Kebiasaan masyarakat Jahiliyah sebelum datangnya Islam adalah menamai anak mereka dengan nama yang aneh. Misal Abd al-Syamsi, hamba matahari, al-Harrah, api menyala, al-Harb perang dan lain sebagainya. Itu juga yang menimpa Abu Hurairah. Sebelum masuk Islam ia bernama Abd. Al-Syams. Ketika bertemu rasulullah pertama kali namanya diubah menjadi Abdurrahman. Sementara panggilan Abu Hurairah, yang artinya bapak kucing mungil adalah pemberian rasul juga karena ia pernah terlihat bermain dengan anak kucing.
Sejak masuk Islam di tangan Thufail ibn Amr, maka sejak itu juga Abu Hurairah membersamai rasul penuh waktu. Ia tak kemana-mana dan menjadikan mesjid Nabawi sebagai tempat tinggal. Hingga ia dikenal sebagai Ahlu al-Shuffah, yakni sekumpulan laki-laki yang mendiami mesjid untuk menimba ilmu dari nabi. Abu Hurairah begitu leluasa bersama nabi dan kerasan tinggal di mesjid sebab ketika nabi masih hidup ia tak memiliki anak dan istri. Ia hanya punya seorang ibu sepuh, yang tak masuk Islam. Abu Hurairah sudah berusaha mengajak ibunya untuk masuk Islam akan tetapi selalu gagal. Daripada terjadi perselisihan, ia memilih pergi dan diam bersama nabi.
Jika teringat kondisi ibunya, Abu Hurairah selalu bersedih. Lebih-lebih dalam sebuah kesempatan, pasca ia kembali menyeru sang ibu masuak Islam, sang ibu justru berkata tentang nabi dengan perkataan yang kasar. Ia pun bersedih. Melihat ia bersedih, nabi bertanya:
“Apa yang membuatmu bersedih wahai Abu Hurairah?!”
Abu Hurairah menjawab:
“Aku senantiasa mengajak ibuku masuk Islam namun ia tak pernah merespons ajakanku, suatu kesempatan aku kembali mengajak beliau dan justru berkata kasar tentangmu, nabi. Maka tolong doakan ibuku supaya hatinya bisa menerima Islam, Wahai Nabi!”
Nabipun mendoakan ibu Abu Hurairah. Selang beberapa lama, tepatnya ketika ia pulang ke rumah untuk suatu keperluan, ia mendengar sendiri sang ibu mendeklarasikan keislamannya. Kemudian ia kembali kepada nabi dengan begitu bahagia hingga menangis seperti ia menangis ketika bersedih melihat nabi dihina ibunya.
……..
Abu Hurairah tak pernah lelah membersamai nabi. Tiap hari tiap waktu ia melihat nabi. Saking cintanya kepada nabi, ia berkata, “Aku tak pernah bosan melihat nabi; tak pernah aku melihat yang lebih manis dan memuaskan kecuali wajah nabi. Ketika aku melihat wajah beliau aku seperti melihat matahari berjalan di wajahnya”
Kebersamaan bersama nabi tidak hanya digunakan untuk sekadar bertemu saja. Abu Hurairah menggunakan kesempatan itu untuk belajar ilmu agama, al-Qur’an dan hadis nabi. Ia memang begitu cinta kepada ilmu pengetahuan. Hingga saking cintanya pada ilmu, ia tak sempat bekerja untuk sekadar mencari makan.
Suatu hari ia begitu lapar sehingga ia mengikatkan batu di perutnya. Kemudian dia duduk di jalan yang biasa dilalui para sahabat. Selang beberapa lama, rasulullah lewat dan beliau tahu kalau Abu Hurairah kelaparan. Kemudian beliau memberi Abu Hurairah segelas susu untuk diminum bersama Ahlus Suffah yang lain.
Zaid ibn Tsabit mengisahkan. Suatu waktu ia bersama sahabatnya dan Abu Hurairah di emperan mesjid nabi. Kemudian nabi ikut nimbrung dan mempersilahkan mereka berdoa tentang apa yang menjadi hajatnya. Nabi akan mengamini doa mereka. Berdoalah Zaid dan sahabatnya, mereka menyebut segala hajat dan keinginannya. Kemudian giliran terakhir Abu Hurairah berdoa, ia berdoa, “Ya Allah Swt! aku minta apa yang dua orang sahabatku ini minta dan ilmu yang tak pernah dilupakan”.
Mendengar doa Abu Hurairah, Zaid dan sahabatnya kaget bukan main. Lalu mereka meminta yang diminta Abu Hurairah. Nabi merespons, “Kalian kalah cepat dengan laki-laki dari suku al-Daus”. Berkat doa berkah dan ketekunan membersamai nabi itulah Abu Hurairah menjadi salah seorang sahabat yang spektakuler, yaitu sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis nabi (al-Muktsiru min riwayah al-Khabar). Ia berhasil meriwayatkan sekitar 5374 Hadis nabi.[]