Sugeng Ambal Warsa ke-80 Gus…
Tepat di hari ulang tahun Gus Mus yang ke-80 beberapa waktu yang lalu, saya teringat kalau saya mempunyai dua buku karya Gus Mus yang belum saya khatamkan. Langsung saya bergegas pergi ke rak buku dan mencari dua buku itu, walhasil ternyata buku itu saya temukan dalam kondisi bersih, cover masih bagus, kertas belum lusuh, pokoknya perfect. Dua buku itu berjudul “Pesan Islam Sehari-hari: Memaknai Kesejukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar” dan “Konvensi”.
Kita tahu Gus Mus, beliau adalah sosok yang tidak hanya dikenal sebagai ulama kharismatik, tetapi juga sebagai seorang sastrawan terkemuka di Nusantara. Gus Mus bisa mengkombinasikan antara kedalaman spiritual dan kreativitas sastra, sehingga hal itu membuat ia menjadi salah satu figur penting dalam dunia keagamaan dan kebudayaan di Indonesia. Melalui karya-karya sastranya, Gus Mus berhasil menyampaikan pesan-pesan moral dan spiritual dengan cara yang indah dan menyentuh, yang mampu meresap ke dalam hati banyak orang, melampaui sekat-sekat agama, budaya, dan ideologi.
Karya-karya sastra Gus Mus sering kali mengeksplorasi tema-tema spiritualitas, kemanusiaan, dan kritik sosial. Melalui beberapa puisinya, Gus Mus menggambarkan kedalaman cinta dan ketakwaan kepada Sang Pencipta. Dalam beberapa puisi lainnya, Gus Mus menawarkan kritik sosial yang tajam namun disampaikan dengan bahasa yang halus. Salah satu ciri khas dari puisi-puisi Gus Mus adalah penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna, sehingga mampu menggugah perasaan pembaca dan pendengarnya. Beliau juga kerap menggunakan simbol-simbol keagamaan dan budaya dalam puisinya, yang memberikan dimensi spiritual dan filosofis yang mendalam.
Selain puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai yang menyoroti berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Cerpen-cerpennya sering kali mengangkat tema-tema sosial yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan krisis moral. Melalui cerpen-cerpennya, Gus Mus menyampaikan kritik sosial yang tajam namun disampaikan dengan cara yang halus dan penuh hikmah. Gaya penulisan Gus Mus dalam cerpen-cerpennya sangat khas, dengan narasi yang mengalir dan dialog-dialog yang lugas, membuat pembaca merasa sangat dekat dengan tokoh-tokoh yang dihadirkannya.
Profil “Konvensi”
Buku berjudul Konvensi, merupakan kumpulan cerpen Gus Mus yang beliau tulis dalam bentang waktu yang cukup panjang hingga 2018. Cerpen-cerpen dalam buku Konvensi mencerminkan kedalaman, kepekaan, dan kesederhanaan batin seorang Gus Mus dalam menangkap segala realitas di sekeliling beliau. Dari 15 cerpen dalam buku ini, beberapa di antaranya pernah dimuat di media cetak atau koran. Cerpen berjudul “Wabah” di Jawa Pos pada 19 September 2004, “Perempuan Yang Selalu Mengelus Dadaku” di Majalah Sastra Horison pada April 2005, “Konvensi” di Jawa Pos pada 10 April 2005, “Nasihat Kiai Luqni” di Jawa Pos pada 12 November 2006, “Kang Maksum” di Jawa Pos pada 27 Januari 2012, “Nyai Sobir” di Kompas pada 17 Desember 2011, “Sang Primadona” di Jawa Pos pada 27 November 2005, “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cemerlang” di Kompas pada 1 April 2018.
