
Kiai Muhammad Al-Fayyadl, intelektual muda NU asal Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, diundang oleh Forum Komunikasi Santri Pulau Bali (Foksa-PB) untuk berdialog dengan masyarakat Muslim Bali, pada Jum’at (21/03/2025) di Masjid Nurul Hikmah, Desa Pemuteran, Kec. Grokgak, Kab. Buleleng, Bali
Kiai muda yang kerap disapa Gus Fayyadl ini diminta untuk membahas tentang “Muhasabah Ramadan Menuju yang Fitri”.
Pada awal dialog Kiai muda yang menekuni bidang filsafat dan tasawuf ini, menggugah kalimat yang sangat puitis. “ Ibarat kereta, kita hampir sampai di stasiun Ramadan.”
Di masa-masa akhir bulan Ramadan ini, menurutnya, jangan sampai lengah dari ibadah yang dianjurkan di bulan suci ini. Sebab, baik buruknya suatu amal, dinilai dari akhirnya. Sambil membetulkan kabel microphone dan menatap jama’ah, ia memperkuat argumennya, “Amal yang banyak, bisa habis ketika endingnya tidak baik.”
Meski demikian, Gus Fayyadl menganjurkan kepada seluruh jama’ah agar memperbanyak sholawat di bulan Ramadan. “ Selain mendapatkan pahala yang berlipat-lipat, sholawat dapat menutup defisit amal di hari kemarin”. Katanya meyakinkan.
Kembali pada tema dialog, Gus Fayyadl menjelaskan makna muhasabah. Menurutnya, muhasabah bukan berarti menyesali segala sesuatu yang pernah terjadi. Akan tetapi, muhasabah itu bersyukur atas segala hal baik dan bertaubat atas segala hal buruk yang pernah terjadi di hari kemarin.
Untuk bermuhasabah, sebetulnya tidak mesti di Ramadan saja. Apalagi Ramadan bukan termasuk 4 bulan haram (mulia). Gus Fayyadl mengingatkan kepada semua jam’ah agar tidak menggantungkan sesuatu terhadap satu moment saja. Seperti bermuhasabah atau menggantungkan amal pada Bulan Ramadan saja.
Gus Fayyadl sangat mewanti-wanti agar jangan sampai setelah Ramadan berlalu, tingkah laku manusia kembali lagi seperti semula. Meski demikian, Ramadan bisa dijadikan sekolah atau madrasah untuk membentuk pribadi yang lebih baik dan taat kepada Allah.
Apabila seseorang lulus di madrasah Ramadan, maka bisa dipastikan akan terus berbuat baik setelah bulan suci ini berlalu. Kiai muda lulusan Universite de Paris VII, Prancis, ini menguraikan tanda-tanda orang yang lulus di madrasah Ramadan. Diantaranya: semakin senang melakukan amalan sunah. “Derajat seseorang bisa naik di sisi Allah karena amalan-amalan sunah.” Jelasnya. Selanjutnya, timbul keyakinan atas janji-jani Allah SWT. Baik berupa pahala maupun dosa. Dan terakhir, semakin tinggi rasa syukur, sabar, dan ikhlas atas apa yang dberikan oleh Allah SWT.
“Ramadan bisa menjadikan orang yang tidak baik menjadi baik, yang baik menjadi lebih baik, yang lebih baik menjadi sempurna.” Imbuhnya.
Sekitar satu jam Gus Fayyadl menyampaikan materinya. Setelah itu, para jama’ah diberikan kesempatan untuk bertanya, dengan ketentuan dua orang penanya, sebab malam sudah semakin larut.
Keduanya itu adalah Wafi, alumni PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Pak Yusuf, tokoh masyarakat di desa tersebut. Pertanyaan pertama tentang tips agar khusyuk dalam sholat. Sedangkan pertanyaan kedua, tentang makna Imsak.
Gus Fayyadl menjawabnya dengan gamblang. Agar bisa khusyuk, menurutnya, seseorang harus memastikan kesempurnaan rentetan sebelum sholat, seperti wudhu’. Menurut sebagian ulama, kata Gus Fayyadl, khusyuk itu saat seseorang berhasil memalingkan segala kondisi di luar sholat. Dan masih menurut sebagai ulama, kata Gus Fayyadl lagi, khusyuk itu terhitung saat rakaat pertama.
Adapun makna Imsak, Gus Fayyadl menjelaskan bahwa secara bahasa Imsak itu sama dengan shaum, yakni “menahan”. Namun Imsak yang biasa dibacakan saat sahur, itu merupakan batas terakhir orang boleh makan dan minum.