Wahai Nabi (Muhammad), mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau bermaksud menyenangkan hati istri-istrimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Setelah pada surah sebelumnya Allah menyapa Nabi tentang hukum dan etika menceraikan istri, pada awal surah ini Allah menyapa, “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu dengan bersumpah tidak akan pernah minum madu setelah minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, salah seorang istrimu, dan tidak akan pernah melakukan hubungan suami istri dengan Mariyah al-Qibíiyyah, setelah berhubungan di rumah Hafsah? hanya karena Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu, terutama Hafsah dan ‘À’isyah?” Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang kepada siapa saja yang bertobat, termasuk dua istri Nabi, yaitu Hafsah dan ‘À’isyah.
Pada ayat ini, Allah menegur Nabi saw karena bersumpah tidak akan meminum madu lagi, padahal madu itu adalah minuman yang halal. Sebabnya hanyalah karena menghendaki kesenangan hati istri-istrinya. Ayat ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa Allah Maha Pengampun atas dosa hamba-Nya yang bertobat, dan Dia telah mengampuni kesalahan Nabi saw yang telah bersumpah tidak mau lagi minum madu.
Sungguh, Allah telah mensyariatkan untukmu pembebasan diri dari sumpahmu. Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi untuk membatalkan sumpah beliau mengharamkan minum madu dan berhubungan dengan salah seorang istri beliau, Mariyah al-Qibíiyyah. “Sungguh, Allah telah mewajibkan kepada kamu, wahai Nabi untuk membebaskan diri dari sumpah kamu untuk tidak akan minum madu dan tidak akan berhubungan dengan istri dengan membayar kafarat; dan Allah adalah pelindungmu, wahai Nabi dari segala keadaan yang tidak menyenangkan dan Dia Maha Mengetahui, semua yang dirahasiakan manusia; Mahabijaksana dalam menilai perbuatan mereka.”
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Dia telah menetapkan satu ketentuan yaitu wajib bagi seseorang membebaskan dirinya dari sumpah yang pernah diucapkannya dengan membayar kafarat sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah: Maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. (al-Ma'idah/5: 89) Sumpah yang wajib dilanggar ialah jika bersifat menghalalkan sesuatu yang hukumnya haram, atau sebaliknya sumpah itu mengharamkan sesuatu yang halal. Untuk membatalkan sumpah tidak minum madu, Nabi saw telah memenuhi ketentuan Allah tersebut di atas, dengan membayar kafarat yaitu memerdekakan seorang budak, sebagaimana yang diinformasikan dalam sebuah hadis: Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Saya bertanya kepada 'Umar bin al-Khaththab tentang siapa kedua perempuan itu? Ia berkata, 'Aisyah dan Hafsah. Dia mengawali cerita tentang Ummu Ibrahim (Mariyah) al-Qibthiyyah yang digauli Nabi saw di rumah Hafsah pada hari (giliran)nya, lalu Hafsah mengetahuinya. Hafsah lalu berkata, 'Wahai Nabi Allah, engkau telah memperlakukan saya dengan perlakuan yang tidak engkau lakukan kepada istri-istrimu yang lain pada hari saya, rumah saya, dan di atas tempat tidur saya. Nabi berkata, 'Senangkah engkau bila saya mengharamkannya dengan tidak menggaulinya lagi? Ia menjawab, 'Baik, haramkan dia! Nabi lalu berkata, 'Janganlah engkau katakan hal ini kepada siapa pun. Tetapi Hafsah mengatakannya kepada 'Aisyah. Kemudian Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi saw, lalu menurunkan ayat: "ya ayyuhan-nabiyyu lima tuharrimu¦" dan seterusnya. Kami mendapat berita bahwa Nabi saw membayar kafarat sumpahnya dan menggauli Maryam al-Qibtiyyah kembali." (Riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Mundhir) Kesimpulan dari apa yang terkandung dalam ayat ini adalah bahwa yang diharamkan Nabi saw untuk dirinya adalah sesuatu yang telah dihalalkan Allah, bisa berupa budak, minuman, atau yang lainnya. Apa pun kasusnya, yang jelas Nabi mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah. Oleh karena itulah, Allah menegur dan meminta Nabi untuk membatalkan sumpahnya dan membayar kafarat. Di bagian akhir ayat ini dijelaskan bahwa Allah adalah pelindung orang beriman, mengalahkan musuh-musuhnya, memudahkannya menempuh jalan yang menguntungkan di dunia dan di akhirat, memberikan hidayat dan bimbingan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dia Maha Mengetahui apa yang mendatangkan maslahat. Allah Mahabijaksana dalam mengatur segala sesuatunya, tidak akan melarang dan memerintahkan sesuatu kecuali tujuannya ialah maslahat manusia.
