Achmad Munjid
Penulis Kolom

Menyelesaikan pendidikan doktoral di Temple University, Amerika Serikat. Sekarang mengajar di UGM. Selain menekuni bidang kajian agama, juga menulis sastra.

Seorang Lelaki Miskin dan Puasa

Sembari bersiap menyambut Ramadan yang kita tunggu-tunggu, saya suka sekali membaca kembali salah satu hadis yang lucu sekaligus indah dalam melukiskan kebesaran Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.

Hadis tersebut melukiskan betapa Islam sesungguhnya agama yang mudah dan ‘lumrah’, jauh dari gambaran yang akhir-akhir ini kerap muncul di sekitar kita. Seolah-olah dengan ‘beragama’ (Islam) kita jadi tegang, ‘methentheng’, serba haram-halal, dan menatap dunia dengan perasaan was-was, bahkan curiga.

Biarkan secara bebas saja saya ceritakan ulang hadis itu sebagai berikut.

Suatu hari seorang lelaki mendatangi Rasulullah dengan muka yang kusut dan wajah gelisah.

“Sungguh celaka saya ini ya, Rasul Allah,” kata lelaki tadi. Kepalanya pun tertekuk lunglai. Sambil bicara, ia tampak menahan rasa malu di depan Rasul dan beberapa sahabat yang tengah meriung mengelilingi beliau.

“Kamu ini kenapa?” tanya Rasulullah dengan tatapan yang seperti menembus jantung si penanya.

“Saya teledor.”

“Teledor bagaimana?”

“Kemarin siang, saya ‘berhubungan’ dengan istri saya,” kata laki-laki itu tersipu. Memang, saat itu adalah bulan puasa.

Rasulullah menarik nafas panjang.”Kamu punya seorang budak untuk dimerdekakan?,” tanyanya.

“Tidak.”

“Bagaimana kalau kamu ganti saja dengan puasa, 60 hari berturut-turut?”

Baca juga:  Ketika Mbah Arwani Kudus Kecopetan

“Jangankan 60 hari, yang sebulan saja saya nggak tahan,” kata si lelaki tadi dengan muka yang masih tersipu. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

“Aku punya jalan keluar yang paling enak. Kamu bisa bagikan sedekah, sebagai kafarat (denda). Beri makan 60 orang fakir miskin, bagaimana?”

“Tapi saya nggak punya uang samasekali.”

Ketika Rasul dan para sahabat yang mengelilinginya tengah terdiam mencari jalan keluar, tiba-tiba datanglah seseorang yang menghadiahi beliau dengan sekeranjang kurma.

“Nah, mana tadi kawan yang sedang punya masalah?,” tanya Rasul dengan wajah cerah.

“Saya, ya Rasul.”

“Ini, kuberi kamu kurma. Bawa pulang dan segera bagikan kepada orang-orang miskin yang ada di kampungmu.”

Laki-laki tadi masih tampak ragu menerima pemberian sang Rasul.

“Ayo sana, kamu bawa pulang kurma itu dan segera bagikan. Tunggu apa lagi?”

“Tapi, di kampung saya, tidak ada orang yang lebih miskin dari saya sendiri.”

Rasulullah pun tertawa, hampir terbahak.

“Kamu ini… Ya, sudah. Pulang dan makanlah kurma itu bersama keluargamu.”

Laki-laki itu akhirnya tergopoh pulang, dengan sekeranjang kurma di punggungnya. Dengan gemuruh rasa syukur yang memenuhi dadanya.

“Betapa agung dan melimpah kasih sayang Allah dan Rasul-Nya,” batin lelaki itu dengan mata berkaca-kaca. Betapa ia merasa jadi begitu kecil di tengah lautan Cinta yang tak terlihat tepiannya.

Baca juga:  Kisah-kisah Hikmah (6): Aku Kembali dengan Sepasang Sepatu Hunain

Selamat memasuki bulan puasa.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top