Sedang Membaca
Bahasa dan Teknologi Zaman Khalifah al-Ma’mun
Amrullah Hakim
Penulis Kolom

Pekerja Migas/listrik dan penikmat kisah-kisah sufistik, tinggal di Jakarta

Bahasa dan Teknologi Zaman Khalifah al-Ma’mun

Manusia mulai memikirkan untuk pergi ke bulan lagi setelah terakhir kali diwujudkan pada 1972 oleh Eugene A. Cernan, astronot Amerika. Orang kaya asal Jepang, Yusaku Maezawa, yang memiliki usaha di bidang fasyen berencana untuk pergi ke bulan pada 2023. Itupun Maezawa tidak akan sampai menginjakkan kaki ke bulan seperti yang dilakukan oleh Eugene A. Cernan.

Rencananya, dia hanya akan mendekat ke bulan dengan menggunakan pesawat luar angkasa SpaceX milik perusahaan Elon Musk.

Jika kita menilik sejarah astronomi dalam peradaban Islam, kajian ilmiah tentang perbintangan dimulai dari masuknya pengaruh buku India, Siddhanta, yang dibawa ke Baghdad pada 771. Buku ini diterjemahkan oleh Muhammad ibnu Ibrahim al-Fazari, pembuat astrolob pertama, ke dalam bahasa Arab.

Berkembang ke awal abad kesembilan, al-Ma’mun (menjadi khalifah dari tahun 813-833. Ia adalah cucu dari Harun ar-Rasyid) membangun observatorium dengan pengawasan penuh seorang ahli matematika dari Yahudi yang baru masuk Islam, Sind ibnu Ali (wafat 864) dan seorang astronom dari Persia, Yahya ibnu Abi Manshur (wafat 832).

Perangkat observasi pada saat itu terdiri dari busur 90 derajat, astrolob, jarum penunjuk, dan bola dunia. Hasil terbaik dari pakar astronomi pada zaman al-Ma’mun adalah perhitungan luas permukaan bumi yang sangat akurat.
Salah satu anggota pakar astronomi pada zaman al-Ma’mun adalah Khawarizmi (dari Persia), penyusun Peta Bumi pertama yang merupakan karya buku geografi, termasuk angkasa luar pertama dalam sejarah Islam.

Baca juga:  Pesantren, Bahasa Indonesia, dan Gus Dur

Kunci keberhasilan iptek Islam sebenarnya terletak pada bahasa. Begitu bahasa Arab digunakan masyarakat luas pada akhir pemerintahan Dinasti Abbasiyah, bahasa Arab menjadi medium peradaban dari berbagai wilayah, mulai dari Asia Tengah, Afrika Utara hingga Spanyol, yang selanjutnya menggabungkan pemikiran-pemikiran canggih dari Bizantium, Persia dan India waktu itu.

Sebagai bangsa Indonesia, jika kita ingin maju, maka kita harus mulai proyek “membahasaIndonesiakan” teknologi. Hal ini bisa dimulai dari hal kecil, mengisi perbendaharaan kata yang baik dalam percakapan dan tulisan di media sosial.

Jika media sosial dan buku-buku kita banyak dikuasai oleh politik tingkat rendahan maka penguasaan teknologi dan peradaban kita pun akan rendah. Gagasan akan muncul dari bahasa, gagasan di bidang apapun.

Seperti yang pernah ditulis oleh Ulil Abshar Abdalla dalam tulisannya yang berjudul Catatan Sederhana Tentang Bahasa Inggris:

Dunia gagasan memang kadang berlaku seperti sebuah vampir yang menyesap habis darah bahasa! Pada titik itu, anda harus kembali ke dunia sehari-hari, di mana anda akan menjumpai bahasa menari riang-gembira, tanpa dosa, seperti ronggeng di sebuah dukuh yang diceritakan oleh Ahmad Tohari itu. Ya, Dukuh Paruk!

Bahasa Indonesia harus menjadi rumah bahasa yang memiliki ruang-ruang pengembangan peradaban. Sehingga bukan tidak mungkin, penginjak kaki ke bulan setelah Eugene A. Cernan adalah orang Indonesia, orang yang berbahasa Indonesia, dan pasti pula menguasai bahasa internasional.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top