Itulah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang jelas.
Ini ayat-ayat Kitab Al-Qur'an yang amat mulia dan sangat tinggi kedudukannya, yang sangat jelas kebenarannya dari Allah, dan yang fungsinya menjelaskan segala macam persoalan manusia untuk mencapai kebahagiaannya.
Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah ayat-ayat dari Al-Qur'an yang jelas dan mudah dipahami. Ayat-ayat itu memberikan keterangan tentang hal-hal yang berkaitan dengan urusan agama dan mengungkap kisah umat-umat terdahulu yang kebenaran beritanya tidak diketahui oleh manusia di masa itu. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an bukan buatan Muhammad saw sebagaimana dituduhkan oleh orang-orang musyrik, karena Muhammad adalah seorang ummi yang tidak tahu menulis dan membaca. Beliau juga tidak pernah belajar kepada orang-orang pandai apalagi kepada pendeta-pendeta Ahli Kitab. Dari mana Nabi Muhammad dapat mengetahui kisah umat-umat yang hidup berabad-abad yang lalu kalau tidak dari wahyu yang telah diturunkan Allah kepadanya. Oleh karena itu, tidak dapat diragukan lagi bahwa ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hukum-hukum dan hal-hal yang berhubungan dengan agama serta kisah-kisah mengenai umat-umat dahulu kala, adalah benar-benar wahyu dari Allah.
Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Firʻaun dengan sebenarnya untuk kaum beriman.
Salah satu aspek penjelasannya adalah Kami melalui Malaikat Jibril membacakan yakni menyampaikan kepadamu sebagian episode dari kisah penting Nabi Musa dan Fir’aun, penguasa Mesir pada masanya. Pembacaan dan penyampaian itu dilakukan dengan sebenar-nya dan sesuai dengan kenyataan untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang beriman dengan cara menarik pelajaran dari kisah tersebut.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah membacakan kepada Nabi Muhammad dengan perantaraan Jibril ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah Nabi Musa dan Fir'aun untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Dengan memperhatikan kisah itu, di mana mereka mengetahui bahwa nasib orang-orang yang durhaka mendapat azab dan orang-orang mukmin terbebas dari penindasan orang-orang zalim, mereka bertambah yakin bahwa Al-Qur'an memang wahyu yang diturunkan Allah kepada Muhammad saw. Dalam ayat ini disebutkan bahwa kisah Nabi Musa diceritakan khusus bagi kaum mukminin saja, padahal Al-Qur'an diturunkan untuk semua umat manusia baik yang beriman maupun yang kafir. Tujuannya adalah untuk menjelaskan bahwa hanya orang-orang beriman yang dapat mengambil manfaat dari pemaparan kisah-kisah umat terdahulu karena mereka mempunyai pikiran yang jernih dan hati yang suci, serta tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang mengotori jiwa dan akal. Adapun orang-orang kafir dan tetap dalam kekafiran tidak akan mungkin mendapat manfaat daripadanya, karena mereka telah jauh terperosok ke dalam kemusyrikan. Hati mereka telah dikuasai oleh perasaan dengki, sombong, dan takabur, serta suka memperturutkan hawa nafsu, sehingga sulit bagi mereka menerima kebenaran yang bertentangan dengan keinginan dan kemauan mereka. Bagaimana pun jelasnya ayat-ayat dan bukti-bukti yang dikemukakan, mereka akan tetap mengingkari dan menolaknya dengan berbagai alasan yang dicari-cari seperti me-ngatakan bahwa Muhammad saw sudah gila atau mukjizat yang diturunkan kepadanya hanya sihir belaka.
Sesungguhnya Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
Kisahnya bermula dari kesewenang-wenangan Fir'aun dan rezimnya. Sungguh, Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi kepada Allah dengan mengaku dirinya sebagai Tuhan dan juga kepada manusia dengan menjadikan penduduk negeri, Mesir yang mereka kuasai-Nya berpecah belah menjadi dua kelompok besar; pertama, masyarakat Mesir; dan kedua, masyarakat Bani Israil. Bentuk kesewenang-wenang-an itu antara lain dia menindas segolongan dari mereka yakni kelompok Bani Israil, dengan cara dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup sambil mempermalukan anak perempuan mereka. Sungguh, dia yakni Fir'aun adalah termasuk kelompok orang yang berbuat kerusakan.
