(Dikatakan kepada mereka,) “Inilah neraka yang dahulu kamu dustakan.”
Saat para pengingkar itu dimasukkan ke neraka, dikatakan kepada mereka, “Inilah neraka yang di dunia dahulu kamu terus-menerus mendustakannya.”
Setelah mereka dekat dengan neraka, para penjaga menegaskan dengan ejekan, "Inilah neraka, yang dahulu kamu dustakan di dunia." Pendustaan mereka terhadap neraka berarti dusta mereka terhadap rasul yang telah membawa berita tentang neraka itu, dengan wahyu yang telah diturunkan kepadanya.
Apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat?
Begitu masuk neraka, para pengingkar itu mendapat ejekan dan kecaman. “Kamu sudah merasakan sendiri pedihnya azab neraka yang dauhlu kamu ingkari, maka dengan demikian, apakah neraka ini hanya merupakan sihir yang mengelabui mata ataukah kamu memang tidak melihat sehingga kamu akan terus mengingkari keberadaannya?
Karena itu dalam ayat ini Allah mengejek mereka, yaitu orang-orang musyrik yang ketika di dunia menganggap Muhammad saw tukang sihir yang menyihir akal dan menutup mata mereka. Allah swt mengejek mereka ketika mereka diazab di akhirat. "Apakah yang mereka lihat dengan mata kepala mereka sekarang ini, seperti azab yang diberitahukan kepada mereka di dunia itu, ataukah mereka masih terlena oleh sihir seperti dahulu mereka menganggap Muhammad saw menyihir mereka di dunia, ataukah mata mereka tidak melihat apa-apa?" Sungguh azab itu telah menjadi kenyataan, mata mereka tidak kena sihir dan tidak pula ditutupi. Jelasnya apakah dalam penglihatan mereka ada keraguan ataukah mata mereka sedang sakit? Tidak, kedua-duanya tidak, yang mereka lihat itu adalah kenyataan yang sebenarnya.
Demi gunung (Sinai),
Surah až-Žàriyàt ditutup dengan penegasan jatuhnya ancaman Allah bagi mereka yang kafir. Surah at-Tùr diawali dengan kepastian jatuhnya azab bagi mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah. Penegasan tentang kepastian azab ini diawali dengan sumpah-sumpah Allah. Demi gunung Sinai yang menjadi lokasi Nabi Musa menerima Taurat,
Ayat ini mengutarakan bahwa Allah swt bersumpah dengan ath-thur yang tinggi kedudukannya karena di atas ath-thur itu Allah telah berbicara dengan Nabi Musa dan menurunkan kitab Taurat kepadanya yang berisikan hukum-hukum, hikmat, dan budi pekerti dan mudah dibaca manusia. Ath-thur berarti bukit yaitu Bukit thursina yakni sebuah bukit di Madyan tempat Nabi Musa mendengarkan kalam Allah swt. Ath-thur dalam bahasa Suryani berarti juga bukit yang banyak pohon-pohonnya, tempat di mana Tuhan berbicara langsung dengan Nabi Musa dan di tempat itu pula diangkat menjadi rasul. Dinamakan ath-thur karena banyak pohonnya, bila tidak ada pohonnya, maka tidaklah dinamakan ath-thur, akan tetapi Jabal (gunung). Allah menggunakan gunung sebagai sumpah-Nya tentunya karena pentingnya gunung dalam terjadinya kehidupan di bumi ini. Mengenai gunung dan peranannya, antara lain dapat dilihat pada bahasan beberapa ayat berikut, Luqman/31: 10 dan an-Naml/27: 88. Bahasan selanjutnya juga dapat dilihat pada an-Naba'/78: 6-7 dan an-Nazi'at/79: 30-32.
demi Kitab yang ditulis
dan demi Kitab Allah yang diwahyukan-Nya dan yang ditulis pada lembaran yang terbuka sehingga mudah dibaca dan dipahami maknanya,
Kemudian Allah swt bersumpah dengan sebuah kitab yang tertulis (bertulisan indah) dengan susunan huruf-hurufnya yang rapih. Ada yang berpendapat bahwa maksudnya ialah Lauh Mahfudz, dan ada pula yang berpendapat bahwa arti kitab yang tertulis indah, ialah yang diturunkan dan dibacakan kepada manusia dengan terang-terangan.
