Agama tidak lepas dari budaya yang ada di setiap lapisan masyarakat yang memiliki identitas masing-masing. Muhsin Labib mengatakan bahwa agama mempunyai dua kedudukan, yaitu secara ontologis dan epistemologis. Secara ontologis dipahami sebagai realita yang mana tidak dibatasi apapun, menurut filsuf dikatakan sebagai wahyu. Wahyu sendiri merupakan hal yang sakral, suci, transenden dan juga ilmu Tuhan.
Sedangkan secara epistemologi merupakan interpretasi atau persepsi manusi tentang wahyu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa wahyu merupakan inti yang harus disampaikan kepada pemeluknya adalah, ketika seorang muslim sudah mempersepsi sebagai informasi, maka nantinya bisa dimaknai sebagai produk dari budaya atau disebut dengan kesadaran kolektif.
Sementara Amin Abdullah mengatakan agama adalah sekumpulan pemikiran atau ide-ide yang diwujudkan dalam bentuk tindakan kongkret dalam masyarakat, mengacu terhadap kepercayaan serta keyakinan, dibangun berdasar atas pengetahuan yang ia miliki. Dari beberapa pendefinisian tersebut, dapat disimpulkan bahwa agama merupakan realitas sosial, dalam artian pemikiran keagamaan adalah suatu produk sosial yang didasari dengan teks-teks suci.
Budaya merupakan sebagai akal budi, pikiran, juga termasuk adat istiadat, norma-norma masyarakat, yang mana sudah melekat dalam setiap masyarakat. Budaya merupakan produk dari hasil kegiatan dan penciptaan batin yang disebut akal budi, seperti halnya adat, kesenian, kepercayaan, serta keseluruhan dari segala macam bentuk pengetahuan manusia dalam memahami lingkungannya.
Menurut Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi mendefinisikan budaya dengan menyatakan bahwa budaya merupaan hasil karya cipta dan rasa manusia/masyarakat. Sedangkan Koentjarangingrat mengartikan sebagai sistem gagasan milik manusia yang diperoleh melalui belajar.
Akulturasi budaya dan agama sudahlah terjadi di setiap daerah dimanapun dan saling melengkapi. Dengan begitu percampuran Agama dan Budaya akan menghasilkan produk kebudayaan tersendiri dalam tiap masyarakat beragama. Seperti dalam teori melting pot (melebur menjadi satu) yang akan menghasilkan produk keagamaan atau kebudayaan baru sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut.
Hal yang mempengaruhi dari beragamnya cara beragama yang disesuaikan dengan budaya tersebut juga dipengaruhi oleh letak geografis. Semisal contoh pada Islam Arab dengan Islam Indonesia. Keduanya tidak dapat disamakan karena memiliki kebudayaan sendiri yang sudah mandarah daging. Agama dapat lahir dari budaya sebagai tolak ukur manusia dalam beragama. Pada wilayah Indonesia sendiri banyak sekali keragaman dari segi kebudayaan dan agama yang melahirkan produk keagamaan baru yang sesuai dengan budaya masing-masing
Mengenai tentang agama yang di justifikasi sebagai budaya, dan budaya yang di justifikasi sebagai agama, tentunya tidak lepas dari cara keberagamaan di setiap daerah. Seperti halnya dalam Islam, agama di justifikasi sebagai budaya yaitu sebagaimana yang telah diperintahkan baik dalam teks suci al-Qur’an maupun Hadis yang mewajibkan bagi wanita muslim untuk menutup aurat. Dalam cara menutup aurat di Arab dengan di Indonesia memiliki sisi perbedaan.
Dalam perintah agama hanya diwajibkan untuk menutup aurat dan di Arab sendiri para perempuan jarang sekali ada yang keluar rumah, serta daya nafsu seksual para lelakinya sangat tinggi. Hal tersebut yang mengharuskan wanita Arab jika keluar rumah menggunakan baju yang gelap menjulur seluruh tubuh dan menggunakan cadar, jika tidak menggunakan cadar maka akan mungkin saja diperkosa oleh lelaki luar.
