25 tahun lalu, persisinya tanggal 1-5 Desember 1994, Nahdlatul Ulama menghelat muktamar 29, di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat. di Muktamar ini, untuk yang ketiga kalinya, Gus Dur terpilih menjadi ketua umum PBNU, padahal Gus Dur sempat menyatakan tidak mau lagi jadi orang nomor satu di NU. Kenapa Gus Dur bersedia dicalonkan lagi?
Jawabnya, Soeharto ingin mengambil alih NU dengan menjauhkan Gus Dur dari NU, dan pada saat yang sama, “suruhan” rezim militer ini menjadi ketua NU. Soeharto membawa kekuatan militersitiknya. Sengitnya pada Gus Dur juga diperagakan dengan kentara: Soeharti tidak mau duduk berdampingan dengan Gus Dur. Aneh kan, wong ini acara Gus Dur?
Greg Barton, dalam biografi Gus Dur, menulis, “Gus Dur muncul sebagai pemenang, walaupun nyaris gagal, dalam muktamar NU bulan November 1994 (Greg keliru menulis Nopember, yang bener adalah Desember, sebagaimana foto-foto di bawah-ed), kendatipun rezim Soeharto dengan segala cara menentang pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua umum PBNU.”
Beberapa minggu sebelum muktamar, Mbah Lim mendatangi Gus Dur di kantor PBNU dengan membawakan sebotol madu. Di botol madu tersebut tertempel kertas yang bertuliskan: MADU KUAT UNTUK KETUA UMUM PBNU 5 PERIODE.
Kata Gus Dur, “Gak mau, Mbah. Buat Panjenengan saja, biar Panjenengan yang jadi ketua PBNU lima periode.”
“Bodong…bodong…bodong…,” Mbah Liem terkekeh.
Sepanjang Muktamar Cipasung, Mbah Lim tak pernah diam. Beliau terus berjalan mengelilingi lokasi diselenggarakannya muktamar.
Ketika dalam pemilihan ketua umum suara Gus Dur dan Abu Hasan saling bersalipan, Mbah Lim, setelah di’waduli’ oleh para pemuda lantas berdoa, dan berucap, “Mbah Hasyim, Mbah Hasyim! Yen kowe ora lilo kuburanmu diuyuhi uwong, tangio! Tangio! Ewangono putumu ben menang. Al-Fatihah!”
Foto-foto di bawah ini adalah koleksi Mbah Liem (sekarang disimpan keluarganya), yang meskipun sudah 25 tahun, namun masih disimpan rapi dan tidak rusah.