pada lembaran yang terbuka,
dan;yang ditulis pada lembaran yang terbuka;sehingga mudah dibaca dan dipahami maknanya,
Selanjutnya Allah swt menerangkan dalam ayat ini bahwa kitab-kitab itu mudah bagi setiap orang mempelajari isinya. Kitabkitab itu berisi hikmah-hikmah, hukum, kebudayaan dan budi pekerti (akhlak); karena itu ditulis pada lembaran-lembaran terbuka yang dapat dibaca. (
demi Baitulmakmur,
dan;demi Baitulma‘mur, yaitu Kakbah atau tempat yang menjadi lokasi para malaikat rukuk, sujud, dan tawaf,
Dalam ayat ini Allah swt bersumpah dengan al-Baitul-Ma'mur yaitu sebuah rumah di langit yang ketujuh yang setiap harinya dimasuki oleh 70 ribu malaikat untuk tawaf atau salat. Mereka telah masuk ke sana tidak akan kembali untuk selamanya. Hal ini ditegaskan dalam hadis Isra' yaitu: "Terdapat dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim bahwa Rasulullah saw bersabda dalam hadis tentang Isra' sesudah melampaui langit ketujuh, kemudian aku diangkat ke Baitulma'mur, tiba-tiba di sana kulihat 70.000 malaikat masuk setiap hari dan mereka tidak akan kembali lagi setelah itu. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) Maksud hadis di atas bahwa para malaikat itu beribadat dan melakukan tawaf di sana (Baitulma'mur) seperti halnya manusia di bumi, melakukan tawaf di Ka'bah Mekah. Begitulah keadaan para malaikat itu. Kemudian Qatadah, Rabi' bin Anas dan as-Suddi berkata, bahwa Rasulullah saw pada suatu hari berkata kepada para sahabat: "Tahukah kamu apakah Baitulma'mur itu? Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui" Rasulullah berkata, "Baitulma'mur ialah sebuah masjid di langit yang searah dengan Ka'bah dan apabila (seseorang dari sana) jatuh, maka akan jatuh di atas Ka'bah, di sana salat 70.000 malaikat setiap hari; apabila mereka keluar dari sana, tidak akan kembali lagi." (Riwayat Ibnu Jarir)
demi atap yang ditinggikan (langit),
dan;demi atap,;yaitu langit,;yang ditinggikan;dan kukuh tanpa tiang penyangga,;
Dalam ayat ini Allah swt bersumpah dengan atap yang ditinggikan (langit) yaitu alam tinggi yang mempunyai beberapa matahari, beberapa bulan, bintang-bintang tetap, dan bintang-bintang beredar. Di sana juga terletak 'Arsy dan kursi-Nya; demikian juga malaikat-malaikat-Nya (yang tidak pernah menolak perintah Allah swt dan selalu patuh terhadap apa yang Allah perintahkan kepada mereka). Di sana juga ada benda-benda alam yang tak terhitung banyaknya hanya Allah swt yang mengetahuinya, dan balatentara Allah swt yang kita juga tak mengetahui hakikatnya kecuali Dia yang menciptakannya. Dalam firman Allah swt dijelaskan: Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. (al-Muddatstsir/74: 31) Sufyan ats-sauri, Syu'bah dan Abdul Ahwas meriwayatkan dari Simak dari Harb dari Khalid bin Ar'arah dari 'Ali bahwa As-Saqful Marfu' artinya 'langit. Sufyan membaca firman Allah sebagai berikut: Dan Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara. (alAnbiya'/21: 32) Maksudnya ialah bahwa langit itu sebagai atap dan yang dimaksud dengan "terpelihara" ialah segala yang berada di langit itu dijaga oleh Allah swt dengan peraturan dan hukum-hukum yang menyebabkan semuanya berjalan dengan teratur dan tertib, sesuai sistem dan hukumnya.
dan demi lautan yang dipanaskan (di dalamnya ada api),
dan demi lautan yang penuh gelombang yang di dalam tanahnya terdapat api.
Dalam ayat ini Allah bersumpah, Demi al-Bahrul-Masjur (laut yang di dalamnya ada api) yakni laut yang tertahan dari banjir karena kalau laut itu dilepaskan, ia akan menenggelamkan semua yang ada di atas bumi sehingga hewan dan tumbuh-tumbuhan semuanya akan habis musnah. Maka rusaklah aturan alam dan tidaklah ada hikmah alam ini dijadikan. Sebagian ulama berpendapat dan menetapkan bahwa lapisan bumi itu seluruhnya seperti semangka, dan kulitnya seperti kulit semangka, itu artinya bahwa perbandingan kulit bumi dan api yang ada di dalam kulitnya itu seperti kulit semangka dengan isinya, yang dimakan itu. Sebab itu sekarang kita sebenarnya berada di atas api yang besar, yakni di atas laut yang dibawahnya penuh dengan api dan laut itu tertutup dengan kulit bumi dari segala penjurunya. Dari waktu ke waktu api itu naik ke atas laut yang tampak pada waktu gempa dan pada waktu gunung berapi meletus; seperti gunung berapi Visofius yang meletus di Italia pada tahun 1909 M yang telah menelan kota Mozaina, dan gempa ini yang telah terjadi di Jepang pada tahun 1952 M yang memusnahkan kota-kotanya sekaligus. Menurut Jumhur bahwa yang dimaksud dalam ayat ini ialah laut bumi. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam kata "masjur" di antara pendapatnya ialah berarti: dinyalakan api di hari Kiamat seperti dalam Al-Qur'an: Dan apabila lautan dijadikan meluap. (al-Infithar/82: 3) Firman-Nya yang lain: Dan apabila lautan dipanaskan. (at-Takwir/81: 6)
sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi.
Sungguh, azab Tuhanmu yang diancamkan kepada para pengingkar ayat-ayat dan ajaran-Nya pasti terjadi.
Kemudian Allah swt menyebutkan isi sumpah bahwa azabazab hari Kiamat diperuntunkkan bagi semua yang mendustakan para rasul. Azab tersebut pasti akan terjadi, tanpa ragu sedikitpun. Penegasan tentang kepastian datangnya azab sangat penting untuk menghilangkan keraguan di kalangan manusia yang meragukan peristiwa terjadinya azab itu.
Tidak ada sesuatu pun yang dapat menolaknya.
Ketika itu, tidak ada sesuatu pun, baik manusia maupun makhluk lain, yang dapat menolak atau menghindarinya,
Allah menerangkan bahwa azab tersebut tak seorang pun yang dapat menolaknya. Dan tidak pula ada jalan untuk keluar dari azab itu yang merupakan balasan bagi orang-orang yang telah menodai dirinya dengan perbuatan syirik dan dosa, dan yang telah menodai jiwanya dengan dusta terhadap para rasul dan hari kebangkitan. Kemudian diterangkan pula dalam ayat ini bahwa azab yang tidak dapat dihindarkan itu terjadi pada suatu hari tatkala langit berguncang di tempatnya.