Pada ayat ini, Allah menerangkan kisah Fir'aun yang berkuasa mutlak di negeri Mesir. Tidak ada satu kekuasaan pun yang lebih tinggi dari kekuasaannya. Apa saja yang disukai dan dikehendakinya harus terlaksana. Semua rakyat tunduk dan patuh di bawah perintahnya sampai dia mengangkat dirinya menjadi tuhan. Dengan kekuasaan mutlak itu, ia dapat melakukan kezaliman dan penganiayaan dengan sewenang-wenang. Pemerintahannya bukan berdasar keadilan dan akhlak yang mulia, tetapi berdasarkan kemauan dan keinginan semata. Politik yang dijalankannya adalah memecah belah kaumnya menjadi beberapa golongan. Kemudian ia menanamkan benih pertentangan dan permusuhan pada golongan-golongan itu agar dia tetap berkuasa terhadap mereka. Gerakan apa pun yang dirasakan menentang kekuasaannya harus dibasmi dan dikikis habis. Kalau ada berita atau isu yang mengatakan bahwa seseorang atau satu golongan berusaha untuk menumbangkan kekuasaannya atau mungkin menjadi sebab bagi kejatuhannya, pasti orang atau golongan itu dimusnahkannya. Golongan yang dianggap setia dan selalu menunjang dan mengokohkan singgasananya akan dimuliakan. Mereka juga diberi berbagai macam fasilitas dan keistimewaan agar menjadi kuat dan jaya. Fir'aun telah menindas Bani Israil karena dianggap golongan yang berbahaya, bila dibiarkan pasti akan menggerogoti pemerintahannya. Dia memperlakukan golongan ini dengan sewenang-wenang, direndahkan dan dihinakan, serta dianggap sebagai golongan budak yang tidak mempunyai hak apa-apa. Golongan ini bahkan dipaksa membangun piramida dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar dan berat lainnya. Apalagi setelah ia mendengar dari tukang-tukang tenungnya bahwa yang akan merobohkan kekuasaannya ialah Bani Israil. Semenjak itu Fir'aun bertekad bulat untuk membasmi golongan ini. Selain memperlemah dan memperbudak Bani Isra'il, Fir'aun juga memutuskan setiap anak laki-laki yang lahir di kalangan Bani Israil harus dibunuh, tanpa belas kasihan. Ia tidak mempedulikan ratap tangis ibu yang kehilangan anak yang dikandungnya dengan susah payah selama sembilan bulan dan menjadi tumpuan harapannya. Dengan tindakan ini, Fir'aun menyangka bahwa Bani Israil akan punah dengan sendirinya karena tidak ada lagi keturunan anak laki-laki yang akan lahir dan berkembang. Adapun anak-anak perempuan dibiarkan hidup karena selain dianggap lemah dan tak mampu melawan, mereka juga digunakan sebagai pemuas nafsu. Oleh karena itu, Allah mencap Firaun sebagai orang yang berbuat kebinasaan di muka bumi. Sebenarnya banyak cara lain yang tidak bertentangan dengan peri kemanusiaan yang dapat dilakukan Fir'aun untuk menghalangi terjadinya apa yang ditakutkannya itu. Akan tetapi, karena hatinya sudah keras membatu dan pikirannya sudah gelap, tidak ada lagi jalan yang tampak olehnya kecuali membasmi semua anak laki-laki Bani Israil. Fir'aun lalu menyebarkan mata-mata ke seluruh pelosok negeri Mesir untuk menyelidiki semua perempuan. Bila ada di antara mereka yang hamil, langsung dicatat dan ditunggu masa melahirkannya. Bila yang dilahirkan anak perempuan akan dibiarkan saja, tetapi kalau yang dilahirkan anak laki-laki langsung diambil untuk dibunuh. Apakah dengan tindakan itu Fir'aun dapat mempertahankan kekuasaannya? Pasti tidak! Karena di balik kekuasaannya itu, ada kekuasaan yang jauh lebih perkasa yaitu kekuasaan Allah yang tak dapat dikalahkan oleh siapa pun. Dialah Maha Pencipta, Mahakuasa, dan Mahaperkasa. Diriwayatkan oleh as-Suddi bahwa Fir'aun bermimpi melihat api datang ke negerinya dari Baitul Makdis. Api itu membakar rumah-rumah kaum Fir'aun dan membiarkan rumah-rumah Bani Israil. Fir'aun bertanya kepada orang-orang cerdik-pandai dan tukang-tukang tenung. Mereka menjawab bahwa takwil mimpi itu ialah akan lahir seorang anak laki-laki (dari Bani Israil) yang akan meruntuhkan kekuasaannya di Mesir. Takwil inilah yang mendorong Fir'aun melakukan tindakan kejam dan ganas itu.