(Ingatlah) ketika Nabi membicarakan secara rahasia suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Kemudian, ketika dia menceritakan (peristiwa) itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukannya (kejadian ini) kepadanya (Nabi), dia (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Ketika dia (Nabi) memberitahukan (pembicaraan) itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, “Siapa yang telah memberitahumu hal ini?” Nabi menjawab, “Yang memberitahuku adalah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”
Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya, yaitu kepada Hafsah bahwa beliau bersumpah tidak akan pernah berhubungan suami-istri dengan Mariyah al-Qibíiyyah setelah berhubungan dengannya di rumah Hafsah. Beliau berpesan agar kejadian ini tidak diberitahukan kepada siapa pun. Lalu dia, Hafsah, menceritakan peristiwa itu kepada ‘À’isyah sehingga rahasia Nabi diketahui ‘À’isyah. Dan Allah pun segera memberitahukan peristiwa pembocoran rahasia itu kepadanya, yakni kepada Nabi. Lalu beliau memberitahukan kasus pembocoran rahasia itu kepada Hafsah sebagian, yakni berkenaan dengan sumpah beliau tidak akan pernah berhubungan suami istri dengan Mariyah al-Qibíiyyah dan tidak akan pernah minum madu di rumah Zainab binti Jahsy; dan menyembunyikan sebagian yang lain perihal kepemimpinan setelah beliau wafat akan jatuh kepada Abu Bakar kemudian kepada ‘Umar. Maka ketika dia, yakni Nabi memberitahukan pembicaraan itu kepadanya, yakni kepada Hafsah, maka segera dia bertanya, sangat kaget. “Siapa yang telah memberitahukan kejadian ini kepada kamu, wahai Nabi Allah? Nabi menjawab, “Yang memberitahukan kepadaku tentang pembocoran rahasia itu adalah Allah Yang Maha Mengetahui segala yang tampak maupun yang tersembunyi, Mahateliti terhadap segala keadaan.”
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan suatu peristiwa yang terjadi pada diri Nabi saw yaitu ketika beliau meminta kepada Hafsah (salah seorang istrinya) untuk merahasiakan dan tidak memberitahukan kepada siapa pun bahwa beliau pernah meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy, lalu bersumpah tidak akan mengulangi hal itu lagi. Setelah Hafsah menceritakan hal itu kepada 'Aisyah, Allah lalu memberitahukan kepada Nabi percakapan antara keduanya itu. Nabi saw kemudian memberitahu Hafsah tentang perbuatannya yang telah menyiarkan rahasia beliau. Ketika itu Hafsah menjadi heran dan bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Ia menyangka bahwa 'Aisyahlah yang memberitahukan, Nabi saw menjawab bahwa yang memberitahukan ialah Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui segala rahasia dan bisikan, Maha Mengenal apa yang ada di bumi dan apa yang ada di langit, tiada sesuatu yang tersembunyi bagi-Nya. Firman Allah: Bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan di langit. (Ali 'Imran/3: 5)
Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, sungguh hati kamu berdua telah condong (pada kebenaran) dan jika kamu berdua saling membantu menyusahkan dia (Nabi), sesungguhnya Allahlah pelindungnya. Demikian juga Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh. Selain itu, malaikat-malaikat (juga ikut) menolong.
