Sedang Membaca
Mukjizat Nabi Muhammad, Gus Baha’, dan Lagu Air Supply
Avatar
Penulis Kolom

Pernah belajar di Pondok Pesantren Salafiyah Nurul Jannah Banjarmasin dan Pondok Pesantren Darussalam Martapura, sudah menerbitkan dua buku puisi "Elegi" dan "Theta"

Mukjizat Nabi Muhammad, Gus Baha’, dan Lagu Air Supply

Ketampanan Nabi Muhammad itu mengungguli ketampanan Nabi Yusuf, bahkan ketampanan yang disandang Nabi Yusuf pun juga bersumber dari Nabi Muhammad. Namun Nabi Muhammad tidak identik dengan ketampanannya, akan tetapi dengan akhlaknya yang mulia.

Kekayaan beliau juga melampaui Nabi Sulaiman, toh alam semesta, surga dan neraka ini diciptakan atas nama beliau, akan tetapi Nabi Muhammad tidak identik dengan kekayaannya, malah masyhur dengan hati beliau yang senantiasa bersyukur sesusah apapun hidup yang beliau jalani.

Walau beliau bukan manusia biasa “basyar laa kal basyar“, akan tetapi saya merasa Nabi Muhammad ini adalah nabi paling manusiawi, sebab tidak terlalu menonjolkan “kenabiannya”. Kalau kata Cak Nun “yang didakwahkan Rasululloh itu adalah monoteisme, kemanusiaan dan akhlak mulia” sehingga beliau tidak seperti nabi-nabi lainnya yang masyhur dengan mukjizatnya masing-masing, walau sebenarnya beliau sendiri punya “afdholul mukjizat”, mukjizat terbaik berupa al-Qur’anul Karim.

Mukjizat berarti suatu hal yang luar biasa atau kejadian yang di luar adat, dan akal sehat manusia. Hal itu murni diberikan oleh Allah kepada para nabi. Namun Nabi Muhammad menolak mukjizat yang di luar adat tersebut, karena yang selaras dengan adat pun sebenarnya di luar batas kemampuan manusia.

Gus Baha menjelaskan kalau kita mau melihat qudrat Allah dengan cara menunggu lautan terbelah, unta keluar dari batu, maka ini bisa dikatakan kecelakaan besar di dalam tauhid, kecelakaan besar dalam penyaksian qudrat Allah.

Dan bahayanya itu adalah logika orang kafir, orang kafir baru mau beriman kalau dia ditunjukkan sesuatu yang di luar adat atau kemampuan manusia. Padahal alam yang kita lihat keseharian ini juga di luar kemampuan kita. Tidak perlu menyaksikan unta keluar dari batu, unta yang lahir dari indukannya saja itu sudah di luar kemampuan kita, bagaimana kita bisa membuat unta?

Baca juga:  Kisah Hikmah Klasik (6): Anekdot Ala Sahabat dan Imam Sya'bi

Kalau dalam Al-Qur’an Allah memisalkan dengan nyamuk, sampai orang kafir di masa itu mengolok Nabi Muhammad karena Tuhan menjadikan nyamuk sebagai contoh, seolah-olah tidak ada hal lain yang lebih dahsyat untuk dijadikan perumpamaan. Gus Baha’ menjelaskan bahwa Allah itu tidak malu atau gengsi untuk menjadikan hal kecil sebagai contoh, misal nyamuk tadi menjadi pelajaran bagi kita bahwa tidak perlu penjelasan atau uraian yang njelimet untuk membuat orang lain paham, karena yang kita butuhkan ketika menjelaskan sesuatu itu adalah pahamnya orang lain atas apa yang kita sampaikan, bukan malah ingin mengesankan orang lain dengan apa yang kita sampaikan.

Jadi di dalam Qur’an itu Allah menunjukkan pada hewan sekecil nyamuk pun dapat memancarkan cahaya keilahian-Nya, kalau kata Gus Baha, kita ini jangankan membuat nyamuk, membuat patung berbentuk nyamuk saja tidak bisa, belum lagi nyamuk itu punya alat kelamin, sekecil apa alat kelaminnya? Belum lagi urat-uratnya dan organ-organ lainnya.

Gambaran seperti itu di dalam Al-Qur’an, itu jauh lebih hebat ketimbang pertunjukkan mukjizat yang diperagakan nabi-nabi di zaman dulu, lebih dahsyat ketimbang perunjukkan Nabi Musa membelah laut merah, lebih dahsyat ketimbang pertunjukkan Nabi Sholeh mengeluarkan unta dari batu. Mukjizat Al-Qur’an menjadi lebih hebat karena menjadikan manusia punya nalar yang lebih objektif, sehingga umat Rosulullah dapat melihat mukjizat Qur’an setiap saat karena cara berpikirnya sudah dibenahi oleh Al-Qur’an.