Kami berkehendak untuk memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, menjadikan mereka para pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).
Penindasan dan pembunuhan anak-anak lelaki yang dilakukan Fir\'aun itu adalah guna mempertahankan kekuasaan-Nya, Dan Kami di masa mendatang hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi Mesir itu, yakni bani Israil, dan hendak menjadikan mereka pemimpin yang diteladani dalam segala hal, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi kekuasaan dan harta benda di dunia yang serupa atau melebihi apa yang dimiliki oleh Fir'aun.
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dia akan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Bani Israil yang tertindas dan lemah itu dengan memberikan kepada mereka kekuatan dan kekuasaan duniawi dan agama. Maka berkat perjuangan Bani Israil, berdirilah satu kerajaan yang besar dan kuat di negeri Syam dan akhirnya mereka mempunyai kekuasaan yang besar di Mesir yang dahulunya pernah menindas dan memperbudak mereka. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya: Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun. (al-A'raf/7: 137) Demikianlah, bila Allah menghendaki sesuatu, pasti terlaksana. Bagaimana pun kuatnya Fir'aun dengan tentara dan kekayaannya serta bagaimana pun lemahnya Bani Israil sampai tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun bahkan selalu ditindas, dianiaya, dan dimusuhi, tetapi karena Allah hendak memuliakan mereka, ada saja jalan dan kesempatan bagi mereka untuk bangkit dan bergerak. Berkat keuletan dan kesabaran, mereka berhasil menguasai negeri Mesir yang pernah memperbudak mereka. Allah memperlihatkan kepada Fir'aun apa yang selalu ditakutinya, juga oleh Haman (menterinya) dan tentaranya, yaitu keruntuhan kerajaan mereka dengan lahirnya seorang bayi, yaitu Musa. Bayi ini luput dari pengawasan Fir'aun, bahkan diasuh dan dididik di istananya, serta dimanjakan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Padahal, bayi itulah nanti, di waktu besarnya, yang akan menumbangkan kekuasaannya, menghancurkan tentaranya dan menaklukkan negaranya. Bagaimana pedihnya luka di hati Fir'aun ketika melihat anak yang disayangi dan dimanjakan, menantang dan melawan kekuasaannya. Kesombongan, takabur, dan keangkuhan Fir'aun memang tak ada gunanya ketika berhadapan dengan kekuasaan dan keperkasaan Allah. Semua tindakannya dibalas dengan tindakan yang setimpal. Di antara tindakan yang dilakukan oleh Fir'aun yang melampaui batas adalah: 1. Menganggap dirinya berkuasa mutlak sehingga ia bersikap takabur dan sombong bahkan mendakwakan dirinya sebagai tuhan. 2. Untuk menjamin kelanggengan kekuasaannya, dia memecah belah bangsanya, memusnahkan golongan yang menentangnya, membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil, dan membiarkan anak-anak perempuan mereka hidup untuk dipekerjakan dan dijadikan sebagai gundik dan dayang-dayang kerajaan. 3. Berlaku sewenang-wenang dan berbuat kerusakan di muka bumi. Tindakan Fir'aun itu dibalas oleh Allah dengan beberapa tindakan pula, yaitu: 1. Allah membebaskan Bani Israil dari cengkeraman Fir'aun dan kaumnya dan menjadikan mereka pemuka dan pemimpin di dunia. 2. Allah mewariskan kepada mereka negeri Syam dengan menjadikan mereka berkuasa di sana dan memberikan tempat di muka bumi. 3. Allah memperlihatkan kepada Fir'aun, Haman, dan tentaranya bagaimana keruntuhan kekuasaan mereka. Demikianlah Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya. Suatu hal yang rasanya tidak mungkin, bisa terjadi yaitu tumbangnya suatu kekuasaan besar oleh orang-orang yang lemah, tertindas dan teraniaya. Sungguh Allah telah memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, membuat dan mencabut kekuasaan dari siapa yang dikehendaki-Nya sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala suatu. (ali 'Imran/3: 26)
Kami pun (berkehendak untuk) meneguhkan kedudukan mereka (Bani Israil) di bumi dan memperlihatkan kepada Firʻaun, Haman, dan bala tentaranya apa yang selalu mereka takutkan dari mereka (Bani Israil).