Jika kamu berdua, wahai Hafsah dan ‘À’isyah, bertobat kepada Allah dengan menghentikan kebiasaan yang tidak nyaman bagi Nabi, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong untuk menciptakan kedamaian bagi beliau; dan jika kamu berdua saling bantu-membantu menyusahkan Nabi seperti selama ini terjadi, maka sungguh, Allah menjadi pelindungnya dan juga Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya yang menunjukkan bahwa Nabi dilindungi Allah, para malaikat, dan para sahabat beliau.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa jika Hafsah dan 'Aisyah mau bertobat, dan mengatakan bahwa dirinya telah menyalahi kehendak Nabi saw, keduanya cinta kepada apa yang beliau cintai, dan membenci apa yang beliau benci, berarti keduanya telah cenderung untuk menerima kebaikan. Dalam riwayat lain, Ibnu 'Abbas berkata, "Saya senantiasa ingin menanyakan kepada Umar tentang dua istri Nabi saw yang dimaksudkan firman Allah, "Jika kamu berdua bertobat kepada Allah¦," sampai 'Umar menunaikan ibadah haji dan saya pun menunaikan ibadah haji bersama dia. Ketika 'Umar dalam perjalanannya mampir untuk berwudu, saya guyur kedua tangannya dan bertanya, 'Wahai Amirul Mukminin! Siapakah kedua istri Nabi yang dituju oleh firman Allah, "Jika kamu berdua bertobat kepada Allah ¦." 'Umar lalu menjawab, 'Wahai Ibnu 'Abbas! Kedua istri Nabi saw yang dimaksud itu ialah 'Aisyah dan Hafsah. Kalau keduanya ('Aisyah dan Hafsah) tetap sepakat berbuat apa yang menyakiti hati Nabi saw dengan menyiarkan rahasianya, hal itu tidak akan menyusahkan Nabi, karena Allah-lah pelindungnya, serta membantunya di dalam urusan agama dan semua hal yang dihadapinya. Begitu pula Jibril, orang-orang mukmin yang saleh, dan para malaikat, semuanya turut menolong dan membantunya.
Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang berserah diri, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, dan yang berpuasa, baik yang janda maupun yang perawan.
Allah lalu menyampaikan peringatan kepada para istri Nabi. Jika dia, yakni Nabi, menceraikan kamu, karena kamu bersikap keras dan menyakiti beliau, boleh jadi Tuhannya, yaitu Allah akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu segala-galanya, karena Allah melindungi dan menyayangi beliau. Allah bisa mengganti dengan perempuan-perempuan yang patuh kepada Allah, yang beriman, yang taat kepada suami, yang bertobat setiap saat, yang beribadah dengan ikhlas, yang berpuasa dan berhasil mengendalikan ucapan dan perbuatan, yang janda dan yang perawan, keduanya mudah bagi Nabi.
Diriwayatkan oleh Anas dari 'Umar bahwa ia berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa sebagian istri-istri Nabi bersikap keras kepada Nabi dan menyakiti hati beliau. Maka saya selidiki hal itu. Saya menasihatinya satu-persatu dan melarangnya menyakiti hati Nabi saw, saya berkata, 'Jika kalian tetap tidak mau taat maka boleh jadi Allah memberikan kepada Nabi, istri-istri baru yang lebih baik dari kalian. Dan setelah saya menemui Zainab, ia berkata, 'Wahai Ibnu Khaththab! Apakah tidak ada usaha Rasulullah untuk menasihati istri-istrinya? Maka nasihatilah mereka sampai mereka itu tidak diceraikan, maka turunlah ayat ini." Ayat ini berisi peringatan dari Allah terhadap istri-istri yang menyakiti hati Nabi saw. Jika Nabi menceraikan mereka, boleh jadi Allah menggantinya dengan istri-istri baru yang lebih baik dari mereka, baik keislaman maupun keimanannya, yaitu istri-istri yang tekun beribadah, bertobat kepada Allah, patuh kepada perintah-perintah Rasul.
