Sedang Membaca
Keutamaan dan Rahasia Surat Al-Fatihah Menurut Syekh Ali Al-Sabuni dalam Kitab Safwat at-Tafasir
Alwi Jamalulel Ubab
Penulis Kolom

Santri Ma'had Aly Assidiqiyyah Kebon Jeruk Jakarta.

Keutamaan dan Rahasia Surat Al-Fatihah Menurut Syekh Ali Al-Sabuni dalam Kitab Safwat at-Tafasir

Syekh Ali Al-Shabuni, Shafwat at-Tafasir

Salah satu surat yang paling sering dibaca oleh umat Islam di seluruh dunia ialah Al-Fatihah. Surat yang menurut Imam Al-Qurtubi memiliki 12 nama lain ini menjadi salah satu rukun mutlak ibadah shalat dianggap sah.

Al-Fatihah turun di Mekkah, dan secara tartib (bukan turun) menempati urutan pertama dalam mushaf Al-Qur’an. Oleh karenanya dinamakan “Al-Fatihah” yang artinya surat pembuka.

Syekh Ali Al-Sabuni dalam kitabnya “Safwat at-Tafasir“, hal 24 Jilid 1 cet Beirut: Daar Al-Qur’an Al-Karim, menyebutkan demikian:

Meski Al-Fatihah ini surat yang pendek nan ringkas, akan tetapi mencakup makna Al-Qur’an yang agung juga tujuan dasarnya  secara global. Mengandung dasar (ushul) serta cabang (furu’) agama, akidah, ibadah, pensyariatan, keyakinan terhadap hari akhir, mengimani sifat Allah juga meng-hanya-kan  ibadah, berdoa dan meminta pertolongan kepada-Nya. Doa untuk selalu diberikan hidayah supaya tetap berada pada agama yang hak, keteguhan dalam keimanan mengikuti jalan orang-orang shaleh serta dijauhkan dari jalan orang-orang yang tidak disukai oleh Allah dan orang-orang sesat.

Di dalamnya juga terdapat khabar terkait umat-umat sebelumnya juga menillik perbandingan derajat orang-orang yang berbahagia dan tempat orang yang celaka dan mendapatkan siksa. Dan yang lainnya, Al-Fatihah seperti halnya ibu bagi surat yang lain, karena mencakup “Maqasid Al-Asasiyah”, tujuan dasar Al-Qur’an. Oleh karenanya Al-Fatihah juga dinamakan dengan “Umm Al-Kitab”.

Keutamaan Surat Al-Fatihah

Imam Ahmad dalam Al-Musnad-nya meriwayatkan bahwa Ubay bin Kaab pernah membaca Umm Al-Kitab, Al-fatihah di depan Nabi Saw. Kemudian Nabi Muhammad Saw bersabda:

Baca juga:  Polemik Tentang Nasab Ba Alawy

والذي  نفسي بيده ما أنزل في التوراة ولا في الانجيل ولا في الزبور ولا في الفرقان مثلها، هي سبع المثاني والقرأن العظيم الذي اوتيته.

Demi dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, tidak diturunkan dalam Taurat, Injil, Zabur dan Al-Furqan yang sama dengannya. Ia ( Al-Fatihah) adalah 7 ayat yang diulang-ulang dan Al-Qur’an yang diberikan kepadaku”.

Hadist tersebut juga memiliki hubungan dengan surat Al-Hijr: yang memiliki esensi makna yang sama. Menjelaskan keutamaan Al-Fatihah yang hanya diturunkan kepada umat Nabi Muhammad saja.

Tafsir Surat Al-Fatihah Syekh Ali Al-Shabuni

Syekh Ali Al-Shabuni dengan tafsirnya mengajak kita untuk memaknai surat Al-Fatihah ini dengan cara yang apik. Syekh Ali menarasikan tafsirnya seakan kita diajak berdialog dengan Allah Taala.

Di awal penafsirannya, Syekh Ali menjelaskan bagaimana cara kita digiring oleh Allah untuk menemukan “cara” yang tepat nan pantas memuji Allah Swt sebagai tuhan semesta alam dengan ayat (الحمد لله رب العالمين). “Wahai hamba-Ku ucapkanlah Alhamdulillah ketika engkau ingin bersyukur dan memuji-Ku. Bersyukurlah kepada-Ku atas kebaikan-Ku kepada kalian. Aku adalah Allah yang memiliki keagungan, yang esa dalam mencipta, Tuhan jin, manusia serta malaikat, langit dan bumi. Puji dan syukur hanya milik Allah Tuhan semesta alam, bukan sesembahan yang lainnya.

Baca juga:  Antara Ulama Organik dan Biopolitis: Berkaca pada Gus Dur

Kemudian pada ayat (الرحمن الرحيم), Syekh Ali menafsirinya dengan “Dzat yang rahmat-Nya mencakup segala sesuatu, anugerah-Nya menyeluruh kepada seluruh makhluk. Dengan nikmat yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya baik dalam hal penciptaan, rizki maupun hidayah yang menghantarkan kepada kebahagiaan dunia akhirat. Allah adalah Tuhan yang luhur, rahmat-Nya agung juga kebaikan-Nya langgeng.

(مالك يوم الدين); Allah SWT adalah Dzat pemilik hari pembalasan dan perhitungan amal, penguasa hari pembalasan sebagaimana seorang raja pada kerajaannya. Kemudian syekh Ali menyebutkan korelasi ayat tersebut dengan ayat 19 Al-Infitar. Di mana dalam ayat tersebut dikatakan: “hari itu (hari pembalasan) tidak ada jiwa yang menguasai jiwa yang lainnya sedikitpun, semua keputusan pada hari itu milik Allah”.

Selanjutnya pada ayat (إياك نعبد وإياك نستعين), Syekh Ali mengajak kita untuk khusyuk meng-hanyakan Allah sebagai dzat yang disembah dan dipintai pertolongan; “Kami mengkhususkan-Mu ya Allah dalam ibadah juga meminta pertolongan. Kami tidak menyembah kepada selain diri-Mu. Hanya kepada-Mu kami merendah, tunduk dan khusuk. Dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan untuk bisa taat kepada-Mu dan meraih ridho-Mu. Engkau adalah dzat yang berhak memiliki segala keluhuran dan keagungan. Dan tidak ada yang mampu menolong kami selain Engkau”.

(اهدنا الصراط المستقيم); “berilah kami petunjuk pada jalan-Mu yang benar dan agama-Mu yang lurus. Berilah ketetapan kepada kami dengan Islam yang telah Engkau utus karenanya nabi-nabi dan rasul-rasul juga rasul terakhir yang engkau utus karenanya. Dan jadikanlah kami termasuk orang yang mengarungi jalan orang-orang yang dekat dengan-Mu.

Baca juga:  Sejarah Pesantren hingga Menjadi Simbol Moderasi Islam di Indonesia

Dan pada ayat yang terakhir (صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين); Syekh Ali memungkasi tafsirnya dengan apik: “yakni jalan orang-orang yang Engkau beri anugerah kepada mereka dari kalangan nabi, shidiqin, para syahid dan orang shaleh. Dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk ke dalam musuh-musuh-Mu yang menyimpang dari jalan yang benar, dari umat Yahudi yang “Al-Maghdub” dan Nasrani yang “Dhallin“. Wallahu a’lam.

Ref, Syekh Ali Al-Shabuni, Shafwat at-Tafasir Jilid 1, Beirut: Daar Al-Qur’an Al-Karim.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top