Tahun 1979 dilaksanakan Muktamar NU ke-26 di Semarang, berlangsung di kawasan Simpang Lima, jantung Kota Semarang. Komisi bahtsul masail untuk para kiai dilaksanakan di Masjid Baiturrahman.
Waktu itu, seorang pengamat Jepang, Dr. Mitsuo Nakamura datang dan ingin mengikuti sidang. Maka, oleh panitia dia di antarkan ke Masjid Baiturrahman. Di dalam masjid penuh sesak, tidak hanya oleh kiai yang sedang bahtsul masail, tapi banyak juga para penggembira.
Penampilan Nakamura halus dan
“nJawani”, begitu masuk ruang bahtsul
masail itu, beberapa kiai menyambut dengan hangat dan bersalaman.
Satu kiai salaman dengan Nakamura, kiai-kiai lain dan para penggembira pun ikut salaman. Ada di antara mereka yang malah mencium tangan Nakamura.
Terbengong-bengong dengan perlakuan
khusus para kiai, Nakamura bertanya kepada panitia yang mengantarkannya.
“Apa semua orang diperlakukan seperti
itu?”
“Tidak. Ciuman tangan itu hanya untuk
kiai.”
“Lho, saya kan bukan kiai?” tanya
Nakamura.
“Kamu dikira utusan Syuriyah NU cabang Tokyo,” jawab si panitia datar. (Sumber: Tawa Show di Pesantren, Akhmad Fikri AF)