Saya beberapa kali membahas kisah Adam dan Iblis dalam postingan-postingan saya. Menurut saya kisah ini sangat penting karena ia adalah akar perjalanan hidup manusia dan penuh ibrah termasuk, yang beberapa saya renungkan, dosa-dosa azali yang dicontohkan Iblis agar kita tidak melakukan dosa yang sama.
Jum’at ini saya merenungkan apa yang dimiliki dan tidak dimiliki iblis, dan menggunakan yang tidak ia miliki untuk melawannya.
Dalam Qur’an, hadits dan kitab-kitab ulama banyak dibahas mengenai iblis. Ia adalah makhluk Allah yang memiliki banyak hal.
Ia memiliki keimanan tentang keesaan dan kekuasaan Allah. Bagaimana tidak, ia paham betul dan pernah berdialog langsung dengan Allah. Ia tahu bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Bahkan di kemudian hari setelah pelaknatannya, ia tetap minta perpanjangan usia kepada Allah, bukan kepada yang lain karena ia tahu bahwa hanya Allah yang punya kekuasaan untuk itu.
Ia (pernah) punya ketaatan.
Diriwayatkan di banyak kitab, bahwa pada awalnya, entah selama berapa juta tahun, Iblis menjadi makhluk yang sangat taat. Jelas ini jauh lebih lama dari usia manusia.
Ilmu, ia juga punya. Ia bisa mendefinsikan tentang dirinya, ia bisa mendeskripsikan tentang Adam. Ia bisa menganalogikan bahwa api lebih baik dari tanah. Artinya dia punya nalar dan metode.
Ia juga punya banyak cara menggoda Adam, sampai Adam terbujuk/tertipu karena akhirnya mendekati pohon larangan, bahkan dikisahkan memakan buahnya. Ia juga punya banyak dan trik bagaimana menggoda anak turun Adam, dari cara yang kasar sampai cara yang sangat halus. Artinya, dia punya kecerdasan.
Ia punya Kekuatan. Atas ijin Allah, hidupnya Abadi hingga hari akhir. Ini kekuatan yang dicari-cari manusia sepanjang sejarahnya. Dari era alkimia sampai anti-aging, manusia banyak yang menginginkan kekuatan ini.
Selain itu, ia punya semangat dan yang luar biasa besar. Bagaimana tidak? Ia punya tekad untuk menyesatkan seluruh anak cucu Adam sampai kiamat. Padahal kita tidak tahu kapan kiamat terjadi. Artinya Iblis punya semangat kerja yang nggak habis-habis.. jalaaaan terus. Gagal, coba lagi. Gagal, coba lagi. Kadang juga berhasil. Gagal, coba lagi. Begitu seterusnya sampai kiamat.
So, kalau itu semua dimiliki iblis, lalu apa yang tidak dimiliki? Ia tidak memiliki satu hal: RAHMAH.
Apa itu Rahmah? Tidak bosan saya mengutip al-Asfahani dalam Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an, bahwa Rahmah itu memiliki makna Kelembutan hati yang selalu menginginkan ihsan kepada yang dikasihi. Bisa juga, Kasih sayang yang menginginkan terwujudnya kebaikan.
Berbicara soal kelembutan tentu kita ingat “pusernya” Al Qur’an dalam surah al-Kahfi 19, “Wal-yatalaththof!”, “Dan berlemah lembutlah!”. Maka tak heran Rasulullah SAW sebagai personifikasi Al-Qur’an merupakan sosok yang sangat lemah lembut, penuh kasih sayang, bahkan penderitaan orang pun merasa bagian beban yang ikut dipanggulnya, sembari berharap kebaikan untuk semua orang, sebagaimana digambarkan dalam al-Taubah 128.
Nah, semua itu merupakan bentuk faktual dari diri beliau sebagai Utusan yang Rahmatan llil-Alamin seperti yang dimaksud dalam al-Anbiya’ 107 dan ditegaskan juga dalam Ali Imran 159, bahwa semua itu merupakan anugerah Rahmah dari Allah, “Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. Ya, karena kelembutan Nabi, para sahabat ketika itu dan umatnya hingga akhir semakin mendekat dan menjadi bagian integral dari perjuangan Nabi.
Secara internal kelembutan itu berbentuk kesadaran syukur dan ikhlas. Kesadaran syukur adalah kesadaran ya sangat lembut, yang karena kelembutanya itu mampu menerima frekuensi dan beresonansi terhadap gelombang Rahmah Allah. Dengan syukur itulah, diri kita akan terlindung dari godaan iblis (tersirat di al- A’raf 17) dan merupakan lawan dari kekufuran (Ibrahim 7).
Bersamaan dengan syukur itu, Allah telah mentapkan ikhlas sebagai benteng dari iblis, sehingga iblis tidak akan berhasil menggoda orang-orang yang ikhlas (al-Hijr 40).
Jadi memang benar bahwa Rahmah itu kelembutan yang teraktualisasi dalam bentuk kelembutan pula untuk orientasi kebaikan (ihsan). Itulah yang tidak dimiliki iblis!
Oleh karena untuk melawan Iblis kita menggunakan apa yang tidak dimilikinya: Rahmah, kelembutan yang berorientasi dan menghasilkan ihsan untuk seru sekalian alam.