Dalam budaya Indonesia dalam menutup aurat pada umumnya tidak sampai menggunakan cadar dan menggunakan pakaian yang serba gelap serta lebar. Akan tetapi hanya dengan menggunakan krudung yang asalkan menutupi rambutnya dan sangat beragam dalam berpakaian, ada yang menggunakan celana, rok, dan gamis. Hal ini membuktikan bahwa agama yang memerintahkan untuk menutup aurat akan tetapi disesuaikan dengan budaya daerah masing-masing.
Selanjutnya mengenai budaya yang dijustifikasi sebagai agama masih ada kaitannya antara Indonesia dengan Arab. Pada sebagaian ormas Islam yang ada di Indonesia meneropong bahwa Islam lahir di Arab, maka diwajibkan bagi setiap muslim harus memelihara jenggot dan berpakaian gamis. Jikalau tidak berjenggot, berarti tidak Islam secara kaffah. Ia beranggapan bahwa Nabi memelihara jenggot dan menggunakan gamis sehingga mewajibkan pengikutnya harus memelihara hal serupa.
Selain itu, kelompok tersebut cenderung rentan menyalahkan. Kelompok tersebut tidak lain adalah Syi’ah, Ahmadiyah, Wahabiyah, dan gerakan keagamaan ekstrem di Indonesia speerti LDII, HTI, Darul Islam dll. Dari sini sudah jelas bahwa jenggot merupakan etnis atau Arab yang tidak dapat disamakan dengan etnis di Indonesia yang cendererung secara umum tidak tumbuh jenggot. Hal inilah yang disebut dengan budaya yang dijustifikasi sebagai agama.
Dalam sejarah hadirnya Islam, memang pembawa agama Islam adalah Nabi Muhammad yang waktu itu lahir di Arab. Sewaktu belum mendapat wahyu dari Allah untuk menyebarkan Islam, memang di tanah Arab sudah ada peradaban dan mempunyai kepercayaan lokal yang disebut dengan agama Pagan, Majusi dan Nasrani. Interaksi Islam dengan kepercayaan lokal di Arab sewaktu Nabi Muhammad diutus menyampaikan ajaran Islam itu tidaklah menerima kehadiran Islam sebagai agama baru.
Justru orang Arab menolak dengan keras bahkan Nabi Muhammad hampir dibunuh yang akhirnya hijrah ke Madinah. Karena Islam hadir di Arab dan berkembang di Madinah, seiring berkembangnya zaman, Islam mulai diterima di Arab dan mulai berinteraksi dengan budaya Arab. Dari sini terjadi akulturasi budaya dan agama yang turun sebagai ajaran yang menghasilkan produk Islam yang menyesuaikan dengan budaya/tradisi sebelumnya yang ada di Arab, seperti halnya bergamis, identik berjenggot, dll.
Perbedaan Islam sebagai agama dan Arab sebagai budaya sangat penting untuk dipahami. Islam sebagai agama waktu itu hanya sebatas tentang keyakinan/teologi yang masih didakwahkan ke saudara dan sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Seiring berkembangnya waktu, Islam dan Arab melebur dan menghasilkan produk Islam Arab. Islam adalah ajarannya, Arab adalah budayanya.
Sedangkan Arab sebagai budaya yaitu adanya Ka’bah yang dahulu sebelum Islam datang terletak di tengah-tengah kota dijadikan sebagai pusat kegiatan keagamaan agama lokal dan dijadikan tempat berziarah, di dalamnya terdapat sekitar 360 berhala yang dikelilingi. Arab sebagai budaya bisa dikatakan dari cara berpakaian baik laki-laki dan perempuan yang menggunakan jubah atau gamis dan bercadar serta memelihara jenggot dan juga dari segi bahasa merupakan budaya.