Amrullah Hakim
Penulis Kolom

Pekerja Migas/listrik dan penikmat kisah-kisah sufistik, tinggal di Jakarta

Maulid Nabi dan Kedermawanan Kita

Membaca lagi buku Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, anggitan Michael H. Hart, di hari-hari peringatan Maulid tahun ini, Nabi Muhammad saw (570 – 632 Masehi) berada di urutan pertama daftar seratus tokoh yang berpengaruh di dunia.

Diutarakan lebih lanjut di buku ini bahwa sebagian besar dari orang-orang yang terdaftar di buku ini adalah makhluk beruntung karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa. Namun Nabi Muhammad saw lahir di daerah yang paling terbelakang di dunia. Nabi Muhammad berhasil membuat kemajuan luar biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk agama Islam dan segera bisa memastikan penguasaan yang efektif di Jazirah Arab bagian selatan dalam akhir hidupnya. Islam sendiri sempat menjadi emperium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia, yang membentang dari perbatasan India hingga pasir putih tepi pantai Samudera Atlantik.

Nabi Muhammad saw adalah manusia yang sempurna yang bukan saja bertanggung jawab terhadap teologi Islam tapi sekaligus juga terhadap pokok-pokok etika dan moral serta turut mengambil peran membangun komunitas atau masyarakat. Nabi sendiri adalah “pencatat” Kitab Suci Alquran langsung berasal dari wahyu Tuhan.

Jika membandingkan Nabi saw dengan ajaran Nabi Isa as, tidak ada satu pun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa as yang masih dapat dijumpai saat ini. Hart menulis, pengaruh Nabi Muhammad saw dalam Islam lebih besar dari pengaruh Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen digabung jadi satu.

Nabi Muhammad adalah pemimpin agama sekaligus pemimpin duniawi yang sangat mumpuni yang tidak akan selesai pengaruhnya dalam sejarah umat manusia.

Indonesia, yang saat ini adalah negara dengan mayoritas penduduk penganut Islam terbesar di dunia, selalu riuh merayakan hari kelahiran Muhammad bin Abdullah. Tidak lupa perayaan-perayaan ini disertai dengan acara makan-makan. Seperti yang kita saksikan di mana-mana, hari maulid disambut baik oleh seluruh masyarakat muslim di Indonesia. Sambutan baik itu pun diwujudkan dalam makanan tradisional yang berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia. Perbedaan jenis makanan pun disebabkan oleh perbedaan tradisi dan budaya dari masing-masing daerah. Misalnya di Aceh, tokoh masyarakat di Aceh akan memasak kuah beulangong untuk dibagikan kepada warga pada perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Selain pada perayaan Maulid Nabi, tradisi memasak kuah beulangong lazim dilaksanakan pada kenduri sawah (pesta panen), kenduri bulan Ramadan, pesta perkawinan, menjamu tamu agung serta hari besar Islam lainnya.

Baca juga:  Sejarah Makna Kitab Gandul dalam Tradisi Pesantren

Istilah “kenduri” sendiri menurut Pak Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo, diambil dari Bahasa Persia yakni “kanduri” yang berarti upacara makan-makan di Persia untuk memperingati Fatimah az-Zahroh, putri Nabi Muhammad saw.

Sementara di Jogja, perayaan maulid dipuncaki dengan arakan lima gunungan yang berisi aneka hasil bumi oleh para abdi dalem dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Di Gorontalo, diadakan parade kue Walima untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad saw dan di Kudus ada perayaan ampyang.

Satu hari sebelumnya, bertepatan dengan Mitzvah Day, diberitakan oleh BBC, umat muslim dan Yahudi berkumpul untuk memasak sup ayam. Mitzvah Day adalah hari aksi sosial untuk menyatukan orang yang dipimpin oleh komunitas Yahudi tetapi melibatkan orang-orang dari agama yang berbeda. Perayaan tahun ini di London, Inggris dipusatkan di Masjid East London. Relawan dari Muslim Aid dan Stoke Newington Shul datang bersama untuk membuat 1.000 mangkuk sup ayam untuk penduduk tunawisma setempat.

Jadi jika kita lihat dengan seksama banyak perayaan agama identik dengan makanan, agama apapun. Terlebih Islam masuk ke Nusantara yang kaya akan jenis tumbuhan dan hewan, ragam makanan dalam perayaan Islam sungguh mempesona. Bangsa Indonesia sendiri sangat terkenal dengan gotong-royong serta kedermawanan sepertinya yang telah tergambar pada tradisi Grebeg Maulud dari keraton Yogyakarta menuju Masjid Gedhe Kauman.

Baca juga:  Nasib Penyair di Pasar Ukaz

Seiring dengan perkembangan zaman, kedermawanan bangsa Indonesia seharusnya juga berkembang, dari soal makanan, lalu pembangunan masjid ke soal peradaban, pembangunan perpustakaan, dan pembangunan sumber daya manusia.

Insya Allah kita dengan solidaritas dan keguyubannya, sudah bisa memastikan tetangga atau kerabat kita makan apa hari ini, bahkan kita sering sekali mengajak keluarga kita untuk berwisata kuliner ke daerah-daerah, namun kita belum bisa memastikan mereka membaca apa hari ini, mereka berkarya apa hari ini.

Jika dalam satu perayaan Maulid Nabi terdapat beraneka ragam makanan dari buah-buahan hingga ayam panggang dan daging kambing beserta sayurannya, maka kita seharusnya mulai bisa merefleksikan ke bacaan yang beraneka ragam serta karya nyata ke masyarakat yang beraneka ragam.

Bacaan kita harus lebih luas dari bacaan tentang keagamaan, kita mesti membaca juga tentang peradaban yang meliputi teknologi, kesenian, pelayanan kesehatan, perindustrian, pengolahan makanan dan minuman, olahraga, keuangan dan perdagangan.

Karena Nabi Muhammad saw bukan hanya dermawan soal makanan dan harta saja, namun juga soal peradaban dan kebudayaan. As-salamu ‘alaika Yaa Habiballah..

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top