KH. Ahmad Zuhdianoor mengatakan “kita meitihi lading, bukan lading nang jadi tujuan kita, cuman kita meitihi lading tuh karena handak melihat Tuhan, lalu melihat Tuhan betetatak, tapi mustahil Tuhan belukup di lading, Tuhan ya Tuhan, lading ya lading, cuma nampak kisah Tuhan ada pada lading” yang artinya kita melihat pisau, tapi bukan semata pisau yang menjadi tujuan kita, kita melihat pisau karena ingin melihat kuasa Tuhan dalam memotong sesuatu, tetapi mustahil Tuhan bersemayam di pisau, Tuhan ya Tuhan, pisau ya pisau, tapi nampak kusa Tuhan pada pisau.

Baca juga:  Kantuk yang Tak Berujung Lelap: Liminalitas Dalam Kebudayaan Jawa Tradisional

Kemudian beliau mengatakan “kita handak melihat kisah Tuhan betetatak, itihi lading, kita handak melihat Tuhan meampihkan tesilahu, itihi tukang urut, dan berataan kisah Tuhan paling komplit ada pada diri Rosululloh” yang artinya kita kalau kita ingin melihat qudrat Tuhan memotong-motong, maka kita lihat pisau, kalau kita ingin melihat qudrat Tuhan menyembuhkan keseleo, maka kita lihat tukang urut, dan semua “kisah” yang menceritakan hikayat Tuhan paling komplit ada pada diri Rasululloh.

Kalau kata Guru Zaini Sekumpul “bila melihat fi’il pasti melihat fa’il, ikam melihat aku menggarakkan tangan, pasti melihat jua lawan akunya” yang artinya bila melihat fi’il (suatu perbuatan) maka akan melihat fa’il (pelaku yang memperbuat), kamu melihat saya menggerakkan tangan pasti juga melihat dengan sayanya. Jadi seluruh umat Rasululloh akan mempunyai keimanan yang tulus, sebab tidak perlu melihat mukjizat yang “ajaib-ajaib” untuk dapat beriman, tapi cukup dengan pandangan yang berkacamatakan Al-Qur’an, maka kita bisa melihat cahaya keilahian yang terpancar di seluruh alam semesta.

Kalau bahasanya KH. Ahmad Zuhdianoor “pecah cermin, hancur berkeping-keping, berhamburan kesana-kemari, tapi wajahmu tergambar di setiap kepingannya” jadi dengan Qur’an kita dapat menyaksikan alam semesta sebagai cermin yang merefleksikan qudrat Tuhan. Kalau ibarat kata lelaki, naksir perempuan, yang perempuan tadi cantik, baik, kaya, terus lelaki ini ingin memiliki perempuan seperti ini, wajar dan jadi biasa sekali. Tapi kalau ada perempuan yang wajahnya biasa saja, tidak terlalu baik, kaya juga tidak, tetapi ada lelaki yang ingin memilikinya, ini kan tidak wajar dan justru luar biasa, artinya lelaki ini tulus mencintai perempuan tersebut, kira-kira begitulah gambaran keimanan umat Rasululloh, yang imannya terpancar tanpa perlu melihat hal-hal di luar akal, cukup dengan hal-hal yang masuk akal saja sudah sangat menakjubkan dan membuat kita semua dapat mengimaninya.

Baca juga:  Gus Baha: Ini Penting Saya Utarakan (Bagian 2)

Dari ajaran-ajaran para guru yang saya dapat dan saya tuliskan di atas, membuat saya terkenang Kanjeng Nabi tiap mendengar salah satu lagu Air Supply yang judulnya “Making love out of nothing at all“, menghadirkan cinta dari hal-hal yang biasa-biasa saja, persis seperti apa yang dilakukan Nabi, beliau tidak perlu membelah lautan, mengeluarkan unta dari batu, memindahkan istana, melunakkan besi, menghidupkan orang mati atau melakukan hal-hal di luar adat lainnya. Beliau tidak menunjukkan mukjizat yang nyata terlihat, tapi beliau memasukkan mukjizat itu ke dalam akal dan hati kita.

KH. Ahmad Zuhdianoor mengatakan “pemahaman melahirkan rasa dan rasa melahirkan keyakinan” pemahaman letaknya di akal dan rasa letaknya di hati, mukjizat itulah yang membuahkan keyakinan, berupa iman kita kepada Tuhan. Wallahhu a’lam.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
6
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top