Seikh Bahai (1547-1621), budayawan dan arsitek muslim Persia, pernah bersandung, “Masnawi Maknawi Maulawi (Rumi) adalah Quran dalam bahasa Pahlavi (Persia kuno)”. Tentu saja sebagai seorang muslim yang taat, Bahai tidak bermaksud menyekutukan Alquran, tapi ia sekedar menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Alquran dalam syair-syair Rumi, terutama kitab Masnawi.
Jauh setelah empat abad berlalu, terinspirasi dari ide Seikh Bahai, Bahaoddin Khorramshahi dan Siyamak Mokhtari menulis buku setebal 700 halaman tentang pengaruh Alquran dalam bait-bait Masnawi. Mereka bahu membahu mengumpulkan syair-syair Rumi dengan menunjukkan berbagai ayat dalam Quran wa Masynawi. Sebenarnya, seberapa pentingkah karya ini?
Pendapat Rumi Tentang Alquran
Sebagaimana kita ketahui, nama Rumi sebagai penyair sufistik telah dikenal di seluruh dunia. Namun, sayangnya di kalangan umat Islam sendiri, tidak sedikit (terutama ulama konservatif) yang masih menyangsikan sosok Rumi. Sebagian di antara mereka bahkan menganggap karya-karya Rumi melenceng dari pakem ajaran Islam.
Kehadiran buku Quran wa Masynawi ini setidaknya dapat membuka wawasan tentang kesalahpahaman yang acapkali dialamatkan kepada Rumi. Di sisi lain, buku ini juga dapat menjadi pemantik bagi para peneliti Rumi lainnya.
Dalam pengantar buku ini disampaikan sedikit pandangan Rumi tentang Alquran. Rumi meyakini bahwa seluruh lafaz Alquran adalah wahyu dari Allah SWT yang terjaga dan tidak ada penyimpangan di dalamnya. Sebagaimana syair yang ia lantunkan dalam buku Masnawi, jilid 3, bait 1097-1098:
Pada Mustafa Tuhan telah berjanji
Meski Ia pergi, kitab ini (Quran) akan abadi
Kitab dan Mukjizat itu Allah muliakan
Tak seorangpun mampu tahrifkan
Pengakuan dan keyakinan Rumi tidak hanya sekedar slogan, tetapi membawa pengaruh besar dalam hidup dan karya-karyanya, terutama buku Masnawi. Syair-syair Masnawi menjadi hidup dan merentang zaman karena kehadiran ruh Alquran.
Metode Penyajian Buku
Sebelum kelahiran buku Quran wa Masynawi ini, sebenarnya telah ada berbagai upaya penelitian untuk menelusuri pengaruh Alquran dalam syair-syair Masnawi. Di dalam kitab Jawahirul Quran, misalnya, ada bab khusus Miratul Matsnawi yang mengumpulkan syair-syair Rumi bernuansa Alquran.
Begitu juga jilid ketujuh tafsir Masnawi milik Karim Zamani, menyajikan indeks Alquran dalam Masnawi. Namun dua karya tersebut sifatnya masih parsial dan belum selesai. Kehadiran buku ini terasa lebih integral sekaligus menjadi pelengkap karya-karya sebelumnya.
Khorrmashahi dan Mokhtari menyajikan hasil penelitian mereka secara sistematis dimulai dari jilid pertama Masnawi sampai jilid terakhir. Ia memulai penelusurannya dengan mencari teks dalam syair-syair Masnawi yang mendekati lafaz Alquran, lalu dicari pemaknaan sampai tafsirnya, apakah lafaz itu benar-benar lafaz atau makna Alquran.
Di bagian akhir, penulis juga menyertakan indeks yang sangat berguna, yaitu berupa nama surat dan ayat Alquran berikut halaman dalam Masnawi. Hasil perhitungan saya berdasarkan indeks tersebut, ada sekitar 3800 ayat Alquran yang menginspirasi syair-syair dalam Masnawi, baik secara lafaz maupun makna. Tentu jumlah itu sudah dengan beberapa pengulangan ayat, namun tetap saja jumlahnya cukup signifikan.
