Kekalahan kaum Quraish di medan Badar benar-benar membuat luka mendalam bagi mereka. Trauma dan pesakitan terus menghantui mereka hingga beberapa hari setelah peperangan. Peperangan yang awalnya diprediksi menjadi kemenangan kaum Quraish karena jumlah pasukan lebih banyak berbalik arah menjadi kemenangan kaum Muslimin yang hanya berjumlah ratusan.
Kaum kafir begitu berang. Mereka kemudian kembali menyusun strategi untuk balas dendam. Abu Sufyan, salah seorang pembesar Quraish membuat komunitas khusus yang terdiri dari keluarga Quraish yang terbunuh di medan perang. Mereka sudah bulat akan mati-matian menuntut balas. Masuk dalam komunitas ini, Hindun binti Utbah, yang ayah, paman dan saudara kandungnya tewas dalam perang Badar.
Sebelum benar-benar pergi ke Uhud, Zubair bin Muth’im bertemu dengan budak yang tubuhnya berbadan kekar, Wahsyi bin Harb. Zubair tetap menaruh dendam berkesumat pada kaum Muslimin, khususnya Hamzah sebab pamannya, Thuaimah terbunuh di tangan paman nabi itu. Ia berharap membalas duka dengan meminta Wahysi untuk bekerja khusus di medan Uhud untuk membunuh Hamzah.
Tanpa berfikir lama Wahsyi menyanggupi. Bukan tanpa alasan. Ia menyanggupi sebab hadianya ia akan dimemerdekakan jika berhasil membunuh Hamzah. Tibalah perang Uhud. Dua pasukan bertemu dan perang meledak. Wahsyi tidak ikut terlibat duel dengan siapapun. Fokus utamanya adalah Hamzah. Bagi Wahsyi, Hamzah gampang dikenali. Ia memakai selembar bulu burung unta di topi perangnya. Topi ini dipakai oleh para prajurit utama yang memiliki keberanian dan ketokohan.
Benar saja Hamzah memang prajurit perang papan atas. Dia bergerak dengan lincah. Semua musuh yang mendapatinya pasti tersungkur kalah. Wahsyi bergerak dengan penuh hati-hati. Ia kemudian menemukan momen yang pas, dengan segera tombaknya ia luncurkan ke tubuh Hamzah. Hamzah kemudian tersungkur.
Setelah memastikan kematian Hamzah, Wahsyi berbalik arah. Ia keluar dari medan perang dan menepi ke tenda tentara. Tujuan utamanya memang hanya membuh Hamzah. Sebab dengan itu ia bisa merdeka. Statusnya sebagai budak bisa lepas.
Setelah perang usai. Hindun kemudian mendekati jenazah Hamzah. Ia benar-benar menumpahkan kemarahannya dengan memutilasi tubuh Hamzah. Perutnya dibedah dikeluarkan semua isinya. Telinga, hidung dan beberapa anggota badan Hamzah dilepas. Peristiwa itu yang tak pernah dilupakan nabi. Tiap mengingat peristiwa itu, nabi sedih dengan penuh kesedihan.
……………
Waktu terus berjalan. Islam makin dikenal dan diikuti banyak orang bukan hanya bangsa arab tetapi juga non arab. Hingga kemudian rencana nabi dan kaum muslimin untuk menaklukkan Mekkah terdengar santer. Kaum kafir yang di Mekkah ngeri-ngeri sedap, termasuk Wahsyi. Dalam benak mereka, jika Muhammad benar-benar menaklukkan Mekkah pastilah mereka akan dihajar habis-habisan.
Wahsyi sebagai salah satu orang punya salah besar merasakan kekhawatiran itu. Ia bingung hendak pergi mengungsi kemana. Dia sudah berencana pergi ke Yaman, Suriah dan beberapa negara lain. Tapi itu sepertinya mustahil. Ia begitu bingung bukan main. Di tengah kegelisahannya, ia mendapati sebuah nasehat.
“Celakalah engkau Wahsyi! Demi Allah Muhammad Saw. tak akan membunuh siapapun yang telah masuk ke agama mereka dan berikrar dengan syahadat.”
Ketika mendengar nasehat tersebut Wahsyi karuan saja menuju Madinah. Di Madinah tujuan utamanya adalah bertemu dengan nabi. Dan ia mendapati nabi sedang di Mesjid. Di Mesjid ia bersimpuh di depan nabi. Dan menyatakan keislamannya dengan penuh khidmat.
Mendengar ada seorang mengucapkan syahadat nabi menoleh kepada orang itu. Setelah tahu bahwa laki-laki yang di depannya adalah Wahsyi nabi memalingkkan kembali wajah mulianya sembari berkata:
“Apakah engkau Wahsyi?”.
“Betul, nabi”. Wahsyi menjawab.
“kemarilah dan duduk! Ceritakan kenapa engkau dulu membunuh Hamzah?”. Tanya nabi dengan penuh rasa sedih.
Wahsyi kemudian menceritakan secara lengkap kenapa ia membunuh Hamzah berikut motif-motifnya. Ketika Wahsyi bercertia rasul sama sekali tak bisa menatap wajah laki-laki yang membunuh paman yang paling terdepan membela beliau. Beliau selalu berpaling melihat wajah Wahsyi. Setelah Washyi selesai bercerita, rasul kemudian bersabda:
“Celakalah engkau Wahsyi! Sejak hari ini dan seterusnya jangan tampakkan wajahmu di hadapanku. Aku tak akan melihatmu lagi”. Ujar rasul penuh haru. Wajar saja rasul begitu sedih. Siapa yang kuat menahan sedih paman yang paling mencintainya dibunuh secara brutal. Naluri kemanusiaan pasti merasakan itu.
Sejak itu Wahsyi berusaha tak menampakkan diri di hadapan rasul hingga kemudian beliau wafat. Setelah nabi wafat dan kemudian digantikan oleh Abu Bakar muncul orang-orang murtad dan banyak nabi palsu. Di antaranya adalah Musailimah al-Kaddzab. Khalifah Abu Bakar berencana memerangi mereka.
Ketika waktu sudah ditentukan Wahsyi juga ikut andil dalam peperangan ini. Sedari awal target utamanya adalah Musailmah, sosok yang mengaku sebagai nabi. Perang meletus, kaum muslimin mudah mengalahkan mereka. Sang nabi palsu berhasil dibunuh dan yang membunuh adalah Wahsyi, orang yang dulu membunuh Hamzah. Senjatanya pun sama: tombak yang digunakan untuk membunuh Hamzah digunakan membunuh Musailimah.
Dengan demikian, seperti catatan para sejarawan, Wahsyi membunuh laki-laki paling baik setelah nabi Muhammad sebagaimana ia membunuh laki-laki paling buruk yang ada setelah nabi Muhammad.[]