Pada akhir Muktamar ke-34 NU di Lampung, publik Nahdliyin sepertinya terfokus pada pidato Ketua Umum PBNU yang baru terkait apa dan bagaimana visi yang akan diusungnya untuk masa khidmah 2021-2026. Para awak media pun sepertinya lebih memilih menyajikan berita yang mengungkap latar belakang ketum baru tersebut dibanding keputusan-keputusan bahtsul masailnya.
Padahal jika kita menengok data pada saat pertumbuhan NU, penutupan muktamar lebih fokus pada hasil bahtsul masail para kiai. Pada muktamar ke-3 misalnya, selepas penutupan, para kiai dan kaum Muslimin berkumpul di Masjid Ampel, Surabaya.
Swara Nahdlatoel Ulama tanpa edisi dan tanpa tahun, halaman 44 menjelaskan:
Muktamar ke-3 NU yang berlangsung di Hotel Muslimin Paneleh, Surabaya yang dimulai Selasa tanggal 23 sampai Kamis 25 bulan Rabius Tsani 1347 H. Setelah rampung muktmar, para kiai berkumpul di Masjid Ampel .
“Selajeng malam Jumat sedayaning putusan dipun damel openbar (kumpulan ageng) wonten masjid Ampel Surabaya dipun hadiri kirang langkung (16.000) nam bela ewu tiyang Jawa, Arab, Hindia, Habsyi.”
Majalah itu pun menyebut, kiai yang hadir sebagai peserta kongres sebanyak 260 orang. Mulai dari Banyuwangi (Jawa Timur) hingga Banten (waktu itu Jawa Barat). Memang waktu itu dari Jawa Barat masih bisa dihitung dengan jari, hanya dari Banten yaitu KH Abdurrahman dari Menes dan KH Muhyi dari Bogor. Semsentara yang paling terbanyak adalah para kiai dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pada muktamar itu Swara Nahdalatoel Oelama melaporkan bahwa para kiai menyampaikan keputusan-keputusan muktamar NU secara bergiliran:
Keputusan nomor 1 dibacakan KH Kholil Lasem. Nomor 2 KH Nahrawi Malang. Nomor 3 KH Yasin Malang. Nomor 4 KH Yasin Kediri. Nomor 5 KH Ma’shum Gresik. Nomor 6 KH Bishri Jombang.
Setelah para kiai tersebut membacakan hasil keputusan muktamar, KH Hasyim Asy’ari berpidato menyampaikan nasihat-nasihatnya.
Pada muktamar selanjutnya, Swara Nahdlatoel Oelama edisi Syawal 1348 H bilangan ke-10 melaporkan muktamar ke-4 di Semarang yang dimulai malam Selasa tanggal 12 sampai Kamis 15 Rabiuts Tsani 1348 H.
Menurut majalah itu, peserta muktamar NU kali ini semakin banyak. Jika pada muktamar ketiga hanya diikuti 35 daerah, maka di Semarang diikuti 62 daerah, yang terdiri dari para kiai, habib, saudagar, cacah, dan para tamu yang tak tercatat di buku registrasi.
Majalah itu merinci peserta muktamar ke-4 terdri dari 350 kiai. Sementara para penghulu, para habaib dan para pengiring kiai berjumlah 900 orang, dan pengurus cabang 200 orang. Dengan demikian jumlah secara keseluruhan adalah 1450 orang.
Sebagaimana pada muktamar sebelumnya, pada penutupan, para kiai berkumpul di Masjid Agung Semarang diikuti 10 ribu orang kaum Muslimin antarsuku mulai Jawa, Arab, India, Melayu, Madura.
Lalu para kiai menyampaikan hasil musyawarah. Para kiai yang menyampaikan hasil keputusan tersebut adalah KH Bishri Jombang, KH Nahrawi Malang, KH Mustain Tuban, KH Ma;shum Gresik, KH Kholil Lasem, KH Ma’mur Semarang. Kemudian KH Hasyim Asy’ari menyampaikan nasihat selama 15 menit.
Tradisi muktamar lain adalah melaporkan uang masuk dan keluar secara rinci melalui majalah Swara Nahdlatoel Oelama. Ketika majalah itu diganti, laporan keuangan disajikan melalui majalah Berita Nahdlatoel Oelama. Setidaknya tradisi semacam itu berlangsung hingga mukmtamar ke-15 di Surabaya tahun 1940.