Tradisi pesantren yang terus dipertahankan hingga saat ini ketika telah memasuki bulan Ramadhan adalah pengajian pasan. Artinya, pengajian khusus bulan puasa yang diisi dengan menghatamkan beberapa kitab tertentu guna berharap mendapat keberkahan bulan Ramadhan.
Bahkan, tradisi pengajian pasan juga kerap diikuti oleh santri ‘non-pesantren’ yang secara khusus ingin menikmati suasana pesantren di bulan Ramadhan atau lazim dikenal dengan istilah ‘Pondok Ramadhan’. Bulan Ramadhan memang selalu istimewa, sehingga mengetahui segala hal yang berkaitan dengan bulann Ramadhan selalu menarik selera.
Satu di antara kitab yang membahas seluk beluk tentang bulan Ramadhan sekaligus sering dijadikan sebagai kitab khataman pada bulan Ramadhan di pondok pesantren saya dulu adalah Kanz al-Ghufron bi Khosoisho Syahri Ramadhon karya Abi Muhammad Ahmad Romly bin Abdul Majid as-Syafi’i al-Qorsi’i al-Makky.
Di dalam kitab ini, dijelaskan segala hal tentang bulan Ramadhan. Mulai dari pengertian bulan Ramadhan, penentuan bulan Ramadhan, kekhususan bulan Ramadhan (terkait kewajiban puasa, keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan, salat tarawih, dan lain-lain), zakat fitrah, hingga hal yang paling diburu oleh umat islam di seluruh penjuru dunia ketika bulan Ramadhan (malam lailatul qadr). Semua pembahasan dalam kitab Kanz al-Ghufron bi Khosoisho Syahri Ramadhon juga tetap berdasarkan Al-Quran, hadits, dan pendapat dari empat madzhab (Syafi’i, Hambali, Maliki, dan Hanafi).
Terkait pengertian bulan Ramadhan, Syaikh Ahmad Romly menyebutkan bahwa penamaan ‘Ramadhan’ sejatinya didasari atas kebiasaan bangsa Arab yang lazim menamai suatu hal sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Sementara bulan Ramadhan memang sesuai dengan kondisi cuaca pada masa itu, yakni musim panas. Oleh sebab itu, bulan wajib puasa dinamai ‘Ramadhan’ karena ‘Ramadhan’ berasal dari kata ‘ar-Ramdhu’ yang bermakna panas tingkat tinggi atau sangat panas (halaman 4).
Selain penjelasan tentang asal-usul penamaan bulan Ramadhan, kitab Kanz al-Ghufron bi Khosoisho Syahri Ramadhon juga menjelaskan tentang kekhususan bulan Ramadhan atau hal-hal yang hanya ada di bulan Ramadhan, tidak ada di bulan-bulan lainnya. Kekhususan-kekhususan itu antara lain bulan Al-Quran diturunkan, kewajiban berpuasa, keistimewaan sedekah selama Ramadhan, lailatul qadr, salat tarawih, i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, berlipat gandanya amal saleh di bulan Ramadhan, dan keutamaan umrah di bulan Ramadhan. Bahkan Syaikh Ahmad Romly menulis bab khusus tentang meninggalkan pekerjaan demi menyibukkan diri untuk beribadah selama bulan Ramadhan (halaman15-16). Dalam bab ini, Syaikh Ahmad Romly memberikan pandangan dari para ahli fiqih dalam menyikapi masalah seperti itu.
Tak ketinggalan, Syaikh Ahmad Romly menjelaskan ihwal hikmah berpuasa. Seperti sebagai jembatan untuk mensyukuri nikmat dari Allah SWT, sarana untuk bertakwa kepada Allah SWT, menekan hawa nafsu beserta syahwat, menarik rasa kasih sayang terhadap saudara-saudara yang kurang mampu, dan melawan godaan setan (halaman17-18).
Di antara banyak bab yang diulas secara efektif oleh Syaikh Ahmad Romly, agaknya bab yang paling memicu perhatian adalah bab tentang lailatul qadr. Sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan dan keberadaannya masih menjadi rahasia. Di dalam bab tanda-tanda lailatul qadr, Syaikh Ahmad Romly menyebutkan beberapa tanda malam yang dapat dikategorikan sebagai lailatil qadr. Satu di antaranya adalah hadits marfu’ dari Ubadah bin Shomit, bahwa lailatul qadr adalah malam yang hawanya tidak terlalu dingin juga tidak terlalu panas atau gerah (halaman 37). Untuk tanda-tanda selanjutnya dapat dibaca secara langsung di kitabnya.
Jadi, sudah siap melewati bulan Ramadhan dengan Kanz al-Ghufron kan?