Berdasarkan kamus “The Concise Oxford”, terjemahan atau translation diartikan dengan mengekspresikan atau menyampaikan makna beserta pemahaman dari sebuah kata, kalimat, maupun buku ke dalam bahasa lain.
Siapa pun yang telah mencoba menerjemahkan Al-Qur’an dari bahasa Arab ke dalam bahasa lainnya pasti akan menemui kesulitan dan kemustahilan dalam menyamai esensi makna yang ingin disampaikan dengan bahasa Arab itu sendiri. Hal ini dikarenakan kaya dan luasnya bahasa Arab yang melebihi bahasa-bahasa lain. Bahkan para penerjemah pun mengakui betapa sulitnya menerjemahkan Al-Qur’an dan sungkan untuk menyebut hasil mereka adalah sebuah terjemahan dari Al-Qur’an.
Dan yang sangat disayangkan, terdapat beberapa kasus penerjemahan dilakukan dengan peantara bahasa ketiga, seperti menerjemahkan Al-Qur’an yang berbahasa Arab dengan bahasa Prancis dahulu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Tentunya ini menjadikannya semakin jauh dari Makna aslinya.
Mereka yang ingin menerjemahkan Al-Qur’an haruslah yang sudah memahami dan mendalami Al-Qur’an. Seperti yang dikatakan oleh Bodley:
“To anyone who has not heard the sonorous majesty of an Arab reciting the Qur’an, it is impossible to convey what the book lacks in English, French or German.”
“Bagi orang yang tidak pernah mendengar/menghayati keagungan dan indahnya lantunan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, maka tidak mungkin bisa menunjukkan baik buruknya Al-Qur’an dalam bahasa Inggris, Perancis ataupun Jerman.”
Terjemahan Al-Qur’an pertama di benua Eropa diterjemahkan dengan bahasa Latin, yang di garap oleh Robertus Rotenesis dan Hermanus Dalmaya pada tahun 1143 tapi baru dipublikasikan pada tahun 1543.
Kemudian pada tahun 1647 André du Ryer yang merupakan seorang konsul Perancis yang berada di Mesir mencoba menerjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa Prancis. Akan tetapi terjemahan ini setelahnya menerima banyak kritikan dan dikatakan terdapat kesalahan pada setiap halamannya. Nantinya terjemahan Prancis karya André du Ryer ini nantinya diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Alexander Ross pada tahun 1668,l. Dan menjadi terjemahan Al-Qur’an pertama kedalam bahasa Inggris.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, penerjemahan dengan perantara bahasa ketiga akan membuatnya semakin jauh secara makna. Dan benar saja, hasil karya terjemahan Alexander Ross ini disebut-sebut tak lebih baik dari terjemah Al-Qur’an versi Perancis karya André du Ryer. Bahkan dikatakan sebagai “despicable” atau terjemahan yang tercela oleh George Sale.
Salah satu terjemahan yang terkenal dalam bahasa Inggris Ialah “The Koran” milik George Sale pada tahun 1734, yang didalamnya sudah ada beberapa penjelasan yang cukup mendetail. George Sale tidak sepenuhnya menerjemahkan langsung dari bahasa Arab, terkadang ia merujuk pada terjemahan Latin milik Maracci. Hal ini dikarena ia belum sepenuhnya menguasai bahasa Arab, padahal ia telah menetap di dataran Arab selama 25 tahun.
Walaupun terjemahan milik George Sale ini menjadi titik terang dalam penerjemahan Al-Qur’an tapi ia pun tidak luput dari kesalahan dan terkadang masih sering keliru dalam memilih kata yang tepat.
Ada beberapa sebab mengapa mereka sulit dalam menerjemahkan Al-Qur’an, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan mereka dalam mengartikan suatu kata Arab dengan tepat, contohnya dalam surah Al-Waqi’ah ayat 75, Sale mengartikan “فلا” dalam :
“فلا أقسم بمواقع النجوم”
dengan kata “moreover” yang artinya “selain itu”, padahal yang dimaksud ialah “so i do not” atau maka aku tidak, terdengar sederhana, tapi pengaruhnya besar dalam makna ayat tersebut.
Sebab lainnya adalah mereka kebingungan dalam membedakan satu kata dengan yang lainnya. Contoh lain, Pickthall melakukan kesalahan fatal dalam menerjemahkan surah az-Zumar ayat 75 :
“وترى الملئكة حافين من حول العرش”
kata “حآفِّين” yang seharusnya bermakna “berlingkar di sekeliling ‘Arsy” tapi ia maknai dengan “حافّ” “bertelanjang kaki” sungguh sangat jauh dari makna aslinya. contoh lainnya adalah dalam memaknai “مَالِك، مَلِك،مَلِيك” ketiganya memiliki makna yang berbeda tapi berdekatan, George Sale memilih untuk mengartikan kesemuanya dengan arti yang sama, yaitu “Raja”. Tentu ini sebenarnya kurang tepat, karena juga akan menyalahi maknanya. Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh lainnya, tapi tak memungkinkan untuk kesemuanya dimuat disini.
Sebagai penutup, membandingkan sebuah terjemahan dengan bahasa Arab aslinya, layaknya membandingkan sebuah lukisan panorama dengan pemandangan aslinya. Tentu akan sangat berbeda, pemandangan aslinya memiliki warna yang lebih kaya dan suasana yang lebih hidup. Begitu halnya dengan Al-Qur’an, ia memiliki ribuan warna dan corak yang begitu indah dan tidak bisa diwakilkan dan diekspresikan secara utuh kedalam bahasa lain.
Kendati dimikian, Al-Qur’an bila diterjemahkan dengan baik tetap akan memberi gambaran umum dan sketsa yang apik dari apa yang ingin disampaikan, seperti yang dikatakan oleh Williams :
” No translation, however faithful to the meaning has ever been successful”
” Pada hakikatnya tidak ada terjemahan yang tepat, tapi dengan keyakinan mengerti akan makna yang terkandung, terjemahan akan menjadi baik, atau sukses”
Sumber bacaa dinukil dan diterjemahkan dari buku “The sublime Qur’an and Orientalism” karangan Mohammad Khalifa