Sedang Membaca
Kekeringan, Doa, dan Upaya Menjaga Sumber Air
Al-Mahfud
Penulis Kolom

Penulis, dari Pati Jateng. Menulis artikel, esai, dan ulasan buku di berbagai media massa.

Kekeringan, Doa, dan Upaya Menjaga Sumber Air

Saat ini, berbagai wilayah di Tanah Air sedang dilanda kekeringan panjang. Media-media mengabarkan bagaimana warga di berbagai daerah kesulitan mendapatkan air bersih. Sebagian masyarakat bergantung pada bantuan air bersih dari pemerintah yang sangat terbatas. Namun, tak sedikit warga yang terpaksa memanfaatkan air keruh yang tersisa di sumber-suber air atau di sungai-sungai untuk kebutuhan sehari-hari. 

Sementara itu, hujan masih tak kunjung turun. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim kemarau di sejumlah wilayah Indonesia masih akan terjadi hingga November 2019. Wilayah tersebut di antaranya meliputi Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat (CNN Indonesia, 31/08/2019). 

Air merupakan kebutuhan vital manusia, juga makhluk lainnya. Kemarau panjang tak hanya mengakibatkan sulitnya warga mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari seperti minum, mandi, dan mencuci. Kekeringan juga bisa berdampak pada matinya tanaman sehingga gagal panen mengancam. Kekeringan yang ekstrem juga meningkatkan risiko kebakaran hutan. Tak berhenti di sana, kekeringan juga bisa meningkatkan penyebaran berbagai penyakit, seperti hepatitis A, tifus, malaria, demam berdarah, dan sebagainya. 

Salat, doa, dan silaturrahim

Menyikapi kekeringan panjang yang telah mengakibatkan krisis air tersebut, banyak warga di berbagai daerah melaksanakan salat Istisqa atau salat meminta hujan. Ketika air sudah semakin langka, sementara hujan tak kunjung tiba, orang-orang mulai memohon kepada Yang Maha Kuasa. 

Baca juga:  Khalifah Bumi ala Santri Milenial

Dalam Islam, ketika menghadapi kekeringan yang panjang, kita memang diajarkan untuk memohon kepada Allah agar diturunkan hujan dengan melaksanakan salat Istisqa.  Hal tersebut juga dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Mengutip keterangan Dr. Ahsin Sakho Muhammad (Republika, 26/7/2019), pertama kali Nabi Muhammad Saw melakukan shalat istiswa saat berada di Madinah. 

Dikisahkan, pada zaman Nabi, ada seorang Badui kampung datang menghadapi Nabi dan mengadu, “Ya Rasulullah, sumber mata air kering, sedang hewan ternak sudah pada mati. Kami ini dalam keadaan sangat susah, Ya Rasulullah,” kata si Badui. Mendengar keluh kesah tersebut, jelas Ahsin, Nabi pun berdoa memohon hujan kepada Allah. Hanya sekali beliau berdoa, tidak berapa lama mega-mega terkumpul menjadi mendung, dan turunlah hujan. Selain dengan salat Istisqa, kata Ashin, kadang Rasulullah juga meminta hujan dengan berdoa.

  Selain shalat dan do’a, upaya memohon hujan dalam sejarah Islam juga menyimpan makna tentang pentingnya menjaga tali silaturrahim. Hal ini berkaitan dengan syarat diterima atau dikabulkannya do’a kita dalam shalat memohon hujan tersebut. Masih mengutip keterangan Dr. Ahsin, sahabat Umar bin Khattab pernah mengumpulkan masyarakat Madinah untuk shalat Istisqa. Dan di kesempatan tersebut, Umar bin Khattab melarang orang yang sedang memutuskan tali silaturahim masuk ke area shalat. Sebab, itu akan membuat do’a atau permohonan mereka meminta hujan bisa ditolak Allah SWT. 

Baca juga:  Bagaimana Kiai-Kiai Menafsiri Bahasa Toleransi Gus Dur?