Dan selain itu Kami juga akan teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dengan mengutus dua orang nabi dari kalangan mereka, yaitu Nabi Musa dan Nabi Harun, untuk membimbing mereka, dan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman bersama bala tentaranya dan para pendukung mereka berdua apa yang selalu mereka takutkan dari mereka. Fir'aun selalu takut bahwa kerajaannya akan dihancurkan oleh Bani Israil, dan akan terusir dari negeri Mesir, karena itu dia membunuh anak-anak laki-laki yang lahir di kalangan Bani lsrail. Apa yang ditakutkannya itu sungguh akan terjadi.
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dia akan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Bani Israil yang tertindas dan lemah itu dengan memberikan kepada mereka kekuatan dan kekuasaan duniawi dan agama. Maka berkat perjuangan Bani Israil, berdirilah satu kerajaan yang besar dan kuat di negeri Syam dan akhirnya mereka mempunyai kekuasaan yang besar di Mesir yang dahulunya pernah menindas dan memperbudak mereka. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya: Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun. (al-A'raf/7: 137) Demikianlah, bila Allah menghendaki sesuatu, pasti terlaksana. Bagaimana pun kuatnya Fir'aun dengan tentara dan kekayaannya serta bagaimana pun lemahnya Bani Israil sampai tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun bahkan selalu ditindas, dianiaya, dan dimusuhi, tetapi karena Allah hendak memuliakan mereka, ada saja jalan dan kesempatan bagi mereka untuk bangkit dan bergerak. Berkat keuletan dan kesabaran, mereka berhasil menguasai negeri Mesir yang pernah memperbudak mereka. Allah memperlihatkan kepada Fir'aun apa yang selalu ditakutinya, juga oleh Haman (menterinya) dan tentaranya, yaitu keruntuhan kerajaan mereka dengan lahirnya seorang bayi, yaitu Musa. Bayi ini luput dari pengawasan Fir'aun, bahkan diasuh dan dididik di istananya, serta dimanjakan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Padahal, bayi itulah nanti, di waktu besarnya, yang akan menumbangkan kekuasaannya, menghancurkan tentaranya dan menaklukkan negaranya. Bagaimana pedihnya luka di hati Fir'aun ketika melihat anak yang disayangi dan dimanjakan, menantang dan melawan kekuasaannya. Kesombongan, takabur, dan keangkuhan Fir'aun memang tak ada gunanya ketika berhadapan dengan kekuasaan dan keperkasaan Allah. Semua tindakannya dibalas dengan tindakan yang setimpal. Di antara tindakan yang dilakukan oleh Fir'aun yang melampaui batas adalah: 1. Menganggap dirinya berkuasa mutlak sehingga ia bersikap takabur dan sombong bahkan mendakwakan dirinya sebagai tuhan. 2. Untuk menjamin kelanggengan kekuasaannya, dia memecah belah bangsanya, memusnahkan golongan yang menentangnya, membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil, dan membiarkan anak-anak perempuan mereka hidup untuk dipekerjakan dan dijadikan sebagai gundik dan dayang-dayang kerajaan. 3. Berlaku sewenang-wenang dan berbuat kerusakan di muka bumi. Tindakan Fir'aun itu dibalas oleh Allah dengan beberapa tindakan pula, yaitu: 1. Allah membebaskan Bani Israil dari cengkeraman Fir'aun dan kaumnya dan menjadikan mereka pemuka dan pemimpin di dunia. 2. Allah mewariskan kepada mereka negeri Syam dengan menjadikan mereka berkuasa di sana dan memberikan tempat di muka bumi. 3. Allah memperlihatkan kepada Fir'aun, Haman, dan tentaranya bagaimana keruntuhan kekuasaan mereka. Demikianlah Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya. Suatu hal yang rasanya tidak mungkin, bisa terjadi yaitu tumbangnya suatu kekuasaan besar oleh orang-orang yang lemah, tertindas dan teraniaya. Sungguh Allah telah memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, membuat dan mencabut kekuasaan dari siapa yang dikehendaki-Nya sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala suatu. (ali 'Imran/3: 26)
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.”