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dengan mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dari api neraka, yakni dari murka Allah yang menyebabkan kamu diseret ke dalam neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; ada manusia yang dibakar dan ada manusia yang menjadi bahan bakar; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga tidak ada malaikat yang bisa disogok untuk mengurangi atau meringankan hukuman; dan mereka patuh dan disiplin selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik jasmani maupun rohani. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah: Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. (thaha/20: 132) Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat. (asy-Syu'ara'/26: 214) Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah saw menjawab, "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Wahai orang-orang yang kufur, janganlah kamu mencari-cari alasan pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan (sesuai dengan) apa yang selama ini kamu kerjakan.
Wahai orang-orang kafir! Janganlah kamu mengemukakan alasan pada hari ini, karena Rasul sudah datang, informasi sudah disampaikan dan ayat Al-Qur’an sudah dibacakan. Sesungguhnya kamu pada hari ini hanya diberi balasan menurut apa yang telah kamu kerjakan, sebanding dengan perbuatan kamu, karena Allah tidak akan pernah menzalimi hamba-Nya sedikit pun.
Pada ayat ini, Allah mengeluarkan satu ketegasan yang ditujukan kepada orang-orang kafir bahwa di hari kemudian nanti, tidak ada lagi gunanya mereka itu mengemukakan alasan, serta menginginkan satu kehendak dan harapan. Waktu dan kesempatan untuk mengemukakan alasan dan harapan sudah lewat. Hari Kiamat hanyalah hari untuk mempertanggungjawabkan dan menerima pembalasan dari apa yang telah dikerjakan di dunia, sebagaimana firman Allah: Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar. (al-An'am/6: 146) Dijelaskan pula dalam ayat lain: Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (Saba'/34: 17)
Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dari dosa besar maupun dosa kecil dengan tobat yang semurni-murninya yang melahirkan perubahan sikap dan perbuatan; mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu yang sudah ditinggalkan secata total dan memasukkan kamu dengan izin-Nya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai tanda kenikmatan yang sempurna, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, ketika dibangkitkan menuju mahsyar; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, yang bersumber dari iman dan amal saleh mereka, sambil mereka berkata, memohon kepada Allah, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dengan cahaya keridaan-Mu, dan ampunilah, semua kesalahan kami di dunia; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk mengampuni dan menyelamatkan kami dari api neraka.”
Seruan pada ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan para rasul-Nya. Mereka diperintahkan bertobat kepada Allah dari dosa-dosa mereka dengan tobat yang sebenar-benarnya (tobat nasuha), yaitu tobat yang memenuhi tiga syarat. Pertama, berhenti dari maksiat yang dilakukannya. Kedua, menyesali perbuatannya, dan ketiga, berketetapan hati tidak akan mengulangi perberbuatan maksiat tersebut. Bila syarat-syarat itu terpenuhi, Allah menghapuskan semua kesalahan dan kejahatan yang telah lalu dan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Pada saat itu, Allah tidak mengecewakan dan menghinakan Nabi saw dan orang-orang yang beriman bersamanya. Bahkan pada hari itu, kebahagiaan mereka ditonjolkan, cahaya mereka memancar menerangi mereka waktu berjalan menuju Mahsyar tempat diadakan perhitungan dan pertanggungjawaban. Mereka itu meminta kepada Allah agar cahaya mereka disempurnakan, tetap memancar dan tidak akan padam sampai mereka itu melewati sirathal Mustaqim, tempat orang-orang munafik baik laki-laki maupun perempuan memohon dengan sangat agar dapat ditunggu untuk dapat ikut memanfaatkan cahaya mereka. Mereka juga memohon agar dosa-dosa mereka dihapus dan diampuni. Dengan demikian, mereka tidak merasa malu dan kecewa pada waktu diadakan hisab dan pertanggungjawaban. Tidak ada yang patut dimintai untuk menyempurnakan cahaya dan mengampuni dosa kecuali Allah, karena Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, berbuat sesuai dengan kodrat dan iradat-Nya.
Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah (neraka) Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
Melalui ayat ini, Allah mengingatkan Nabi untuk berperang ketika kaum muslim diperangi hanya karena keyakinan mereka tidak ada tuhan selain Allah. Wahai Nabi! Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik ketika mereka memerangi kamu setelah kamu hijrah ke Madinah; dan bersikap keraslah terhadap mereka, jika mereka tidak menunjukkan niat baik untuk hidup berdampingan secara damai dengan orang yang berbeda agama, padahal tempat mereka di akhirat adalah neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali bagi orang-orang kafir dan munafik.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad mengangkat senjata dan memerangi orang-orang kafir dengan sungguh-sungguh dan memberi ancaman serta bertindak tegas dan keras kepada orang-orang munafik. Nabi juga diperintahkan untuk menjelaskan bahwa mereka akan mengalami kekecewaan di akhirat nanti karena kemunafikan mereka. Oleh karena itu, Nabi saw pernah mengusir secara tegas sebagian orang munafik dan menyuruhnya keluar dari masjid. Mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam yang merupakan seburuk-buruk tempat tinggal, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya: Sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (al-Furqan/25: 66) Dalam ayat lain juga dijelaskan: Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali. (an-Nisa'/4: 97)
Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang kufur, yaitu istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah (tanggung jawab) dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu keduanya berkhianat kepada (suami-suami)-nya. Mereka (kedua suami itu) tidak dapat membantunya sedikit pun dari (siksaan) Allah, dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”
Allah menerangkan bahwa istri seorang Nabi tidak dijamin masuk surga, jika tidak beriman kepada Allah. Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir bahwa menjadi istri nabi itu tidak otomatis dijamin masuk surga apabila tidak beriman kepada Allah seperti istri Nabi Nuh dan istri Nabi Lut. Keduanya sebagai istri berada di bawah pengawasan suami masing-masing, dua orang hamba yang saleh, yaitu Nabi Nuh dan Lut, di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, istri Nabi Nuh menuduh suaminya gila dan istri Nabi Lut memberitahukan kehadiran para tamu ganteng kepada orang banyak yang homoseks, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun untuk menyelamatkannya dari siksaan Allah karena kekufuran mereka; dan dikatakan kepada kedua istri nabi itu di akhirat, “Masuklah kamu berdua ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk neraka karena kekufuran mereka kepada Allah.”
Dalam ayat ini, Allah membuat satu perumpamaan yang menjelaskan keadaan orang-orang kafir yang tidak bermanfaat lagi baginya pelajaran dan nasihat dari orang-orang mukmin yang jujur, antara lain para nabi dan rasul karena kerasnya hati mereka. Tidak ada kesediaan mereka untuk beriman dan fitrah mereka sudah menyimpang dari kebenaran, seperti istri Nabi Nuh dan istri Nabi Lut. Keduanya di dalam asuhan dan pengawasan dua orang nabi, yang mestinya dapat memberikan petunjuk sehingga memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Akan tetapi, keduanya tidak mau, bahkan mereka berbuat khianat dan kekafiran. Istri Nabi Nuh menuduh suaminya gila, sedang istri Nabi Lut menuntun kaum suaminya untuk berbuat yang tidak wajar dan tidak sopan terhadap tamu-tamu suaminya yaitu para malaikat. Keakraban kedua istri-istri itu dengan para suami yaitu Nabi Nuh dan Nabi Lut, dua hamba Allah yang saleh, tidak dapat membendung dan mencegah keduanya dari berbuat khianat dan kufur. Oleh karena itu, kedua istri itu pantas mendapat azab Allah dan akan dimasukkan ke dalam neraka bersama rombongan penghuni neraka, sebagai balasan yang setimpal dari perbuatan keduanya yang jahat, yang merupakan dosa besar.