Padahal, sungguh, Dia telah menciptakanmu dalam beberapa tahapan (penciptaan).
Dan sungguh, Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian dan pertumbuhan yaitu dari nutfah, segumpal daging, kemudian menjadi janin dan bentuk yang sempurna sebagai manusia.
Nabi Nuh mengingatkan lagi kebesaran dan kekuasaan Allah yang terdapat di dalam diri mereka, yaitu bahwa mereka diciptakan-Nya secara bertahap. Dari setetes air mani, kemudian menjadi zigot, darah, seberkas lempeng daging dan tulang, janin, dan kemudian dilahirkan. Dari bayi yang tidak tahu suatu apa pun, mereka menjadi manusia dewasa, berketurunan, dan akhirnya meninggal dunia. Berdasarkan kekuasaan Allah itu, mereka seharusnya beriman kepada-Nya. Tahap-tahap kejadian manusia yang menunjukkan kekuasaan Allah itu dinyatakan pula dalam ayat-ayat lain: Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti. (al-Mu'min/40: 67) Dalam ayat lain, Allah berfirman: Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (al-Mu'minun/23: 12-14) Secara ilmiah, tahapan penciptaan manusia itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.Tingkat sari pati tanah, ketika manusia belum bisa disebut sebagai apa-apa. Mohon dilihat kembali penjelasan tentang "sari pati tanah pada telaah ilmiah Surah al-hijr/15 ayat 26, 28, dan 33. 2.Tingkat nuthfah. Ketika semua sari pati tanah, masuk ke dalam tubuh kita, kemudian digunakan oleh tubuh sebagai 'starting materials dalam proses metabolisme pembentukan nuthfah di dalam sel-sel reproduksi. Nuthfah diterjemahkan sebagai air mani atau setetes mani. Pengertian harfiahnya adalah tetes atau bagian kecil dari fluida (cairan kental, konsentrat). Dalam dunia sains, merupakan konsentrasi fluida yang mengandung sperma. Disebut pula sebagai nuthfatun amsyaj atau setetes mani yang bercampur. Ini mengandung arti percampuran dua nuthfah atau benih, yaitu dari pihak laki-laki (sperma) dan dari pihak wanita (sel telur, ovarium). Dalam Surah al-Insan/76:2, tampak sekali bahwa hanya satu tetes mani (satu sperma) yang bercampur (membuahi) ovarium. Ini sangat bersesuaian dengan ilmu embryology. Nuthfah disebut pula sebagai air yang hina (ma'in mahin, al-Mursalat/77: 20) atau air yang terpancar (ma'in dafiq, ath-thariq/86: 6). Yang pertama, menyiratkan tentang hakikat keluarnya air mani melalui alat genetalia, yang kesehariannya untuk membuang kotoran (urine). Yang terakhir ini menunjukkan proses masuknya nutfah (sperma) ke dalam rahim. 3.Tingkat 'alaqah. 'Alaqah merupakan bentuk perkembangan pra-embrionik, yang terjadi setelah percampuran sel mani (sperma) dan sel telur. Moore dan Azzindani (1982) menjelaskan bahwa 'alaqah dalam Bahasa Arab berarti lintah (leech) atau suatu suspensi (suspended thing) atau segumpal darah (a clot of blood). Lintah merupakan binatang tingkat rendah, berbentuk seperti buah pir, dan hidup dengan cara menghisap darah. Jadi 'alaqah merupakan tingkatan (stadium) embrionik, yang berbentuk seperti buah pir, di mana sistem kardiovaskuler (sistem pembuluh-jantung) sudah mulai tampak, dan hidupnya tergantung dari darah ibunya, mirip dengan lintah. 'Alaqah terbentuk sekitar 24-25 hari sejak pembuahan. Jika jaringan pra-embrionik 'alaqah ini diambil keluar (digugurkan), memang tampak seperti segumpal darah (a blood clot like). 4.Tingkat Mudhgah. 'Alaqah yang terbentuk sekitar 24-25 hari setelah pembuahan, kemudian berkembang menjadi mudhgah pada hari ke 26-27, dan berakhir sebelum hari ke-42. Cepatnya perubahan dari 'alaqah ke mudhgah terlihat dalam penggunaan kata fa pada surah 23:14. Dalam bahasa Arab kata fa menunjukkan rangkaian perubahan yang cepat. Secara umum, mudhgah diterjemahkan sebagai 'segumpal daging. Mudhgah merupakan tingkatan embrionik yang berbentuk seperti 'kunyahan permen karet, yang menunjukkan permukaan yang tidak teratur. Mudhgah atau 'segumpal daging terdiri dari sel-sel atau jaringan-jaringan yang telah mengalami diferensiasi maupun yang belum mengalami diferensiasi. sebagaimana dapat dilihat pada penjelasan pada Surah al-hajj/22: 5 di atas oleh Moore dan Azzadani. Pada ayat 5, surah al-hajj/22, dijelaskan: "....,kemudian dari segumpal daging (mudhgah) yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim,..." Moore dan Azzindani (1982), menerjemahkan dengan kalimat "....,kemudian dari segumpal daging (mudhgah) yang telah terdiferensiasi dan yang belum terdiferensiasi, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim,..." . Memang hakikat dari mudhgah, terdiri dari sel-sel atau jaringan/organ yang telah mengalami diferensiasi maupun yang belum. 5.Tingkat pembentukkan tulang. Setelah tingkat mudhgah inilah, mulai dibentuk tulang. Ini sangat bersesuaian sekali dengan embryology modern dewasa ini. 6.Tingkat pembungkusan tulang oleh daging, Janin mulai terbentuk. 7.Tingkat bayi dalam kandungan, merupakan perkembangan lanjutan dari Tingkat ke-6 di atas. Kemudian dilanjutkan dengan penyempurnaan pembentukan manusia. Wallahu a'lam bi as-sawab Demikianlah perjalanan hidup manusia yang menunjukkan bahwa kejadian manusia itu melalui proses yang rumit dan rentan. Oleh karena itu, terwujudnya mereka di alam ini hendaknya disyukuri dengan beriman kepada Allah.