Kehancuran kerajaan Fir'aun terjadi melalui seorang laki-laki yang telah dipersiapkan, yaitu Nabi Musa. Dan langkahnya bermula dari Kami ilhamkan berupa bisikan di dalam hati kepada ibunya Musa yang anaknya akan berperan dalam kehancuran Fir'aun dan kekuasaannya, bahwa, "Susuilah dia yakni Musa, anakmu itu dengan tenang. Dan apabila engkau khawatir terhadapnya misalnya khawatir ada yang melihatmu menyusui anak lelaki atau khawatir jangan sampai anakmu dibunuh atas perintah Fir'aun sebagaimana anak-anak lelaki lainnya, maka hanyutkanlah dia ke sungal Nil setelah engkau letakkan dia di sebuah tempat yang dapat mengapung. Dan janganlah engkau takut dia akan tenggelam atau mati kelaparan atau akan terganggu oleh apa pun dan jangan pula bersedih hati karena kepergiannya, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dalam keadaan sengat bugar; dan setelah dewasa Kami akan menjadikannya salah seorang dari kelompok para rasul yang diutus kepada Bani Israil.”
Ayat ini menggambarkan situasi yang sangat mencemaskan ibu Musa yang akan melahirkan anaknya. Ia tahu bahwa anak itu akan direnggut dari pangkuannya dan akan dibunuh tanpa rasa iba dan belas kasihan. Walaupun kelahiran Musa dapat disembunyikan, tetapi lama-kelamaan pasti akan diketahui oleh mata-mata Fir'aun yang banyak bertebaran di pelosok negeri, sehingga nasib bayinya akan sama dengan nasib bayi-bayi Bani Israil lainnya. Setelah melahirkan Musa, ibunya selalu merasa gelisah dan khawatir memikirkan nasib anaknya yang telah dikandungnya dengan susah payah selama sembilan bulan yang menjadi tumpuan harapan setelah bayi itu besar. Oleh karena itu, ia selalu memohon kepada Allah agar anaknya diselamatkan dari bahaya maut yang selalu mengancamnya. Dalam keadaan gelisah dan cemas itu, Allah mengilhamkan kepada ibu Musa bahwa dia tidak perlu khawatir dan cemas. Hendaklah dia tetap menyusui dan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Bila dia merasa takut karena ada tanda-tanda bahwa anaknya itu akan diketahui oleh Fir'aun, maka hendaklah ia melemparkan anak itu ke sungai Nil. Ibu Musa diperintahkan Allah untuk tidak merasa ragu dan khawatir, karena Dia akan menjaga dan mengembalikan Musa ke pangkuannya. Kelak anak itu akan menjadi rasul Allah yang akan menyampaikan dakwah kepada Fir'aun.
Kemudian, keluarga Firʻaun memungutnya agar (kelak) dia menjadi musuh dan (penyebab) kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Firʻaun, Haman, dan bala tentaranya adalah orang-orang salah.
Berdasarkan wahyu yang berupa ilham tersebut, maka ibu Musa menghanyutkannya di sungai dan setelah mengapung beberapa saat dia dipungut oleh keluarga Fir'aun agar pada akhirnya kelak dia yakni Musa yang dipungut itu menjadi musuh karena menantang ajaran Fir’aun, dan menjadi sumber dan penyebab kesedihan bagi mereka yakni Fir’aun dan rezimnya, karena dialah akan menghancurkan mereka. Sungguh, Fir’aun dan Haman bersama bala tentaranya dan pendukung-pendukungnya adalah orang-orang bersalah dan berdosa karena berencana melakukan itu dengan sengaja dan disertai kebulatan tekad.
