Jumat pagi di akhir musim semi yang teduh, bertepatan dengan datangnya 1 Syawal 1439 H. Mobil Snapp, grab ala Iran, yang kami tumpangi membelah jalanan Teheran yang lengang, menuju kawasan utara Nobonyad.
Suara takbiran dengan langgam nusantara sayup-sayup mulai terdengar syahdu saat kami memasuki gerbang wisma duta besar Republik Indonesia di Teheran. Kerinduan berlebaran di Tanah Air, sedikit terobati ketika bertemu teman-teman sebangsa dan senegara.
Halaman belakang wisma duta telah tertata rapi, terbagi menjadi dua. Salah satu bagian berisi barisan sajadah yang siap menyambut para jamaah shalat Eid. Di bagian lain, beberapa set meja siap menjamu para tamu.
Saya datang lebih awal ketika hanya ada satu dua orang peserta. Lambat laun, sajadah-sajadah itu mulai terisi penuh. Bahkan, di luar dugaan para tamu terus berdatangan sampai menjelang shalat Eid dilaksanakan.
“Jumlah jamaah tahun ini jauh lebih banyak dari tahun kemarin”, ujar salah seorang peserta. Saya perkirakan jumlahnya lebih dari dua ratus orang, sementara peserta perempuan sekitar 50 orang. Jumlah itu belum termasuk yang datang setelah shalat Eid.
Yang lebih menarik, para peserta tidak hanya kewarganegaraan Indonesia. Ada wajah-wajah yang mewakili berbagai negara. Tahun-tahun sebelumnya, saya memang sering bertemu staf kedubes dari negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei yang kerap mengikuti acara keagamaan di kedubes RI.
Tapi, tampaknya tahun ini, ada banyak negara lain yang turut bergabung. Di samping kiri kanan saya, duduk jamaah asal Sudan dan Aljazair.
Di gerbang masuk, saya juga bertemu dengan serombongan keluarga asal Nigeria. Setelah saya menengok buku tamu, ada juga peserta berkebangsaan Turki dan Qatar. Bahagia rasanya menyaksikan Indonesia memfasilitasi ibadah berbagai warga negara.
“Kami memang mengundang perwakilan dari berbagai kedubes negara yang mayoritas berpenduduk muslim”, kata bu Adella, staf sosial dan budaya KBRI yang kebetulan berpapasan setelah acara shalat.
“Bahkan, para duta besar negara ASEAN turut hadir juga, baik yang mayoritas penduduknya muslim maupun yang bukan”, tambahnya.
Catatan menarik lain bagi saya, ternyata acara berlebaran kali ini juga dinikmati tidak hanya oleh kalangan muslim. Semakin terasa pesan Nabi, “Islam harus mendatangkan rahmat dan kedamaian bagi seluruh umat”.
Secara tersirat, pesan ini juga terselip dalam khutbah shalat Idul Fitri kali ini yang disampaikan oleh bapak Ridwan Satriawan Lc. Seraya mengutip surat Ar-Rum ayat 32, Ia berpesan:
“Kita tidak bergembira karena berhasil membuat kelompok, membuat aliran, membuat golongan, kemudian kita berbangga dengan golongan kita sendiri. Sehingga kita memecah belah umat yang telah bersatu padu”.
Semangat dari pesan ini mengingatkan kita kembali pada Islam yang inklusif bukan Islam yang ekslusif dan hanya mementingkan golongan sendiri. Untuk bisa menjadi inklusif, tentu saja kita mesti belajar mengenal dan memahami perbedaan.
Sambil menikmati berbagai sajian nusantara dan menyaksikan kebahagian jamaah dari berbagai bangsa ini, saya teringat pesan surat Alhujarat ayat 22:
“Hai manusia, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”.
Semoga lebaran kali ini, menjadikan kita lebih penyayang, tidak hanya kepada sesama muslim, tapi juga kepada seluruh umat, sebagaimana visi besar Islam, rahmatal lil alamin.