Sedang Membaca
Abu Thalhah Al-Anshari: Demi Cinta Rela Pindah Agama

Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Abu Thalhah Al-Anshari: Demi Cinta Rela Pindah Agama

Husein fahasbu

Suatu waktu tersiar kabar secara bertubi-tubi bahwa Rumaisha binti Milhan, seorang perempuan cantik jelita yang menjadi idola banyak orang sedang menjanda. Suaminya baru saja meninggal dunia. Siapa tak jatuh hati jika tahu profil Rumaisha, ia cantik rupanya, sempurna akalnya, hampir tak ditemukan kekurangan dalam dirinya.

Abu Thalhah al-Anshari dengan sigap ingin melamar perempuan cantik itu. Ia bergerak cepat, sebelum didahului orang lain. Abu Thalhah tampaknya begitu percaya diri akan diterima oleh Binti Milhan. Ia kaya dan berada dalam keluarga yang cukup terpandang di Madinah. Abu Thalhah adalah penunggang kuda terbaik Bani Najjar dan atlet panahan papan atas pada waktu itu.

Dengan mantap sepertli seorang pahlawan yang menuju medan perang Abu Thalhah menuju kediaman Rumaisha. Perjalanan terasa singkat, tiba-tiba ia sudah berada di kediaman yang perempuan cantik. Di dalam rumah Rumaisha ditemani anaknya menerima Abu Thalhah dengan ramah. Tanpa menunggu lama, Abu Ubaidah menyampaikan maksud dan tujuannya, yakni melamar tuan rumah.

Mendengar permohonan Abu Ubaidah, laki-laki elit yang memiliki segalanya seantero Madinah, Rumaisha berkata dengan halus:

“Wahai Abu Thalhah, laki-laki sepertimu tak layak ditolak perempuan manapun. Namun ketahuilah aku tak akan menikah dengan dirimu karena kamu adalah orang kafir!”

Mendengar jawaban itu, Abu Thalhah tak marah. Ia masih tetap terpana dengan Rumaisha. Ia justru berfikir, jangan-jangan ini hanya alasan yang dibuat-buat saja. Jangan-jangan Rumaisha sudah dilamar laki-laki yang lebih kaya dan lebih terhormat dari dirinya. Ia terus berfikir yang aneh-aneh. Hingga ia melanjutkan perkataannya:

Baca juga:  Ulama Banjar (114): Prof. Dr. H. Alfani Daud

“Jujurlah adinda Rumaisha, apa gerangan sehingga dinda tidak menerimaku? Adinda minta apa? Emas? Perak? Aku akan berikan kepada adindaku semua!”

Mendengar rayuan maut Abu Thalhah, Rumaisha dengan tegas kembali berkata:

“Abu Thalhah! Sungguh aku bersaksi atas kemulian-kemulian engkau dan aku juga bersaksi atas nama Allah dan rasul-nya, jika engkau masuk Islam aku ikhlas sepenuh hati menjadi istrimu tanpa kau perlu beri emas atau perak. Jadikanlah keislamanmu sebagai mahar bagiku.”

Mendengar ucapan Rumaisha, fikirin Abu Thalhah melayang kemana-mana. Ia teringat patung yang terbuat dari kayu-kayu terbaik yang ia jadikan sesembahan di kediamannya. Melihat Abu Thalhah tak kunjung mengambil sikap, Rumaisha melanjutkan perkataannya:

“Apakah kanda tidak tahu bahwa tuhan yang kanda sembah di rumah itu berasal dan tumbuh dari tanah?”

Abu Thalhah menjawab:

“Iya, betul.”

Rumaisha melanjutkan dengan kata-kata pamungkas:

“Apakah kanda tidak malu, kanda menyembah batang kayu yang sebagiannya dijadikan Tuhan dan sebagiannya lagi dijadikan kayu bakar? Sungguh jika kanda masuk Islam aku rela menjadi istrimu dan aku tak meminta mahar apapun darimu kecuali keislamanmu!”

Cinta tak bisa dibohongi. Apapun permintaan kekasih pasti selalu dituruti. Abu Thalhah kembali bertanya:

“Siapa yang akan menuntunku masuk Islam?  dan bagaimana caranya?”

Rumaisha menjawab:

Baca juga:  Buya Syafii Maarif, Gus Dur, dan Pendekar Chicago

“Aku yang akan menuntun dan menyaksikan keislamanmu. Bacakan dua kalimat syahadat dan pulanglah kerumahmu, robohkan patung-patung di rumahmu itu!”

Dengan begitu bahagia dan cekatan Abu Thalhah mengikrarkan keislamannya dengan dua kalimat syahadat dan cita-citanya berhasil, yaitu menikahi Rumaisha Binti Milhan.

Kisah romantis dua orang ini kemudian menyebar begitu cepat ke seantero kota Madinah. Perempuan-perempuan Madinah terharu biru. Sebagian dari mereka ada yang berkomentar:

“Kami tak pernah mendengar mahar yang paling mulia sama sekali kecuali mahar yang diberikan oleh Abu Thalhah kepada Rumaisha Binti Milhan. Mereka menjadikan Islam sebagai mahar pernikahan keduanya.”

Andai dulu sudah ada Instagram mungkin foto pernikahan mereka berdua akan viral di Instagram dan diberi caption: Masyaallah Tabarakallah.[]

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top