Menjaga sumber air 

Negara sering mengatakan bahwa kekeringan disebabkan rutinitas musim kemarau. Namun, pemanasan global bukanlah “takdir” dari siklus iklim. Kita tak bisa menuding “iklim” untuk selalu disalahkan. Mengutip, Suparto Wijoyo, Akademisi lingkungan hidup dari UNAIR, (Jawa Pos, 30/7/2019), dalam situasi kekeringan, alam sedang menggedor kesadaran kita agar lebih peduli pada keseimbangan ekologis. Gelombang panas merupakan pesan dari alam akibat meningkatnya penggunaan gas rumah kaca oleh manusia. 

Kekeringan, jelas Suparto, merupakan buah dari deretan aktivitas manusia yang melanggar batas-batas toleransi ekologis, sehingga lingkungan menunjukkan eksistensinya guna mengingatkan manusia agar lebih bijak dalam memperlakukan alam dan lingkungan. Jadi, masing-masing kita bertanggung jawab untuk memperbaiki lingkungan dan alam, guna mengurangi dampak pemanasan global tersebut. 

Terkait upaya menanggulangi kekeringan, salah satu langkah sederhana yang bisa dilakukan siapa pun adalah menghemat penggunaan air. Dalam Islam, kita dilarang boros air, dan dianjurkan menghemat air, bahkan saat bersuci atau berwudhu. Imam An-Nawawi dalam Khulashatul Ahkam fi Muhimmatis Sunan wa Qawa’idil Islam menyebutkan secara eksplisit larangan boros air dalam berwudhu, sebagaimana disebutkan Rasulullah Saw. “Rasulullah Saw berkata pada salah seorang sahabatnya yang akan mengambil air sembahyang, ‘jangan berlebihan (dalam menggunakan air)”(NU. Online, 13/6/2019).

Sejumlah riwayat juga memberi kita informasi tentang berapa banyak Nabi Saw menggunakan air, baik untuk berwudhu maupun mandi. Muhammad Iqbal Al-Sinjawy dalam Sunnah Nabi 24 Jam (2010) menyuguhkan sebuah hadis yang diriwayatkan Annas RA. bahwa jika Rasulullah Saw mandi menggunakan air sebanyak 1 sha’. Dan bila berwudhu, beliau menggunakan air 1 mud (Dishahihkan oleh al-Albani). 1 mud setara 675 gram atau ¾ liter, dan 1 sha (4 mud) adalah 2.700 gram. Kita bisa bayangkan, betapa Nabi begitu menghemat air. 

Baca juga:  Pendidikan Pesantren (1): Metode, Sistem, dan Materi Ajar di Pesantren

Upaya lain untuk menjaga sumber air adalah melakukan penghijauan atau menanam pohon. Kita tahu, akar pohon berfungsi menyerap air, sehingga sumber air terjaga dalam tanah. Ketika pohon-pohon ditebangi dan hutan gundul, tabungan air dalam tanah menipis, sehingga berdampak pada kekeringan. 

Menanam pohon juga menjadi hal yang diperintahkan dalam Islam. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw memberi pengandaian tentang betapa pentingnya menanam pohon atau tanaman. “Seandainya kelak datang hari kiamat, sedang di tangan kalian terdapat bijih kurma, sekiranya memungkinkan menanamnya sebelum kiamat itu benar-benear terjadi, maka lakukanlah” (HR. Abu Dawud). 

Selain menghemat air dan menanam pohon, masih banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi pemanasan global yang berdampak pada kekeringan. Seperti membiasakan membuang sampah pada tempatnya, mengurangi polusi udara dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Juga mengurangi penggunaan benda-benda dari bahan yang sulit diurai dan menggantinya dengan bahan ramah lingkungan. Menjaga kesuburan tanah dengan mengurangi penggunaan pestisida dalam bertani, dan masih banyak lagi.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top