Di tahun 2021, banyak sekali kasus kekerasan seksual bahkan pelecehan seksual terhadap perempuan. Tak hanya perempuan, laki-laki kini juga bisa menjadi objek dari kekerasan seksual seperti kasus yang terjadi pada lembaga KPI. Memang prosentasenya saat ini kasus yang mengorbankan perempuan jauh lebih banyak, malah disebut sebut terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya.
Perempuan yang harusnya memiliki hak keamanan di mana pun dan kemana pun, malah harus waspada akan sekelilingnya, baik di ruang publik, lingkungan kantor, lingkungan pendidikan, bahkan lingkungan terdekat, yaitu di rumah sendiri terkadang perempuan tidak merasa aman dan malah menjadi korban kekerasan seksual.
Kasus terbaru yang terjadi di Bandung, Tasikmalaya, dan Cilacap sangat tragis. Pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, HW (36) misalnya, diduga bertindak cabul terhadap belasan santri sejak 2016. Beberapa santri bahkan sampai melahirkan. Kasus tersebut terungkap pada 24 November setelah salah seorang korban bercerita kepada orang tuanya.
Pada September 2021 lalu publik dihebohkan dengan kasus pelecehan seksual oleh dua pengasuh pondok pesantren di Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Mereka diduga melakukan tindakan asusila terhadap 26 santri laki-laki dengan iming-iming uang puluhan ribu rupiah.
Di awal November 2021, akun Instagram milik Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Riau (Komahi Unri) mengunggah video berisi pengakuan mahasiswi yang dilecehkan oleh Dekan FISIP. Saat bimbingan skripsi, pelaku diduga memaksa mencium pipi dan kening korban. Bahkan sempat meminta mencium bibir, namun korban melawan. Pelaku kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Pada Liputan6 tanggal 31 Desember 2021 kemarin melaporkan bahwa, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebutkan ada 189 laporan kasus mengenai tindakan kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sepanjang tahun 2021. Yang artinya lingkungan keluarga juga menjadi tempat rawan bagi kekerasan seksual untuk perempuan.
Di mana selama rentang Tahun 2021, beragam kasus kekerasan seksual telah ditangani seperti kasus percobaan atau upaya pemerkosaan, kekerasan berbasis gender online, pelecehan eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, pembuatan video, kekerasan fisik dan psikis hingga tindakan asusila gang rape. Sementara pada kasus kekerasan dalam rumah tangga, bentuk kekerasan yang terjadi adalah pelantaran rumah tangga kemudian kekerasan fisik, menikah tanpa izin istri, kekerasan psikis eksploitasi anak, hingga kekerasan fisik terhadap anak.
Belum lagi kasus pelecehan seksual di ruang publik yang banysk terjadi, namun lebih sedikit yang melaporkan dengan alasan takut atau pun trauma. Padahal korban harus mendapatkan hukuman tanpa toleransi agar mendapat efek jera dan tidak akan terjadi lagi kekerasan seksual serta pelecehan seksual di ruang publik.
Bicara soal tahun 2022, pasti jadi tahun yang paling dinanti oleh setiap orang. Euforia tahun baru rasanya menjadi momentum yang pas bagi seseorang untuk memulai hidup yang baru dan lebih baik. Dari kasus-kasus yang sedikit saya paparkan di atas bahkan masih banyak kasus lainnya yang tak dapat saya rangkum. Saya berharap resolusi 2022 memberikan keamanan bagi perempuan di mana pun ia berpijak, baik di lingkungan pendidikan, ruang publik, kantor atau pun keluarga sekalipun. Melindungi perempuan adalah hak perempuan, pasalnya perempuan juga berhak mendapat rasa aman dan nyaman.
Salah satu upayanya adalah penetapan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS). Permendikbudristek PPKS hadir sebagai solusi atas berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup perguruan tinggi.
Atau dengan banyak kampanye yang sudah banyak digemborkan secara langsung atau yang paling banyak kita temui di media sosial tentang perlindungan bagi perempuan atas kekerasan seksual. Meningkatkan kembali sex education mulai dari dini, hal apa yang termasuk tidak wajar bagi anak, atau bagian tubuh mana yang tidak boleh dipegang oleh orang lain. Jangan menjadikan pendidikan ini sebagai pendidikan yang tabu lagi bagi anak-anak.
Ironisnya masih banyak orang yang menganggap remeh beberapa tindakan pelecehan seksual. Karena terkesan seperti candaan, terkadang bystander, bahkan pelaku menganggap tindakan tersebut sebatas lelucon semata. Isu terkait kasus pelecehan di ruang publik atau di mana pun perempuan berpijak, kini menjadi semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Semoga pemerintah membaca tulisan saya ini, segera sahkan RUU PKS!