Setelah Syekh Izzuddin mengilustrasikan kehidupan sebagai pohon yang tumbuh dari biji “kun” yang akhirnya memiliki macam-macam dahan, yakni dahan nun ananiyyah dan nariyyah serta dahan kaf kitriyyah dan kufriyyah, Syekh Izzudin lantas melanjutkan ilustrasi pohon kun yang tumbuhnya semakin rindang dalam cerita Adam dan Iblis.
Syekh Izzudin kemudian menceritakan tentang kesombongan nun nariyyah yang ada pada iblis. Yang mana kesombongan itu nampak ketika Allah menitahkan para malaikat untuk bersujud kepada Adam.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Ingatlah Wahai Muhammad! Ketika Aku memerintahkan para malaikat untuk bersujud, semua Malaikat-pun bersujud kecuali Iblis. Ia menolak perintah Tuhannya dan merasa tinggi hati terhadap Adam sehingga ia tergolong dalam orang-orang yang kufur”(QS. Al-Baqarah: 34)
Benar, Iblis enggan bersujud kepada Adam. Menurutnya Ia diciptakan dari api yang lebih baik dibanding tanah yang merupakan asal pembuatan Adam.
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ
“Allah berfirman: apa yang mencegahmu bersujud saat Aku memerintahkanmu? Iblis-pun menjawab: Aku lebih baik dari Adam – Kau ciptakan aku dari api sementara dia engkau ciptakan dari tanah” QS. Al-A’raf: 12)
Sehingga nampaklah baginya dahan kaf dari pohon “kun” merupakan dahan kaf kufriyyah (kekufuran).
Sementara Adam yang telah memahami “kun” dengan benar, terkumpullah dalam dirinya dua pucuk tangkai dari biji kun (kaf dan nun). Yaitu kaf at-takrim, yang muncul dari Adam karena Ia telah mengakui ketinggian Allah (kitriyyah). Serta Nun nuriyyah karena ia tak menyekutukan Allah yang bertemu dengan nun nikmat.
Sebab Nun nuriyyah yang bertemu dengan nun nikmat tersebut, akhirnya Allah mempersilakan Adam untuk masuk ke dalam surga;
يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَاتَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظَالِمِيْنَ
“Wahai Adam! tinggallah Engkau di surga bersama dengan pasanganmu! Makanlah apa yang kalian berdua ingin dan Jangan Pernah engkau mendekati Buah Khuldi! Sehingga Engkau tergolong orang-orang yang merugi”(QS. Al-Baqarah:35)
Pada dasarnya, Iblis dan Adam memilik cabang pohon yang berbeda, namun Iblis ingin menjatuhkan Adam dengan dahan dan tangkai cabang yang telah menjelma menjadi dirinya. Ia pun mengganggu Hawa yang merupakan pasangan Adam agar mendekati buah Khuldi dan berusaha merusak ketaatan keduanya (فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ). Iblis pun akhirnya berhasil (فَأَكَلَا مِنْهَا… طه: 121).
Adam selanjutnya diperintahkan untuk keluar dari surga. Dalam ratapan permohonan, ia meminta ampunan kepada Tuhannya. Akhirnya Allah menumbuhkan baginya dahan baru yanga harus ia pegang teguh dan penuh keyakinan.
فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبّه كَلِمَاتٍ……
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya…”(Al-Baqarh:37).
Setalah Adam menggapai dahan baru itu, ia mendapati dahan itu merupakan dahan pengakuan diri terhadap kedzaliman dirinya (رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا) dan menegaskan kebutuhan dirinya pada Allah (وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين).
Selanjutnya Allah menerima taubat dari Adam (فتاب عليه) dan memanggilnya untuk diangkat sebagai kholifah fil ardh. Selain itu juga untuk mengucapkan janji primordial bersama seluruh manusia yang masih dalam bentuk entitas. Allah-pun bertanya kepada Adam dan seluruh entitas manusia itu ;
………..ألست بربكم قالوا بلى شهدنا…….
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi”.(QS. Ala’raf:172)
Dalam pengambilan janji itu setiap entitas manusia bersaksi sesuai dengan kapasitas penglihatanya terhadap Allah kemudian mereka menjawab dengan serempak “bala syahidna” secara tidak sengaja. Entitas manusia yang menyaksikan keindahan dzat Allah bersaksi bahwa tidak ada sesuatu-pun yang menyamai Allah (ليس كمثله شيء).
Entitas yang menyaksikan keindahan sifat-sifat Allah bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Tuhan Sang Maha Raja dan Maha Suci (لاإله إلا هو الملك القدوس). Sementara entitas-entitas yang hanya menyaksikan makhluk-makhluk Allah pada saat janji primordial diambil akhirnya memiliki beragam kesaksian.
Sebagian bersaksi bahwa Allah merupakan dzat yang terbatas. Sebagian bersaksi bahwa Allah itu tidak ada. Sebagian yang lain bahkan bersaksi bahwa Allah merupakan patung yang berbicara. Perbedaan-perbedaan dalam kesaksian entitas itu selanjutnya menjadi perbedaan agama-agama dalam kehidupan dunia.
Adapun ketetapan Allah atas perbedaan tersebut telah tersirat dalam ayat : ( قل لن يصيبنا إلا ما كتب الله لنا ). Yang mana perbedaan-perbedaan tersebut dapat disibak dari rahasia-rahasia “kun” dalam proses kehidupan Adam dan Iblis.
Bersambung…
Tulisan ini hasil kolaborasi dua penulis, yakni Alfika Syafa, mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Arab UIN Sayyid Ali Rahmatullah, dan Minanul Fuad, Santri, alumni PP Mamba’ul Ma’arif, Denanyar Jombang.