Ketika kita melihat sebuah karya yang luar biasa, sebut saja seumpama buku bacaan, biasanya kita akan tertarik untuk mengetahui siapa yang membuatnya, ingin mengetahui profilnya. Begitupun Arudh, tak lengkap rasanya jika kita tidak mengetahui profil sang maestro pencetusnya. Siapakah pencetusnya?
Sebut saja ia, Imam Kholil (100-170 H, 718-786 M), seorang pakar bahasa, arudh, dan nahwu. memiliki nama lengkap Abu Abdirrahman Al-Kholil bin Ahmad bin Amr bin Tamim Al-Farahidi. Atau Al-Furhudi, nisbat untuk Farahid bin Malik bin Fahm bin Abdullah bin Malik bin Mudhor.
Imam Kholil lahir dan wafat dikota Basrah, tapi ada juga yang mengatakan bahwa beliau adalah penduduk Oman yang kemudian pindah ke kota Basrah. Imam Kholil adalah guru Imam Sibawaih, salah satu dari Al-Aimmat al-Lughah (Ahli bahasa).
Imam Kholil memilki banyak karangan dalam bidang sastra, kitab Al-Arudh, Tafsir huruf Al Lughat, An-Nagham (kitab mengenai lagu), An-Naqt wa Al-Syakl dan yang lainnya, tapi dari sekian banyak karangan Imam Kholil yang paling populer dan sampai dipublikasikan ialah kitab Al-Ain (Kitab Mu’jam Lughat al-Arabiyyah pertama)
Dr. Umar At-Thiba’ dalam muqaddimah kitab Ahda sabil Ila Ilmay Al-Kholil Al-Arudh Wa Al Qafiyah karangan Syekh Mahmud Musthafa mengatakan: Kita tidak akan bisa memahami ungkapan Ibnu Salam (756-845 H) dalam menyifati Imam Kholil yang mengatakan bahwa: “Saya pernah mendengar guru-guru saya berkata: setelah masa sahabat dalam bangsa arab tidak ada lagi orang yang cerdasnya melebihi Imam Kholil.”
Dr. Umar mengomentari pendapat tersebut dengan mengatakan, “Selagi kita tidak memahami sacara menyeluruh maksud dari ucapan tersebut dan melakukan penelitian secara mendalam, tidaklah baik bagi kita untuk menelan mentah-mentah ucapan beliau.”
Akan tetapi jika kita membandingkan ungkapan Ibnu Salam dengan pendapat yang diutarakan oleh Ibnu Al-Muqaffa’ (724-759 H) yang mengatakan bahwa “Akal Imam Kholil itu lebih banyak dari Ilmunya.”
Maka akan jelas bagi kita bahwa adanya perbandingan yang transparan antara kecerdasan dan keilmuan Imam Kholil. Ungkapan bahwa Imam Kholil adalah orang yang paling cerdas bukanlah hal yang tidak mungkin dan berlebihan, selagi cakupan ungkapan tersebut masih dalam ruang lingkup Ilmu –ilmu bahasa Arab, Nahwu serta Arudh.
Diantara hal yang tidak diragukan lagi keabsahannya mengenai kecerdasan Imam Kholil dalam bidang bahasa ialah Ilmu Arudh yang beliau cetuskan, Ilmu mengenai metode identifikasi kesahihan suatu Syiir. pengetahuannya akan bangsa Yunani, ketertarikannya dengan musik, serta didasari dengan keinginan memiliki pengetahuan yang belum dimiliki oleh orang lain, mendorongnya untuk mendasari ilmu ini. Menciptakan ruang lingkup pembahasan serta mencetuskan tafilah-tafilah (bentuk-bentuk wazan syiir) yang menjadi dasar untuk mengidentifikasi syiir Arab.
