan jangka panjang.

Di sore hari lain, saya memesan ojek online dengan pilihan motor listrik. Menyenangkan karena hal yang baru. Namun, ada keluhan lagi dari pengendaranya, pengisian baterainya tidak mudah, harus membawa 2 baterai dan tidak bisa mengambil penumpang jarak jauh. Ditambah lagi, bengkel servisnya sangat terbatas. Contoh kecil bagaimana krisis energi ini masih membutuhkan banyak perhatian dan kerja nyata, sebagai gambaran dan aplikasi kebijakan di masyarakat. Sesuatu yang mudah dikatakan, namun sulit dilaksanakan.

Baca juga:  Studi Islam Politik dalam Jebakan Dikotomi Kultural

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top