Dalam buku ini, saya sebagai pembaca betul-betul menikmati alur cerita dari tiap cerpen yang disajikan. Ketika membaca cerpen yang pertama berjudul “Syabahkronni dan kawan-kawan” yang menceritakan tentang perjuangan Syabakhronni, Bhilmaltoqin, dan Bussipatti untuk melamar orang yang mereka kagumi, saya merasa terbawa ke suasana dan realitas sosial di masyarakat. Dalam cerpen ini begitu kuat karakter tokohnya; tekad yang kuat, keras kepala, pendendam, dan di sisi lain juga empati. Mereka— Syabakhronni, Bhilmaltoqin, dan Bussipatti—bertekad kuat untuk mendapatkan orang yang mereka kagumi walaupun aral melintang bahkan tidak disetujui dan direstui oleh orang tua mereka sendiri. Hingga pada akhirnya rasa kagum itu dengan sekejap mata berubah menjadi amarah dan dendam ketika cinta mereka ditolak mentah-mentah.
Beberapa karakter tokoh di atas tidak semuanya buruk, ada juga yang baik seperti tekad yang kuat, empati, dan lain sebagainya, tentu karakter baik itulah yang kita ambil sebagai teladan. Satu pesan yang cukup penting menurut saya dalam cerpen “Syabakhronni dan kawan-kawan” adalah pentingnya ridlo orang tua dalam segala hal termasuk jodoh. Walaupun kita sudah memiliki tekad yang kuat, semangat yang menggebu, bahkan semua ikhtiar sudah dilakukan untuk mencapai sesuatu yang diingginkan, tapi tanpa ada ridlo atau restu orang tua, maka semua itu mungkin akan sulit diraih, atau keiinginan tersebut sudah tercapai tapi tidak ada keberkahan di dalamnya.
Profil “Pesan Islam Sehari-hari: Memaknai Kesejukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar”
Buku ini merupakan kumpulan esai-esai Gus Mus yang tersebar di berbagai media cetak. Dalam 56 esainya, Gus Mus ingin menyampaikan pesan bahwa tidak ada persoalan yang luput dari sentuhan agama. Gus Mus—dalam tiap esainya—mengulas berbagai persoalan kehidupan sehari-hari dengan perspektif agama, tidak hanya membahas persoalan keagamaan, tetapi juga isu-isu sosial, politik, dan budaya yang relevan dengan konteks kehidupan saat ini. Secara mendetail, buku ini terbagi menjadi 3 bagian; Bagian I dengan tema “Fenomena Kekuasaan, Kehidupan, dan Politik” memuat 16 esai. Bagian II dengan tema “Perilaku Kiai dan Perilaku Umat” memuat 17 esai. Bagian III dengan tema “Allah, Nabi, dan Makna Ibadat” memuat 23 esai.
Salah satu esainya berjudul Umat dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Gus Mus—dalam esainya ini—menulis dan menegaskan bahwa mula-mula amar ma’ruf dan nahi munkar sebaiknya dimulai oleh mereka yang mengerti kebaikan, mengerti ma’ruf dan munkar, serta ditujukan kepada diri mereka sendiri, keluarga, lingkungan, berikut seterusnya. Beliau juga mewanti-wanti bahwa untuk ber amar ma’ruf nahi munkar maka orang yang melakukannya harus tahu cara melakukannya dengan ma’ruf. Jika tidak, maka apa yang dilakukan akan menjadi kontra produktif, bukan maslahat yang dicapai, melainkan mudlarat yang datang, bahkan bisa jadi nahi munkar dengan munkar yang lain.
Itulah dua karya Gus Mus yang saya miliki, dan saya berharap karya-karya yang lain juga segera saya miliki. Sekali lagi, itu karena Gus Mus—melaui karya-karyanya—telah menunjukkan bahwa sastra dan agama tidaklah bertentangan, tetapi saling melengkapi. Baginya, sastra dapat menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan agama, sementara agama dapat memberikan kedalaman makna dan nilai-nilai spiritual yang memperkaya karya sastranya. Gus Mus adalah inspirasi bagi banyak orang, tidak hanya sebagai ulama, tetapi juga sebagai sastrawan yang telah mengabdikan hidupnya untuk kebaikan.
Salam Ta’dzim, Gus Mus