Sedang Membaca
Kisah-Kisah Imam Malik Menghormati Rasulullah
Alfan Khumaidi
Penulis Kolom

Penulis kelahiran Banyuwangi. Alumni Blokagung yang kini domisili di Old Cairo, Mesir.

Kisah-Kisah Imam Malik Menghormati Rasulullah

Begitu takzimnya para sahabat kepada Rasulullah sebagaimana sedikit penulis cuplik dalam tulisan sebelumnya, dan hal itu kemudian juga dirasakan oleh para generasi berikutnya. Kita ambil contoh generasi Tabiut Tabi’in: Imam Malik bin Anas, shohibul muatha’.

Imam Malik bin Anas sebagaimana direkam dan ditegaskan oleh Qadhi Eyad (544 H/1149 M) dalam al-Syifa mengatakan bahwa kehormatan Nabi saat sudah meninggal seperti kehormatannya saat masih hidup. Begitu juga menghormatinya.

Takzim pada Rasulullah bukan hanya pada saat ia masih hidup, tapi juga setelah ruhnya terlepas dari kandung badannya. Saat menyebut namanya, saat mendengar namanya, membaca atau mendengar perjalanannya dan segala hal yang berkaitan dengan nama agung Muhammad.

Jika Abu Bakar begitu lirih seperti berbisik ketika berbicara dengan Nabi saat turun ayat untuk tidak mengangkat suara di atas Nabi, Imam Malik saat mengajar di masjid Nabawi, masjid di mana jasad Nabi dimakamkan di situ, saat Khalifah Abu Ja’far al-Manshur meninggikan suara saat bergialog dengan Imam Malik, Imam Malik menegurnya untuk tidak meninggikan suara di dekat Nabi. Mengapa?

Sebab takzim kepada Nabi dengan tidak meninggikan suara di dekat Nabi saat Nabi sudah meninggal sama halnya saat Ia masih hidup.

Begitu pula saat Abu Ja’far bertanya pasal menghadap kiblat atau menghadap makam Nabi saat berdoa di masjid Nabawi. Sang Imam menjawab, “Kenapa kau palingkan wajahmu dari Nabi sedang ia pirantimu dan wasilah Nabi Adam kepada Allah di hari kiamat? Menghadaplah kepadanya.”

Baca juga:  Orang Arab dan Paman Rasulullah di China

Jika ada orang yang bertandang sowan ke rumahnya. Maka pelayannya akan keluar lalu menanyakan keperluan yang sowan. Jika perlu tanya beberapa masalah dan fatwa maka Imam langsung keluar. Tapi jika kepentingannya adalah untuk hadis, maka Imam akan mandi, memakai parfum, memakai baju yang indah dan berlapis tailasan, serta bersurban lengkap lalu naik mimbar dengan khusyuk dan semerbak wangian bukhur menyertai sepanjang majlis. Dan mimbar itu hanya digunakan oleh Imam Malik saat majlis hadis saja. Semua itu sebagai wujud takzim kepada pemilik hadis.

Abdullah bin Mubarak bercerita bahwa suatu ketika ia dan Imam Malik satu majelis dan Imam Malik sedang membacakan hadis kepadanya. Di tengah ia membacakan hadis, kalajengking menyengatnya belasan kali sampai air mukanya berubah dan kelihatan menguning, namun ia tetap melanjutkan hadisnya. Saat ditanya mengapa sampai demikian, ia menjawab, “Takzim atas hadis Rasulullah.”

Saat ia didera hukuman oleh Ja’far bin Sulaiman hingga pingsan, saat siuman, beliau berkata, “Saksikanlah wahai khalayak. Aku telah mengikhlaskan kepada penderaku.”

Suatu saat ia ditanya atas sikap memaafkan, padahal ia tidak sedang salah atau melanggar hukum itu. Ia menjawab, “Aku takut saat aku meninggal dan bertemu Rasulullah, maka aku sangat malu pada beliau jika ada kerabat Rasulullah yang masuk neraka gara-gara aku.”

Baca juga:  Sumur Aris (2): Isyarat Suksesi al-Khulafa ar-Rasyidun

Orang paling berpengaruh di Madinah pada masanya itu tidak pernah menggunakan alas kaki, apalagi tunggangan. Saat ditanya, “Saya malu menginjak tanah dengan alas kaki dan tunggangan yang di dalamnya terbaring Rasulullah.”

Beberapa ontanya yang banyak itu suatu ketika dihibahkan kepada salah satu murid terbaiknya, yaitu Imam Syafii. Imam Syafii meminta untuk disisakan satu saja untuk Imam Malik, namun Imam Malik menjawab sebagaiamana di atas.

Para ulama berbeda pendapat soal keutamaan bumi Mekkah atau Madinah. Ada yang bilang Mekkah dan tentu ada yang bilang Madinah lebih utama. Tapi perbedaan pendapat itu mengecualikan bumi yang di dalamnya terbaring tubuh mulia Rasulullah. Pada tempat itu, semua ulama sepakat bahwa tanah tersebut paling mulia secera mutlak. Imam Malik tentu berpendapat Madinah yang paling mulia, maka ia memfatwakan kepada siapapun yang mengatakan bahwa tanah Madinah adalah tanah yang buruk maka harus dicambuk, sebab ia tanah di mana tubuh Rasulullah berada.

Imam Malik memiliki cara menaruh takzim pada Rasulullah, demikian juga ulama lain dengan cara mereka, juga demikinan kita. Kita semua. Sebagaimana Hasan bin Tsabit yang memberi tauladan untuk berdiri ketika datang Rasulullah dengan menganggit sebuah syair:

Berdiriku pada Rasulullah adalah kewajiban
Meninggalkan kewajiban bukanlah hal yang elok
Aku heran pada mereka yang memiliki akal sehat
Melihat sosok mulia ini dan ia tidak tergerak untuk beridiri

Lalu kita mengikuti tauladan itu dengan berdiri saat mahallul qiyam. Semua kita memiliki tradisi penghormatan yang berbeda, dan semuanya masih belum cukup untuk memberi hak Rasulullah pada kita.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
2
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top