Soal Palestina seperti benang kusut. Berbagai cara sudah dicoba untuk mengurai dan mengatasinya. Sebagaimana kita tahu, strategi perang sudah berpuluh tahun dilakukan tapi tak menghasilkan apa-apa selain Palestina makin terdesak dan Israel makin perkasa. Korban jiwa, materi, sudah tak terhitung banyaknya.
Demo mengutuk Israel juga sudah sering dilakukan. Seandainya Tugu Monas bisa bicara, maka banyak hal yang bisa dikisahkannya kepada kita, salah satunya tentang “zikir” mengutuk Israel.
Tapi, sebagaimana kita tahu, demo-demo domestik tak mengubah apa-apa selain menjadikan para tokoh demonstrasinya kian masyhur dan populer. Palestina sendiri masih seperti kemarin bahkan kian terpuruk.
Jalan dialog juga kerap dilakukan dengan melibatkan para pihak terkait dan sejumlah negara di Timur Tengah. Tapi jalan itu juga buntu. Mungkin karena itu, pihak Israel coba mencari patner dialog baru; bukan dari Timur Tengah melainkan dari negeri nun jauh di sana—Indonesia.
Siapa tahu, patner dialog baru itu bisa memberikan masukan konstruktif buat penyelesaian kasus Israel-Palestina. Siapa tahu. Ini sebuah ikhtiar, kewajiban yang harus ditempuh siapapun. Dalam konteks itu, saya kira Israel mengundang Gus Yahya Cholil Staquf, katib am PBNU.
Tentu tak ada jaminan Gus Yahya akan berhasil. Tapi berbagai upaya penyelesaian krisis kemanusiaan di Palestina itu memang harus terus dilakukan.
Allah swt berfiman, “Walladina jahadu fina lanahdiyyanahum subulana”.
Ahad, 10 Juni 2018
Salam