Imam Ibnu Khalkan (1211-1282 H) menyebutkan dari Hasan bin Hamzah Al-Isfahani (893-961 M), seorang Filolog dan Sejarawan Persia mengatakan bahwa Imam Kholil mendapatkan petunjuk mengenai wazan-wazan Arudh karena mendengar dentuman antar baja atau tembaga yang ditempa, yang kemudian menghasilkan irama.
Ada lagi riwayat lain dari Abdullah bin Al-Mu’taz (861-908 H) bahwa diantara sebab Imam Kolil mencentuskan Ilmu Arudh ialah suatu hari ketika beliau melewati pasar Al-Qassarin yang ada di kota Basrah. ia mendengar ketukan para pandai besi dengan suara yang berbeda-beda, ia berhenti dan mendengarkan perbedaan suara tersebut. Kemudian ia bergumam, “Demi Allah , sungguh aku akan membuat satu fan ilmu sebab apa yang telah aku temukan ini.” Setelah itu beliau mencetuskan ilmu Arudh.
Imam Kholil sering berdiam di rumah dan melakukan penelitian, sehingga dianggap gila oleh saudaranya. Penelitiannya dilakukan dengan cara meletakkan sebuah wadah di depannya, dan mengetuk-ngetuknya dengan kayu sambil bergumam: فعولن,مستفعلن,فاعلن) fa’ilun, mustaf’ilun, faulun).
Kejadian ini diketahui oleh saudaranya. Saudaranya pergi ke Masjid dan berkata, “Saudaraku telah gila.” Saudaranya yang mengetahui hal itu, membawa warga menuju rumahnya, sedang Imam Kholil masih saja mengetuk-ngetuk wadah dengan kayu.
“Wahai Abi Abdirrahman, apa yang sedang kau lakukan? Kau kenapa? Apa kau butuh pengobatan?”
“Apa itu, aku tidak sakit apa-apa.”
“Saudaramu menganggap engkau sudah gila.” Kemudian Imam Kholil menyenandungkan Syiir dengan berkata:
“Kalau saja engkau tahu apa yang aku ucapkan(kerjakan) engkau pasti memaafkanku atau aku yang tidak mengerti apa yang engkau ucapkan maka aku akan menghinakanmu. Akan tetapi engkau tidak mengetahui apa yang aku ucapkan sehingga engkau menghinaku, dan aku tahu bahwa engkau tidak tahu maka engkau ku maafkan.”
Banyak sekali riwayat, yang menyebutkan bagaimana Imam Kholil sampai terinspirasi membangun dasar atau wazan yang digunakan untuk mengidentifikasi syiir. Cerita-cerita mengenai riwayat asal-usul Arudh tersebut dapat dilihat dalam muqaddimah kitab Ahda Sabil ila Ilmay Kholil al-Arudh wa al-Qafiyah, karya Syekh Mahmud Musthafa.
Imam Kholil sama seperti kebanyakan ulama pada umumnya, menjadi suri tauladan, panutan bagi umat. kata-katanyapun tak luput dari nasihat.
Diantaranya, nasihat Imam Kholil yang juga dikutip oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulum ad Din, yang sangat menginspirasi ialah Imam Kholil membagi jenis manusia ketika dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, menjadi empat:
Pertama, seseorang yang alim dan ia tahu bahwa dirinya alim, ia aktif berperan mengamalkan ilmunya, maka orang tersebut ialah orang alim yang hendaknya diikuti.
Kedua, seseorang yang alim tapi ia tidak mengetahui bahwa ia alim, ia tidak aktif berperan mengamalkan ilmunya, maka orang tersebut ialah orang yang sedang lalai dan harus diingatkan. Ketiga, seseorang yang bodoh dan ia tahu bahwa ia bodoh, ia belajar untuk menghilangkan kebodohannya, maka orang tersebut adalah seorang pelajar bantulah ia.
Keempat, seseorang yang bodoh tapi ia tidak tahu ia bodoh, ia menyombongkan diri dari belajar, maka orang tersebut adalah orang bodoh yang harus dijauhi.
Wallahu a’lam.