Pernahkah anda mendengar kisah Adam dan Iblis? Tentu bukan lagi tentang buah khuldi ataupun turunnya Adam dari surga menuju pengasingan dunia. Melainkan kisah tentang “kaf” dan “nun” yang kedua huruf hija’iyyah tersebut menjadikan takdir mereka berdua berbeda.
***
Tulisan ini merupakan saduran dari hasil renungan Syekh izzuddin bin Abdissalam dalam mentafsir Al-quran sesuai dengan kejadian-kejadian. Syekh yang bergelar Sulthonul Ulama’ tersebut lantas membagikan renungan-renungannya dalam sebuah kitab berjudul “As-syajarah”. Adapun salah satu renungan beliau adalah tentang penciptaan alam.
Dalam kitabnya As-syajarah, Syekh Izzuddin membuka dengan menjelaskan bahwa setiap maujud merupakan buah dari cinta Allah yang diibaratkan dengan kata “Kun”. Hal ini merupakan hasil renungan beliau dari ayat;
إنما قولنا لشيء إذا أردناه أن نقول له كن فيكون
“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “kun” (jadilah), maka jadilah ia.” (QS.An-Nahl: 40)
Syekh Izzuddin kemudian menjelaskan bahwasanya alam semesta dan segala isinya bagaikan sebuah pohon. Ia tumbuh dari biji “kun” yang merupakan kalimat yang berasal dari dua huruf “kaf” dan “nun”. Dari dua huruf tersebut, “kaf” diartikan “kauniyyah” yang memiliki arti alam semesta. Sementara kauniyyah sendiri tidak akan ada dan tumbuh kecuali disirami oleh “nun” yang merupakan kinayah dari “نحن خلقناكم”.
Pohon tersebut tumbuh dan memiliki begitu banyak cabang. Setiap cabang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mengartikan kaf dan nun. Dengan sudut pandang yang berbeda itu akhirnya mereka memiliki tujuan hidup yang berbeda pula.
Syekh Izzuddin kemudian memberikan contoh perbandingan hidup Adam dan Iblis. Bahwa ketika Adam masuk dalam kelas pembelajaran, Ia berpikir tentang dua huruf “kaf” dan “nun”. Adam memandang seksama dua huruf tersebut. Dalam proses berpikir, ia melihat seseorang bermunajat kepada Allah dan berkata:
كُنْتَ كِتْرًا مُخْتَفِيًا لَا أَعْرِفُ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ أَعْرِفُ
“Tuhan, Engkau begitu tinggi dan samar, tak ku kenal, maka aku sungghuh ingin mengenalmu”.
Maka terbukalah saat itu, huruf ك dari kata كن yang notabene merupakan كاف الكترية ( Kaf Ke-Tinggi-an). Adam-pun kemudian mengerti bahwa Allah merupakan Dzat yang maha tinggi, samar dan tidak mampu ia kenal kecuali Allah mengenalkan diriNya. Adam-pun mengikuti munajat orang tesebut. Sehingga Allah mengenalkan diriNya pada Adam seraya berfirman :
إِنَّنِيْ أَنَا اللهُ لَا إِلَه إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِيْ
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” ( QS. Tha-Ha: 14)
Adam kemudian memikirkan rahasia selanjutnya, yaitu arti huruf ن dari kata “كن”. Ia berpikir agak lama, kemudian ia teringat firman Allah tentang Dzatnya. Ia-pun mendapati arti nun adalah نون الأنانية. (ke-AKU-an).
Adapun pengertian dari kumpulan makna kaf dan nun pada Allah adalah; Allah merupakan dzat yang maha tinggi yang bersifat ke-aku-an (tidak membutuhkan apapun, namun segala sesuatu membutuhkannya).
Setelah Adam memahami kaf dan nun, lantas ia merealisasikanya dalam kehidupan dengan menyadari kerendahan dirinya dihadapan Allah yang maha tinggi. Adam menyembah Allah dengan mengakui kebutuhannya terhadap Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Seketika berubahlah kaf tersebut menjadi kaf takrim (kaf untuk memulyakan) (وَلقد كرمنا بني آدم) dan kaf kuntiyyah (كنت له سمعا وبصرا ويدا). Artinya; Allah memberikan segala kemulyaan kepada Adam dan memberikan segala kekuatan untuk menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya.
Sementara nun menjadi nun nuriyyah (وجعلنا له نورا يمشي به في الناس) . Dan dengan nur itulah, akhirnya Adam dapat merasakan nikmat segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Sehingga muncul nun nuriyyah bertemu dengan nun nikmah (وإن تعدوا نعمة الله لا تحصواها).
Kaf dan Nun pada akhirnya adalah kemuliaan Adam yang diberikan Allah atas rasa syukur terhadap nikmat yang dapat ia rasakan dengan cahaya ilahi yang telah dihadiahkan kepadanya.
Sebagaimana Adam, Iblis juga berada dalam kelas pembelajaran selama 40.000 tahun. Ia mengeja dua huruf “Kun”. Malaikat yang mengajar mempercayakan segala sesuatu pada kemampuan Iblis. Karena Iblis merasa mampu akan kemampuan dirinya, ia-pun mulai menerka-nerka tentang makna kaf. Rupanya rasa mampu itu membuatnya mengartikan kaf memiliki arti kufriyyah (kekufuran). Karenanya, Iblis kemudian memiliki rasa sombong dalam dirinya.
Begitu besar kepercayaan diri Iblis, ia pun mengartikan nun sebagai nun nariyyah (api) yang tidak lain adalah asal ia diciptakan. Sehingga terkumpulah dalam lafadz “kun” kekufuran dan api yang membuat kesombongan dalam dirinya membara.
Bersambung..
Tulisan ini hasil kolaborasi dua penulis, yakni Alfika Syafa, mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Arab UIN Sayyid Ali Rahmatullah, dan Minanul Fuad, Santri, alumni PP Mamba’ul Ma’arif, Denanyar Jombang.