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan perintah), “Berilah peringatan kepada kaummu sebelum datang azab yang pedih kepadanya!”
Pada penutup surah sebelumnya diuraikan tentang ancaman siksa yang akan diterima kaum yang durhaka. Di awal surah ini diuraikan kisah Nabi Nuh dan kaumnya sebagai peringatan bagi siapa saja termasuk kaum musyrik Mekah, apabila durhaka maka bagi Allah mudah untuk mengazabnya. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya dengan perintah, “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah mengutus Nabi Nuh kepada kaumnya untuk menyampaikan agama-Nya, supaya mereka takut kepada azab-Nya yang dahsyat sebelum saatnya tiba, serta beriman dan mengikuti ajarannya. Nabi Nuh adalah nabi dan rasul Allah yang ketiga setelah Adam dan Idris. Beliau diutus kepada kaumnya yang menyembah berhala. Allah memerintahkan Nuh agar berdakwah kepada kaumnya itu supaya mereka beriman kepada-Nya dan menghentikan penyembahan berhala. Allah mengancam bahwa jika mereka tidak mengindahkan peringatan itu, mereka akan ditimpa azab yang dahsyat sebagai akibat keingkaran mereka.
Dia (Nuh) berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku ini adalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan kepadamu,
Nabi Nuh melaksanakan perintah Allah tersebut. Dia Nuh berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku ini seorang pemberi peringatan akan azab Allah yang menjelaskan peringatan itu kepada kamu
Nuh segera berdakwah untuk melaksanakan tugas kerasulannya. Ia mengatakan bahwa ia benar-benar rasul Allah untuk mengajak mereka beriman dan meninggalkan penyembahan berhala.
(yaitu) sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku,
yaitu sembahlah Allah Yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain, bertakwalah kepada-Nya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya dan taatlah kepadaku.
Dalam ayat ini, diterangkan isi seruan Nabi Nuh, yaitu: 1.Hendaklah mereka menyembah Allah saja, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Dalam perintah menyembah Allah yang disampaikan Nuh itu, terkandung isyarat agar mereka mengerjakan segala yang wajib, dan menghentikan segala yang diharamkan. Dari perintah Allah untuk hanya menyembah-Nya, dapat dipahami bahwa agama yang dianut kaum Nuh itu adalah agama syirik. 2.Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. 3.Menaati segala yang diperintahkan dan dilarangnya, karena apa yang ia perintahkan dan larang itu berasal dari Allah. Menaati Nuh berarti menaati Allah. Untuk dapat beribadah dengan baik kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, kaum Nuh perlu mengikuti penjelasan dan contoh yang diberikan Nabi Nuh.
niscaya Dia akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkanmu (memanjangkan umurmu) sampai pada batas waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah itu, apabila telah datang, tidak dapat ditunda. Seandainya kamu mengetahui(-nya).”
Kalau kamu lakukan itu semua niscaya Dia akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu yaitu dengan memanjangkan umurmu untuk kemaslahatanmu sampai pada batas waktu yang ditentukan. Sungguh, ketetapan Allah itu apabila telah datang tidak dapat ditunda sedikit pun, seandainya kamu mengetahui hal itu maka tentu kamu akan menjadi orang yang beriman.”
