Kitab ini belum diketahui secara pasti waktu penulisannya. Sedangkan dalam cetakannya, kitab ini diterbitkan oleh maktabah karya Toha Putera, Semarang. Lewat penerbit itu Kitab Doa Jaljalut karya Kiai Zahwan Anwar ini terbit pada tahun 1419 H/1997 M.
Kiai asal Kabupaten Pati tersebut mengarang kitab mujarrobat ini, memiliki tujuan setidaknya ada dua. Pertama adalah agar santri gemar berdzikir. Dan yang kedua adalah agar santri-santri mendekatkan dirinya kepada Allah dengan wirid walaupun hanya mengamalkan satu shalawat saja.
Dalam mukadimahnya, beliau memberi pengantar: Kitab Jaljalut ini telah menerima legitimasi, ijazah dari Syekh Junaid Senori Bangilan, Tuban.
Kitab Jaljalut sebenarnya ada dua macam; yakni kitab Jaljalut Shugro (kecil) dan kitab Jaljalut Kubro (besar). Sedangkan, Kiai Zahwan menganggit kitab Jaljalut Shugro (kecil) ini dengan terdiri dari sejumlah nadzom sebanyak 60 bait.
Dari ijahannya beliau dengan Syekh Junaid Senori tersebut, beliau dengan ikhlas memperbolehkan bahwa setiap bait dalam kitab ini untuk diamalkan oleh siapapun bagi yang berkeinginan. Beliau mengonfirmasi dalam kitab ini bahwa sekalipun kita diperbolehkan mengamalkannya, tetap saja kita perlu mengamalkannya sesuai tuntunan-tuntunan yang beliau tulis. Sebab, setiap pengamalan baik secara hitungan jumlah bait maupun waktu pelaksanaannya, itu semua memiliki khasiatnya masing-masing.
Keenam puluh bait tersebut, Kiai Zahwan memberikan dua alternatif dalam pengamalaannya. Alternatif pertama, yaitu dengan membaca seluruh bait setelah sholat Subuh, ataupun sholat magrib. Sedangkan semasa ada hajat yang krusial, dianjurkan agar membacanya setelah sholat tersebut paling tidak sebanyak 7 kali. Jika memungkin juga diperkenankan untuk menambah sampai 21 kali. Dan beliau menuturkan bahwa yang paling sempurna adalah dibaca sebanyak 41 kali. Setelah itu disebutkan hajat yang diinginkan apa, dengan niat total hanya kepada Allah Swt.
Sedangkan untuk alternatif kedua, adalah jika semasa ada hajat yang krusial dibaca sebanyak 41 kali. Pada waktu tengah malam di tempat yang sepi dan dengan membakar bukhur atau dupa. Setiap satu kali, selesainya membaca secara keseluruhan baitnya, kemudian kita diarahkan untuk membaca satu taukilan (bacaan perpindahan). Bacaan tersebut berupa:
اَللَّهُمَّ يَا مَنْ هُوَ عَلَى كُلِّ شَئٍ قَدِيرٍ وَلَا يَزَالُ قَادِيرًا عَلَى كُلِّ شَئٍ وَلَا يَكُونُ اَحَدٌ قَادِيرًا عَلَى كُلِّ شَئٍ غَيْرُكَ أَسْئَلَكَ اَنْ تُصَلِّيَ وَتُسَلِّمَ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَ سَلَّمَ.
Pada alternatif yang kedua ini, sebelumnya Kiai Zahwan mengharuskan kepada kita untuk menuliskan hajat kita pada secarik kertas. Pada kertas tersebut dituliskan diantaranya adalah, 60 bait Jaljalut, bacaan taukilan yang disebutkan tadi, dan hajat yang diinginkan. Dan menuliskannya pun juga harus diantara kanan-kirinya wifiq (rajah), sebagaimana yang tercantumkan pada kitab.
Kemudian dilipat, ditali dengan benang, kemudian dicantolkan pada ranting pohon delima yang keberadaannya di luar rumah. Jikalau tidak menemukan pohon delima di sekeliling rumah, maka diperbolehkan untuk menggunakan pohon apapun.
Maka, pada alternatif kedua ini, semasa mengamalkan doa Jaljalut, tulisan hajat tadi harus bergelantung di ranting pohon. Selesai itu, pada pagi harinya tulisan hajat tadi baru diambil. Kiai Zahwan juga memberi catatan, bahwa apabila hajat yang diinginkan tersebut adalah berupa hajat yang baik, maka buntalan tulisan berupa hajat beserta sehimpun bait dan wifiq itu diperbolehkan untuk dibawa-bawa.
Dan begitu juga sebaliknya, bahwa apabila hajat yang ditulisakan tadi adalah berupa hajat yang kurang baik, maka sebaiknya buntalan tulisan tersebut dianjurkan agar dapat disimpan saja di tempat yang gelap. Semisal ditaruh di dalam lemari, laci, peti maupun tempat-tempat minim cahaya lainnya.
Ditilik dari diskursus ilmu ‘Arudh, nadhom doa jaljalut ini menggunakan bahar Thowil. Adapun bahar (rima) ini juz tafa’ilnya adalah:
فَاعُولُنْ مَفَاعِيْلُنْ فَاعُولُنْ مَفَاعِيْلُنْ # فَاعُولُنْ مَفَاعِيْلُنْ فَاعُولُنْ مَفَاعِيْلُنْ
Pada lembar berikutnya, Kiai Zahwan Anwar memberikan penjelasan mengenai khasiat perbait yang ada dari 60 nadhom tersebut. Sebab, setiap bagian kata, kalimat, dan bait dari kitab ini memiliki Khasaish (kekhususan-kekhususan) bagi orang yang memiliki hajat tertentu.
Seperti dalam bait pertama. Kiai Zahwan memberikan penjelasan bahwa, jika nadhom ini dibaca sehari semalam sebanyak 30 kali, maka khasiatnya adalah akan dibelas kasihi oleh semua makhluk dan dinaikkan pangkatnya.
Kemudian ada juga beberapa bait yang secara khasiat bisa menjadi alternatif pengobatan. Pada nadhom kedua misalnya, Kiai Zahwan Anwar menuturkan jika nadhom itu ditulis dan juga dengan tulisan ayat pada surah Alam Nasyroh. Kemudian dilebur dengan air mawar di dalam wadah bejana dan diminum setelah berjalannnya 30 hari. Maka diantara khasiatnya adalah akan mampu menggerakkan hati menuju ke arah kebaikan; menghilangkan carut-marutnya hati dari urusan-urusan dunia dan akhirat. Dan apabila air tersebut diusapkan kepada tubuh yang terkena sengatan serangga, maka dengan izin Allah Swt. lebam itu akan sembuh.
Semua kayfiyah amalan pada kitab hikmah ini, pada dasarnya adalah ikhtiar bagi setiap makhluk untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mediasi dan tanpa menomorduakan Allah Swt. Pada beberapa laku spiritual yang telah terpaparkan tersebut, kita perlu meyakini bahwa segala kesuksesan diperoleh bukan sekedar karena ketekunan dalam belajar ataupun etos kerja kita yang tinggi. Namun juga tak terlepas dari dorongan nilai-nilai keberkahan dan teladan kealiman para aulia yang tak pernah lekang oleh zaman.
Termasuk kiai Zahwan ini. Sebelum mau mengarang kitab hikmah Jaljalut tersebut, pasti terlebih dahulu beliau mengalami gejolak batin dalam jiwanya. Pengalaman spiritual yang mendalam dan hubungan beliau dengan Tuhan yang begitu sublim, menjadikannya mampu untuk merumuskan doa Jaljalut ini.