Pengaruh Sastra Qurani dalam Masnawi
Secara umum, pengaruh Alquran dalam syair-syair Masnawi Rumi dapat dipetakan menjadi dua:
Pertama, dari sisi bentuk dan struktur. Sebagaimana kita ketahui, meski Alquran adalah kitab langit, tapi tidak hanya berisi hukum-hukum syariat. Nilai-nilai etika mendapat porsi yang cukup besar. Terlebih, nilai-nilai itu kerap disampikan melalui berbagai ilustrasi cerita.
Menariknya lagi, tokoh-tokoh yang diceritakan dalam Alquran seringkali tidak ditampilkan dalam satu fragmen. Misalnya, jika kita ingin mencari jejak Siti Maryam dalam Alquran, kita perlu merujuk 12 surat Alquran (Misalnya: Albaqarah, Almaidah, Alimran, Maryam, dll). Di dalam surat Maryam sendiri yang terdiri dari 98 ayat, hanya tiga ayat yang berhubungan langsung dengan cerita Siti Maryam.
Penyajian ini seolah ingin memberikan kenyamanan kepada para pembaca agar tidak jenuh berlembar-lembar menyimak satu alur cerita. Di sisi lain, para pembaca yang haus akan mencari kelanjutan cerita di lembar berikutnya. Sehingga secara tidak langsung, Alquran sedang memotivasi kita untuk mengenalnya lebih jauh.
Menurut Khorramshahi, begitu juga kebanyakan fragmen yang dibangun dalam cerita-serita di buku Masnawi. Rumi, tampaknya terinspirasi dari Alquran. Ia menyuguhkan potongan cerita, lalu diselingi bait-bait yang mengandung nilai etika, sebelum akhirnya melanjutkan kembali ceritanya. Sebagaimana cerita seorang badui Arab yang mengantarkan air ke hadapan raja, atau cerita perburuan singa dan srigala.
Kedua, penyerapan lafaz dan makna Alquran. Bentuk pengaruh ini bisa berbagai model.
1) Tazmin, yaitu kutipan langsung Alquran tanpa ada penambahan maupun pengurangan.
Mislanya dalam Masnawi jilid 4, bait 2544:
چون نکرد آن کار، مزدش هست؟ لا
لیس للانسان الا ما سعی
Apakah mereka yang pemalas, layak menerima imbalan? Tentu tidak
Tak ada imbalan bagi manusia, kecuali apa yang mereka usahakan
Kalau kita perhatikan, bait pusi kedua, merupakan redaksi Alquran: surat Najm ayat 39:
أَن لَّيْسَ لِلْإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
2) Iqtibas, yaitu kutipan yang diambil dari Alquran, namun sudah mengalami perubahan redaksi.
Terkadang hanya menampilkan satu lafaz yang disertai dengan artinya dalam bahasa
Persia. Misalnya, dalam Masnawi jilid 3, bait 3264:
گفت: لا تاسوا علی
ان اتی السرحان و اردی شاتکم
Tuhan Berfirman: Janganlah bersedih atas apa yang hilang darimu
Meskipun singa dan srigala memangsa domba-domba milikmu
Baris pertama puisi di atas mengambil redaksi dalam surat Hadid ayat 23:
لِّـكَيۡلَا تَاۡسَوۡا عَلٰى مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُوۡا بِمَاۤ اٰتٰٮكُمۡؕ
3) Ilham, yaitu pengaruh berupa kandungan makna tanpa menyertakan ayat secara lafziyah.
Contoh dalam Masnawi jilid 1 bait 235, Rumi membawakan cerita tentang Nabi Musa dan
seorang hamba shalih, yang menurut sebagian riwayat adalah Nabi Hidhir. Cerita tersebut
termuat dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat 60-83.
Dari hasil penelusuran saya pada buku bersampul kuning ini, model iqtibas sepertinya paling banyak mendominasi. Meskipun hanya dalam bentuk potongan lafaz Alquran, tapi jelas sekali menunjukkan bahwa syair-syair Rumi memang terinspirasi dari kitab suci. Tampaknya, tak terlalu berlebihan jika ada yang berpendapat, kitab Masnawi adalah iktiar Rumi untuk menafsirkan Alquran melalui jalan sufistik.