Pada katalog naskah-naskah yang tersimpan di Perpustakaan Masjidil Haram (Maktabah al-Haram al-Makki), Makkah, KSA, terdapat naskah berjudul Majmu’atul Masa’ilil Fiqhiyyah fil Fiqhis Syafi’i. Isi naskah tersebut berisi himpunan fatwa ulama-ulama madzhab Syafi’i lintas generasi yang menjawab beberapa permasalahan hukum, ditulis dalam bahasa Arab, dengan jumlah keseluruhan 172 halaman.
Yang menarik perhatian dari naskah tersebut adalah keberadaannya yang ditulis (disalin) oleh seseorang yang diidentifikasi sebagai orang Nusantara (Jawi) asal Aceh (Asyi), yaitu Syaikh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi.
Dalam keterangan yang dituliskan Syaikh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi pada halaman akhir naskah, bahwa kitab ini ia tulis untuk (bagi) seorang yang bergelar Sultan dan bernama Hasan Nuruddin anak dari Sultan Hasan ‘Izzuddin.
Tertulis di sana;
تم الكتاب من المسألة (النقل؟) وصاحبه مولانا العلامة الفهامة الشهيرة الشاطرة ويحب الفقراء والمساكين وهو مولانا السلطان حسن نور الدين بن السلطان حسن عز الدين غفر الله (له) ولوالديه. وكاتبه من الفقير الحقير الهين والضعيف والتقصير وهو محمد طاهر جاوي الآشي بلده
Telah selesai kitab dari permasalahan-permasalahan fikih. Pemiliknya adalah Tuan Kita yang allamah dan fahhamah, yang masyhur nan cerdas, yang mencintai para fakir miskin, ialah Tuan Kita Sultan Hasan Nuruddin anak dari Sultan Hasan ‘Izzuddin, semoga Allah mengampuni(nya) dan kedua orang tuanya. Penulisnya adalah seorang yang fakir lagi hina, yang remeh, lemah, dan banyak dosa, ialah Muhammad Thahir orang Jawi (Nusantara) dari Asyi (Aceh) negerinya.
Sekilas kemudian saya pun mencari data tentang siapakah sosok Syaikh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi, sang penulis naskah (katibul kitab), demikian juga sosok Sultan Hasan Nuruddin bin Sultan Hasan ‘Izzuddin, sang pemilik naskah (shahibul kitab).
Saya berusaha menanyakan sosok Muhammad Thahir al-Asyi ini kepada sahabat saya dari Aceh, al-Fadhil Masykur Aceh Luengputu Manuskrip Melayu Aceh, kolektor muda naskah-naskah keislaman dari Aceh, karena tidak ada data siapa sosok tersebut, selain tak ada kolofon yang menginformasikan kapan naskah ini ditulis. Saya juga mengirimkan gambar halaman terakhir manuskrip ini kepada beliau.
Ternyata jawaban yang saya dapatkan dari beliau sangat mengejutkan, bahwa buyut beliau dari jalur ibu juga bernama Muhammad Thahir al-Asyi dan pernah lama bermukim di Makkah, yang kemudian menjadi ulama besar di Pedir, Aceh, setelah kepulangannya. Di Aceh, beliau dikenal dengan nama Muhammad Thahir Tiro (Tengku Chik [Syik] Cot Plieng Tiro), yang masih sepupu Syaikh Muhammad Samman Tiro (Teungku Chik Di Tiro, w. 1891 M).
Kembali ke keterangan dan data yang terdapat pada naskah. Yang menarik di sini justru adalah sosok “Sultan Hasan Nuruddin ibn Sultan Hasan ‘Izzuddin” yang tertulis dalam naskah sebagai shahib al-kitab (pemilik kitab), di mana Syaikh Muhammad Thahir al-Asyi menulis (salin) kitab Majmu’atul Masa’ilil Fiqhiyyah untuk sultan tersebut.
Kedua sosok di atas, yaitu Syaikh Muhammad Thahir al-Asyi dan Sultan Hasan Nuruddin, bisa dipastikan hidup satu zaman. Hal ini ditandai dengan penyebutan “Tuan Sultan Kami” (Maulanas Sulthan) oleh sang penyalin naskah, hal yang menunjukkan adanya hubungan antara kedua sosok tersebut.
Setelah dilakukan penelusuran, didapati sosok “Sultan Hasan Nuruddin (bergelar Sultan ‘Imaduddin VI) putra Sultan (Pangeran) Hasan ‘Izzuddin putra Sultan ‘Imaduddin IV” adalah sultan Kesultanan Islam Maldives, sebuah negara kepulauan di Samudera India. Sultan Hasan Nuruddin lahir pada 1863 dan memerintah Kesultanan Maldives sepanjang 1893-1903 dengan gelar “Sultan Haji Muhammad Imaaduddeen VI Iskandar Sri Kula Sundara Kattiri Buwana Maha Radun” (http://www.royalark.net/Maldives/maldive16.htm).
Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) dicatat menguasai bahasa Urdu, Persia, dan Arab dengan sangat baik. Beliau juga telah melaksanakan ibadah haji dan dikenal sebagai sultan yang taat, mencintai ilmu pengetahuan, dan menghormati ulama. Dalam naskah salinan Syaikh Muhammad Thair al-Asyi, sosok Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) disebut sebagai sosok yang memiliki pengetahuan agama yang luas, yang masyhur nan cerdas, juga yang mencintai para fakir miskin.
Pada 1903 M beliau diturunkan dari singgasananya oleh penjajah Inggris, lalu eksil ke Mesir hingga wafat di sana pada 1932 dan dikuburkan di Kairo.
Keterangan yang terdapat dalam naskah ini sangat menarik dan berharga, karena akan menghantarkan kita pada babakan sejarah baru yang cukup mengejutkan, yaitu adanya “jaringan intelektual ulama Nusantara (Aceh)—Kesultanan Maldives”.
Naskah yang kini tersimpan di Perpustakaan Masjidil Haram Makkah ini menjadi data sejarah yang sangat mahal keberadaanya, yang menegaskan sebuah fakta bahwa “telah ada seorang ulama Aceh bernama Muhammad Thahir al-Asyi yang menuliskan sebuah kitab dan dipersembahkan untuk seorang Sultan Malvies bernama Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI)”.