Masa muda itu bagai kebun yang ranum/Penghasil buah-buahan segar nan harum/Ketika fisik, syahwat, dan jiwa di puncak kejayaan/Tanah pun kan menghijau sebab kesuburan (Matsnawi, jilid 2, bait 1217-1218)
Betapa indahnya Rumi menggambarkan sebuah masa dalam perjalanan hidup manusia, yaitu masa muda. Karim Zamani, salah seorang pensyarah terbaik kitab Matsnawi menjelaskan, masa muda adalah tempat bertemunya dua musim semi. Musim semi jasmani dan musim semi rohani. Karena di masa ini, fisik manusia sedang berada dalam kondisi sehat dan kuat. Begitu juga, pola pikir serta kejiwaan sedang berada di puncak kejayaan. Tak heran jika ide-ide gemilang dan gagasan hebat kerap lahir dari generasi muda.
Dalam buku Matsnawi, Rumi banyak menceritakan tokoh-tokoh muda yang inspiratif. Salah satunya, kisah perjuangan Nabi Musa as membebaskan kaumnya dari kezaliman Firaun. Musa, seorang pemuda yang tidak memiliki kekuasaan dan pasukan.
Tetapi, dengan penuh keberanian, ia mendatangi Firaun yang dikelilingi ribuan tentara bersenjata. Sejarah lalu mencatat, bagaimana pemuda itu mampu menggoyang dan menjatuhkan kekuasaan Firaun.
Musa datang menantang Firaun dengan sebuah tongkat
Tapi ia mampu kalahkan ribuan pasukan bersenjata
(Matsnawi, jilid 2, bait 350)
Musa yang tanpa pasukan, tenggelamkan Firaun
Bersama ribuan tentara dan para pengikut
(Matsnawi, jilid 1, bait 1188)
Jika keberanian memang sudah menjadi kriteria anak-anak muda, lantas bagaimana dengan spiritualitas? Apakah ia hanya milik orang tua yang konon telah menghirup banyak pengalaman?
Menarik apa yang digambarkan Rumi dalam bait puisi lainnya di dalam Matsnawi. Rumi, bahkan memberikan permisalan bahwa para waliallah itu seperti pemuda Ashabul Kafi. Kisah para pemuda yang memilih untuk keluar dari zona nyaman demi kecintaan kepada Tuhannya. Rumi seperti ingin memberikan penekanan, dalam usia muda sekalipun, seseorang bisa sampai pada kematangan spiritual.
Duhai pencari kebenaran, para waliallah itu seperti Ashabul Kahfi
Ketika diam atau bergerak, ia tetap berpaling dari perkara duniawi
(Matsnawi, jilid 1, bait 3187)
Begitu juga soal kepemimpinan. Catatan sejarah memberikan banyak bukti. Tidak sedikit orang-orang yang berhasil menjadi pemimpin sukses di usia muda. Mushab bin Umair, salah seorang sahabat nabi Muhammad SAW yang masih sangat muda. Tetapi, Rasul mempercayai dan mengirimnya ke Madinah. Ia ditunjuk sebagai duta pertama yang menyampaikan risalah Islam kepada penduduk kota Madinah. Tentu, tugas ini memiliki tanggung jawab besar. Tapi, Mushab menunaikannya dengan baik. Ia juga mempersiapkan kepindahan nabi ke kota Madinah.
Jauh setelah kepergian Rasululah. Di tanah Nusantara yang telah tersentuh nilai-nilai Islamisasi, Soekarno pernah lantang berteriak: “Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”, kata-kata ini seperti mantra yang mengiringi lahirnya sejarah Indonesia. Bahkan jauh sebelum tercetusnya kemerdekaan. Catatan sejarah mengingatkan kembali, bagaimana ancaman perpecahan bangsa dapat diredam dengan lahirnya sumpah pemuda. Sebuah tonggak sejarah penting Indonesia yang diprakarsai anak-anak muda.
Pertanyaannya, bagaimana menjadi pemuda yang mampu mewarnai sejarah sebagaimana yang digambarkan Rumi?
Dalam bait lain di buku Matsnawi jilid 2 bait 1219, Rumi mengibaratkan pemuda sebagai rumah megah yang memiliki atap tinggi dan pilar yang kokoh. Rumah yang siap diisi dengan ‘perabotan’ apapun. Begitu juga masa muda, sebuah ruang yang siap dipenuhi dengan aktivitas apapun. Tentu saja, para pemuda yang ingin memperoleh pencapaian positif, akan mengisi waktu mereka sebaik mungkin. Kerja keras, aktif, berdoa, dan selalu belajar dari setiap kegagalan.
Sebelum masa muda ini berlalu dan menua
Hargailah waktumu dengan hal berguna
Fisik yang menua seperti tanah gersang
Tak mudah munculkan benih cemerlang
(Matsnawi, jilid 2, bait 1220-1221)
Sebaliknya, para pemuda yang tidak dapat memanfaatkan waktunya dengan baik. Mereka tidak hanya akan kehilangan banyak kesempatan berharga. Mereka juga tidak akan peka terhadap lingkungan serta sulit menangkap kebijaksanaan yang tersebar di sekitarnya.
Ketika umurmu kau habiskan dalam gemerlap nafsu
Ayat-ayat Quran hanya akan menjadi kitab bisu
(Matsnawi, jilid 6, bait 552)
Rumi juga mengingatkan. Para pemuda yang pernah melakukan kiprah maksimal, tetap perlu menjaga konsistensi. Banyak di antara mereka yang ketika muda telah memiliki kematangan intelektual maupun spiritual, lalu kembali terpuruk lantaran digerus kepentingan pragmatis.
Kau pemuda yang dulu sangat penuh keyakinan
Namun mengapa kini gemar memupuk kekayaan
Kau dulu adalah pohon anggur yang penuh isi
Namun kini mengapa kau rusak buahmu sendiri
Seharusnya buahmu semakin manis dan segar
Tidak malah menjadi masam dan hambar
(Matsnawi, jilid 1, bait 2305-2307)
Bait-bait puisi Rumi di atas juga memberikan pesan halus tentang bagaimana membangun jembatan antara generasi muda dan tua. Karena orang tua juga bisa khilaf, maka anak-anak muda tetap dapat menyuarakan kritik konstruktif. Sebagaimana orang tua juga berhak mendampingi dan memberikan masukan kepada mereka. Semoga semangat sumpah pemuda, yang akan kita peringati bulan ini, tetap menjadi spirit gerakan anak-anak muda di tanah air tercinta.