Dalam ayat ini, diterangkan janji Allah kepada kaum Nuh bila mereka mematuhi seruannya, yaitu: 1.Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka. Dosa-dosa mereka karena menyembah berhala-berhala itu akan terhapus oleh keimanan mereka. 1.Allah akan memanjangkan umur mereka. Sekalipun umur mereka telah ditentukan, namun jika mereka beriman, Allah akan memanjangkan umur mereka dan menghentikan azab yang akan dijatuhkan kepada mereka. Melakukan yang demikian itu merupakan perkara yang mudah bagi Allah, karena Dia Mahakuasa dan Maha Menentukan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Sehubungan dengan masalah menangguhkan kedatangan ajal, yakni memanjang umur yang disebut dalam ayat ini, sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa Allah akan mengubah takdir yang telah ditentukan-Nya, jika Dia menghendakinya. Oleh karena itu, taat kepada Allah, melakukan perbuatan-perbuatan takwa, dan menghubungkan silaturrahim dapat memanjangkan umur manusia. Nabi Muhammad bersabda: Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa menghendaki diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia menjalin silaturrahim. (Riwayat al-Bukhari) Hal ini akan lebih jelas maksudnya jika dihubungkan dengan ilmu jiwa. Menurut ilmu jiwa, ada hubungan timbal-balik antara jasmani seseorang dengan rohaninya. Kesehatan rohani besar pengaruhnya terhadap kesehatan jasmani, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, orang dikatakan sehat jika jasmani dan rohaninya sehat. Pada umumnya orang yang tekun mengerjakan amal saleh dan menghubungkan silaturrahim adalah orang yang sehat rohaninya. Dengan perkataan lain, takwa kepada Allah dapat menghilangkan penyakit-penyakit rohani. Jika rohani sehat, tentulah jasmani sehat pula dan umur pun akan panjang. Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa apabila Ia telah menetapkan ajal seseorang atau semua manusia, setelah ikhtiarnya, maka kedatangannya itu tidak dapat ditangguhkan atau tidak pula dapat dipercepat sesaat pun.
Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam,
Ajakan Nabi Nuh tidak disambut dengan baik oleh kaumnya, maka dia Nabi Nuh mengadu kepada Allah, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku untuk beriman kepada-Mu dengan berbagai cara, dan itu kulakukan siang dan malam terus menerus,
Nabi Nuh mengeluhkan sikap kaumnya kepada Allah bahwa sekalipun ia sudah menyeru umatnya siang dan malam, tetapi mereka tetap tidak menghiraukannya. Bahkan, mereka semakin diseru, semakin menjauh dan lari dari seruan itu.
tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, melainkan mereka (makin) lari (dari kebenaran).
tetapi seruanku itu tidak menambah iman dan kebaikan mereka, justru mereka lari menjauh dari kebenaran.
Nabi Nuh mengeluhkan sikap kaumnya kepada Allah bahwa sekalipun ia sudah menyeru umatnya siang dan malam, tetapi mereka tetap tidak menghiraukannya. Bahkan, mereka semakin diseru, semakin menjauh dan lari dari seruan itu.
Sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya). Mereka pun tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri.
Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka untuk beriman kepada ajaran-Mu agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya karena enggan untuk mendengar bahkan membenci seruanku itu, dan menutupkan bajunya ke wajahnya sehingga tidak melihatku dan mereka tetap keras kepala mengingkari dan sangat menyombongkan diri sehingga tidak mempan dengan segala cara yang kulakukan.
Nabi Nuh juga mengeluhkan bahwa setiap kali ia menyeru mereka agar beriman dan tidak lagi menyembah berhala-berhala agar dosa-dosa mereka diampuni, mereka menyumbatkan jari-jari mereka ke lubang telinga agar tidak mendengar seruannya. Mereka bahkan menutupi muka masing-masing supaya tidak melihatnya. Hal ini didorong oleh kebencian mereka terhadapnya. Lebih dari itu, mereka juga semakin ingkar dan sombong.
Kemudian, sesungguhnya aku menyeru mereka dengan cara terang-terangan.
Nabi Nuh melanjutkan pengaduannya kepada Allah. Lalu sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan cara terang-terangan dengan suara yang jelas dan di hadapan umum.
Nabi Nuh mengadukan kepada Allah bahwa segala upaya telah ia lakukan supaya mereka beriman. Ia telah menyeru mereka secara terang-terangan di hadapan umum, dan adakalanya dengan dua cara sekaligus, yaitu mengajak mereka secara bersama di depan umum, dan mendekati mereka seorang demi seorang secara pribadi. Akan tetapi, mereka tetap menampik dan menolak seruan itu. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Nuh telah melaksanakan tugas tanpa menghiraukan bahaya yang dapat mengancam jiwanya. Nuh sangat cinta kepada kaumnya, dan beliau ingin mereka beriman supaya terhindar dari azab Allah. Dan ia telah melaksanakan tugasnya dengan penuh pengabdian kepada Allah.
Lalu, aku menyeru mereka secara terbuka dan diam-diam.
Kemudian pada kesempatan lain aku menyeru mereka dengan dua cara sekaligus yaitu secara terbuka dan dengan diam-diam.
Nabi Nuh mengadukan kepada Allah bahwa segala upaya telah ia lakukan supaya mereka beriman. Ia telah menyeru mereka secara terang-terangan di hadapan umum, dan adakalanya dengan dua cara sekaligus, yaitu mengajak mereka secara bersama di depan umum, dan mendekati mereka seorang demi seorang secara pribadi. Akan tetapi, mereka tetap menampik dan menolak seruan itu. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Nuh telah melaksanakan tugas tanpa menghiraukan bahaya yang dapat mengancam jiwanya. Nuh sangat cinta kepada kaumnya, dan beliau ingin mereka beriman supaya terhindar dari azab Allah. Dan ia telah melaksanakan tugasnya dengan penuh pengabdian kepada Allah.