Di antara beberapa sahabat nabi ada beberapa sahabat yang nama depannya Abdullah. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Abadilah, yakni sahabat yang nama depannya Abdullah. Secara berurutan mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar, Abdullah Abdullah bin Jakfar, Abdullah bin Amr dan Abdullah bin Abbas.
Nama terakhir ini yang akan dibahas dalam tulisan ini. Abdullah adalah putra Abbas, paman nabi. Dia memiliki banyak kemulian dari berbagai aspek: dari segi kekerabatan dengan nabi, ia adalah anak paman nabi. Dari segi keilmuan ia adalah sahabat yang memiliki keilmuan nyegoro (bahr al-Ilm). Dari segi ketakwaan, ia dikenal sebagai sahabat yang gemar berpuasa (Shawwam bi al-Nahar) dan gemar melakukan salat malam (qaim bi al-Lail) sembari menangis hingga air mata mengalir begitu deras di kedua pipinya.
Ibnu Abbas termasuk sahabat yang popular dengan luas dan kedalaman ilmu yang dimiliki. Ia alim sekaligus arif, yakni begitu mengetahui keesaan Allah Swt. dia disebut paling mengerti al-Qur’an, paling mengeti tafsir al-Qur’an dan paling mengerti rahasia-rahasia al-Qur’an. Di tengah kelebihan itu semua, yang menarik ia usianya begitu amat beliau.
Bayangkan saja, ia lahir tiga tahun sebelum nabi hijrah ke Madinah. Dengan demikian, ketika nabi wafat, ia masih berusia 13 tahun. Tapi jangan dipandang sebelah mata, anak muda yang masih berusia kanak-kanak ini berhasil mengamankan sekitar 1.660 hadis.
Itu semua tak mengherankan sebab sejak baru pertama kali ia lahir dari ibundanya, ia langsung diserahkan kepada nabi. Nabi kemudian mentahnik (semacam memberi makanan yang sudah beliau kunyah dengan halus. Ini kemudian menjadi tradisi agar anak kecil ditahnik kepada para tokoh) Ibnu Abbas. Maka makanan pertama yang masuk ke tenggorakan Ibnu Abbas adalah makanan yang bercampur liur nabi yang suci.
Ketika sudah masuk usia tamyiz (kira-kira usia 5 tahun-an), ia terus membersamai nabi. Ibnu Abbas memiliki akses khusus kepada nabi karena ia masih kerabatnya. Hingga ia tak begitu riskan dengan nabi. Saking dekatnya dengan nabi, jika beliau hendak berwuduk maka yang menyiapkan adalah Ibnu Abbas. Jika nabi hendak salat, ia berdiri di sampingnya. Jika nabi hendak melakukan perjalanan ia ikut dibonceng bersama nabi. Dalam titik ini, disebut bahwa Ibnu Abbas seperti bayangan nabi: ia selalu ikut nabi kemanapun beliau pergi.
Suatu malam, nabi hendak melakukan salat. Ibnu Abbas dengan cekatan menyediakan air. nabipun tersenyum bahagia melihat ketangkasannya. Ketika salat mau dimulai, nabi berisyarat agar ia berdiri di samping nabi. Ibnu Abbas tak berkenan. Ia memilih berdiri di belakang beliau. Selepas salat, nabi memeriksanya:
“Kenapa kau tidak berdiri di sampingku, wahai Ibnu Abbas?!”.
“Engkau lebih mulia menurutku dan lebih terhormat, maka pantang begiku berdiri lurus di sampingmu, nabi!”, jawab Ibnu Abbas memberi alasan.
Mendengar jawaban itu, nabi kemudian mendoakan Ibnu Abbas agar ia diberi hikmah. Dan benerlah Ibnu Abbas menjadi seorang bijak bestari papan atas pada masanya.
Hingga akhir hayat, Ibnu Abbas concern dalam keilmuan. Ia tak terlibat sedikitpun pertarungan politik pada waktu itu. Ia sibuk membangun peradaban dengan mengader banyak tabi’in. Darinya lahir tabi’in-tabi’in besar. Suatu ketika Masruq, seorang pembesar memberi komentar terhadap sosok Ibnu Abbas:
“Aku jika melihat Ibnu Abbas berkesimpulan ia manusia paling ganteng. Jika ia berbicara seperti paling fasihnya manusia dan jika memberi pengajian ia seperti paling alimnya manusia”.
Kedalaman ilmu yang dimiliki Ibnu Abbas menjadikannya referensi paling otoritatif berbagai macam keilmuan. Ia ahli tafsir, qiraah, fikih, faraidh, ilmu tata bahasa, dan lain sebagainya. Ia berusia 71 tahun dan semua dari usianya itu diisi dengan ilmu, pemahaman, hikmah dan ketakwaan kepada Allah Swt.[]