Sedang Membaca
Rahasia Malam Nisfu Sya’ban: Antara Tradisi, Perekat Sosial, dan Kemustajaban Do’a
Ali Mursyid Azisi
Penulis Kolom

Penulis artikel ringan dan jurnal ilmiah. Saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Rahasia Malam Nisfu Sya’ban: Antara Tradisi, Perekat Sosial, dan Kemustajaban Do’a

Nisfu Syaban E1555342094565

Nisfu Sya’ban merupakan salah satu malan yang begitu dinanti kedatangannya bagi umat muslim dunia. Dari sekian banyak manfaat yang akan diperoleh ketika melaksanakan serangkaian amalan-amalan yang dianjurkan dalam Islam, nampaknya di Indonesia terdapat tradisi-tradisi sebagai media dalam menyempurnakan malam tersebut.

Berbicara masalah tradisi, Coomans (1987), menyebutnya sebagai suatu gambaran perilaku dan sikap manusia yang sudah melalui proses yang begitu lama, diamalkan secara turun temurun sejak zaman para leluhur, dan tradisi yang sudah membudaya akan menjadi rujukan/sumber berbudi peketi luhur dan akhlak. Lalu Soejono Soekamto (1990) mendefinisikan tradisi sebagai suatu kegiatan serangkaian kegiatan/laku yang diamalkan oleh suatu kelompok masyarakat dengan cara diulang-ulang (langgeng)

Sedangkan dalam Islam, Syaikh Shalih bin Ghanim al-Sadlan seorang Ulama dari Saudi Arabia berpendapat demikian:

Dalam kitab Durar al-Hukkam Syarh Mujallat al-Ahkam al’Adliyyah berkata: “Adat (tradisi) adalah suatu yang menjadi keputusan banyak orang dan diterima oleh orang-orang yang memiliki karakter yang normal.” (al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Kubra wa ma Tafarra’a’anha: 333).

Perayaan tradisi keagamaan khsususnya dalam menyambut malam Sya’ban terkhusus masyarakat Jawa-Madura tidak jauh beda. Bertepatan tanggal 15 Sya’ban, masyarakat Jawa-Madura acap kali menggelar apa yang kita kenal dengan Selametan (istilah Jawa) dan Rebba’an/Sya’banan (istilah Madura).

Baca juga:  Tradisi Haul Mbah Mutamakkin Kajen

Tradisi ini nampaknya sudah mengakar kuat dan tidak boleh terlewatkan tiap tahunnya, pasalnya muslim Jawa-Madura percaya bahwa ketika memperbanyak amalan/ibadah, maka hajat yang kita maksud akan dimudahkan oleh Allah. Ketika memasuki malam Sya’ban antara selepas maghrib dan isya, masyarakat Jawa-Madura terutama dalam lingkup pedesaan akan berkumpul di masjid/mushola/langar dengan membawa berkat/berkatan (suguhan makanan terbaik) dari rumah masing-masing. Kemudian duduk melingkar/berderet dengan suguhan makanan diletakkan di tengah.

Seperti yang dianjurkan oleh para Ulama, dari perkumpulan itu nantinya akan membaca surah Yasin tiga kali, memperbanyak sholawat, dzikir, takbir, tahmid beserta doa Nisfu Sya’ban. Demikian merupakan inti dari bagaimana menghidupkan malam Sya’ban yang dianjurkan dan tidak keluar dari koridor ber-Islam, sebab amalan yang dibaca merupakan kalimah thayyibah meski berbungkus tradisi lokal. Pada umumnya, jamaah yang hadir untuk merayakan tradisi selamatan didominasi laki-laki dan menjadi ciri khas tersendiri ber-Islam ala Nusantara.

Seusai membaca amalan-amalan yang dipimpin oleh seorang yang diakui keilmuan keagamaannya (imam/ustadz/kiai), maka moment yang paling ditunggu adalah makan bersama antar jamaah. Hal yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah, selain menambah amal ibadah dan malam pengampunan dosa-dosa kita terhadap yang Kuasa, dari adanya tradisi slametan ini menjadi salah satu wadah/media perekat sosial dalam lingkup kehidupan masyarakat.

Baca juga:  Rahasia Keilmuan Pesantren yang Mengubah Peradaban: dari Doa Kiai hingga Tradisi Arab Pegon

Pasalnya, dengan adanya slametan, warga sekitar dipertemukan dalam satu ruangan (tempat ibadah), melaksanakan kebaikan dan saling berinteraksi satu sama lain yang nantinya akan menciptakan hubungan antar individu menjadi harmonis. Sebagaimana fungsi agama, yaitu sebagai perekat sosial, memupuk perdamaian dan solidaritas serta membawa umatnya pada jalan keselamatan, maka perlu disadari bersama bahwa tradisi selamatan termasuk salah satu media dalam mencapai tujuan tersebut

Terlebih ketika memiliki kesamaan tujuan dan keyakinan nantinya akan membentuk sebuah interaksi dan struktur masyarakat. Dengan begitu, tidak salah jika amal ibadah yang dilakukan secara berjamaah layaknya menyambut bulan Sya’ban dengan tradisi selamatan/rebbaan terus dilestarikan dan dianakturunkan.

Fadhilah dari malam pertengahan ke-15 bulan Sya’ban acap kali disebut malam pengampunan dosa, permohonan dikabulkan dan amal diterima. Sama halnya seperti malam-malam pilihan layaknya Jum’at dan beberapa malam hari besar dalam Islam, Sya’ban justru tidak kalah sakral dan mustajab segala doa kebaikan yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah SWT. Sebagaimana nukilan Hadits berikut: “Sungguh Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang-orang musyrik dan yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah dan Ath-Thabrani: Al-Albani menilainya shohih).

Oleh karenanya, penting sekali menghidupkan malam Sya’ban dengan memperbanyak amal ibadah (dzikir, sholat sunnah, sholawat dan membaca al-Qur’an (Yasin tiga kali) dengan tujuan kebaikan. Pertama, meniatkan supaya sisa umur yang kita jalani kedepannya mendapatkan keberkahan. Kedua, hendaknya diniatkan supaya memperoleh rejeki yang halal-barokah dalam menunjang perjuangan menghidupkan nilai-nilai Islam dalam berkehidupan sosial antar sesama manusia. Dalam artian melanjutkan perjuangan dakwah Rasulullah Saw.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top