Sedang Membaca
Misteri Pertemuan Imam Ibnu Malik dengan Ibnu Mu’thi
Amin Nurhakim
Penulis Kolom

Mahasantri di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Tangerang Selatan. Peserta program Micro Credential (2024) Chicago, Amerika Serikat, Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren Kementrian Agama (Kemenag) berkolaborasi dengan LPDP dan Lembaga Pendidikan di Chicago selama dua bulan.

Misteri Pertemuan Imam Ibnu Malik dengan Ibnu Mu’thi

Tatkala Syekh Al-Alamah Muhammad Jamaluddin ibnu Abdillah Ibnu Malik al-Thay, ulama kelahiran Andalusia (Spanyol) sedang menyusun kitabnya yang fenomenal, yang dikenal setiap kalangan di seantero jagat raya, dari pelajar pemula hingga ulama tingkat dunia, yaitu Alfiyah, terjadi peristiwa yang sangat memilukan kepadanya.

Alfiyah, yang terdiri dari 1002 bait gramatikal bahasa arab ini meliputi nahwu dan shorof. Menariknya kitab ini tak hanya berisi kaidah saja, ia dapat dibaca secara multitafsir, entah melalui pendekatan apa, tentunya banyak hikmah yang dapat diambil dari nazam ini.

Alkisah Ibnu Malik tertimpa musibah lupa ketika sedang menuliskan bait-bait Alfiyah. Ketika itu, beliau sedang menuliskan bait kelima dalam mukadimah nazam ini, yaitu:

وتَقتضِى رضًا بغير سُخْط  #  فائقةً ألفيّةً ابنِ مُعْطِى

Kitab Alfiyah ini akan meminta ridha tanpa didasari kemarahan

Dan kitab alfiyah ini lebih unggul dari kitab Alfiyah Ibnu Mu’thiy

Sontak saja Ibnu Malik terlupa akan seluruh bait yang telah beliau siapkan dengan matang. Tampak kecemasan dan kekecewaan dari dirinya, hingga Imam Ibnu Malik pun tertidur.

Dalam tidurnya, tak disangka Ibnu Malik bertemu dengan sosok laki-laki yang sudah lanjut usia. Orang Arab biasa menyebutnya dengan syekh. Syekh itu menggunakan jubah putih, hampir saja menutupi seluruh bagian tubuhnya, hingga wajahnya pun hampir tak terlihat.

Baca juga:  Gagasan Saifuddin Zuhri: Nama Pesantren dan Universitas

Tiba-tiba ia syekh menepuk pundak Ibnu Malik dari belakang.

“Wahai anak muda, bangunlah. Bukankah engkau sedang mengarang kitab?” tanya syekh.

“Ya Syekh, namun tiba-tiba saja aku terlupa dengan semua bait yang telah tersimpan di otakku,” Ibnu Malik dengan raut kegelisahan.

“Sudah sampai mana kau menulisnya?” tanya Syeikh.

“Sampai bait kelima,” Jawabnya singkat.

“Boleh aku lanjutkan bait nazammu?”

“Ya Syekh, silakan.”

Syekh kemudian membaca:

فَائِقَةً مِنْ نَحْوِ أَلْفِ بَيْتِي  #  وَالْحَيُّ قَدْ يَغلِبُ أَلْفَ مَيِّتِي

Halnya mengungguli seribu baitku # Orang yang masih hidup, terkadang mengalahkan 1000 orang yang sudah meninggal

Seketika Ibnu Malik pun terbangun dari tidurnya, beliau baru sadar, ternyata sosok syekh tadi adalah Ibnu Mu’thi yang mana beliau sebut dalam nazamnya. Teringat akan sedikit kurangnya sopan santun dirinya kepada Ibnu Mu’thi dengan mengakui keunggulan Alfiyahnya dibanding Alfiyah Ibnu Mu’thi.

Di sana Ibnu Mu’thi seakan-akan menjelaskan bahwa sebuah kewajaran adalah orang hidup mengalahkan seribu mayat, karena memang mereka sudah tak memiliki nyawa. Namun, Ibnu Mu’thi menangkisnya, bahwa beliau, yang sudah wafat pun dapat mengalahkan keunggulan Ibnu Malik yang telah terbersit di hatinya keangkuhan akan Alfiyahnya.

Ibnu Malik sadar dengan bait kelima yang ia buat, tentunya itu menunjukan sifat angkuh secara tak sengaja terhadap pendahulunya, Ibnu Mu’thi. Kemudian beliau pun meminta maaf dengan berziarah ke makam Ibnu Mu’thi, selepas itu melanjutkan kembali nazamnya, namun 1000 bait tadi belum kembali juga di otaknya.

Baca juga:  Pujian Kepada Nabi Menempel di Stempel Orientalis Inggris

Ibnu Malik pun tetap melanjutkan baitnya:

وَهْوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيلْا # مُسْتَوْجِبُ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلَا

Dia (Ibnu Mu’thi) memang lebih dahulu dan mendapatkan keunggulan

Juga pantas mendapatkan pujian yang sangat baik dariku

وَاللهُ يَقْضِي بِهِبَاتٍ وَافِرَة # لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الْآخِرَة

Semoga Alloh memberikan anugerah yang sempurna

Untukku dan juga beliau dalam derajat yang tinggi di akhirat kelak

Sontak 1000 bait Alfiyah yang telah disiapkan tadi muncul kembali, beliau pun sangat bersyukur terhadap karunia tersebut.

Dari kisah ini kita dapat mengambil ibarah bahwa sebagai generasi muda, tak boleh lupa dengan apa yang telah ditorehkan oleh generasi sebelumnya. Kisah ini sering sekali diceritakan kiai di pesantren ketika menasihati santri-santrinya tentang pentingnya sebuah ketaatan murid kepada gurunya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
4
Senang
4
Terhibur
0
Terinspirasi
10
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top