Pada ayat ini dijelaskan bagaimana ibu Musa melaksanakan ilham yang diterimanya karena ia yakin apa yang dijanjikan Allah kepadanya pasti terjadi. Setelah bayi Musa dibungkus badannya dan dimasukkan ke dalam peti, Musa dihanyutkan ke sungai Nil dan arus sungai membawanya ke arah istana Fir'aun yang dibangun di tepi sungai itu. Salah seorang keluarga Fir'aun melihat peti itu terapung-apung dibawa arus sungai dan segera mengambil dan membawanya kepada istri Fir'aun. Setelah dibuka, ia sangat terkejut ketika melihat bahwa isi peti itu adalah seorang bayi. Saat itu juga timbul kasih sayang istri Fir'aun kepada bayi itu. Dengan cepat dibawanya bayi itu kepada Fir'aun. Tanpa ragu-ragu Fir'aun memerintahkan supaya bayi itu dibunuh karena takut kalau ia keturunan Bani Israil. Akan tetapi, istri Fir'aun membujuknya agar tidak membunuh bayi itu, dan mengangkatnya sebagai anak dengan harapan kelak anak itu akan berjasa kepada Fir'aun dan kerajaannya. Akhirnya Fir'aun mengizinkan anak itu diasuh dan dipelihara oleh istrinya, tanpa menyadari bahwa Allah menghendaki kejadian ini. Allah menghendaki apabila anak itu dewasa nanti, ia akan menjadi musuh Fir'aun yang paling besar dan akan menumbangkan kekuasaannya, bukan menjadi anak yang akan berjasa dan berbakti kepadanya. Demikianlah Allah menakdirkan keruntuhan kekuasaan Fir'aun, sebagai balasan atas kesombongan, kezaliman, dan kekejamannya terhadap Bani Israil. Sesungguhnya Fir'aun, Haman, dan tentaranya telah berbuat kesalahan besar dengan melakukan kekejaman itu. Sudah sewajarnya Allah menghancurkan kekuasaan Fir'aun itu dengan perantaraan seorang keturunan Bani Israil yang dihinakannya.
Istri Firʻaun berkata (kepadanya), “(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.” Mereka tidak menyadari (bahwa anak itulah, Musa, yang kelak menjadi sebab kebinasaan mereka).
setelah Musa dipungut dan dilihat oleh keluarga istana, istri Fir’aun berkata, “Dia, yakni anak itu adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu wahai suamiku, Fir’aun. Karena itu janganlah kamu wahai Fir’aun dan jangan juga siapa pun yang engkau perintahkan membunuhnya seperti yang terjadi pada anak-anak lelaki Bani Israil. Mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita jika kita mendidiknya dengan baik atau kita ambil dia menjadi anak angkat jika ternyata ia tidak ditemukan oleh orang tuanya”. Demikian ucapan istri Fir’aun ketika ia bersama suaminya dan siapa yang ada di sekelilingnya, sedang mereka tidak menyadari apa yang akan terjadi setelah Fir’aun memeliharanya di istana.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan jawaban istri Fir'aun untuk mempertahankan bayi itu agar tidak dibunuh, karena Fir'aun khawatir kalau bayi itu anak seorang Bani Israil yang dikhawatirkan akan menghancurkan kekuasaannya. Istri Fir'aun yang telah telanjur menyayangi anak itu karena tertarik melihat parasnya yang rupawan mengatakan, "Janganlah engkau bunuh anak ini karena saya amat sayang dan tertarik kepadanya. Biarkanlah saya mengasuh dan mendidiknya. Dia akan menjadi penghibur hatiku dan hatimu di kala susah. Siapa tahu di kemudian hari dia akan berjasa kepada kita. Atau alangkah baiknya kalau dia kita ambil menjadi anak angkat kita, karena sampai sekarang kita belum dikaruniai seorang anak pun." Karena kegigihan istri Fir'aun dan alasan-alasan logis yang dikemukakannya, akhirnya Fir'aun membiarkan anak itu hidup dan diasuh sendiri oleh istrinya. Demikianlah takdir Allah. Dia telah menjadikan istri Fir'aun menyayangi anak itu dan menjadikan hati Fir'aun lunak karena rayuan istrinya sehingga anak itu tidak jadi dibunuh. Padahal, anak itulah kelak yang akan menentang Fir'aun dan akan menjadi musuhnya yang utama tanpa dia sadari sedikit pun.
Hati ibu Musa menjadi hampa. Sungguh, hampir saja dia mengungkapkan (bahwa bayi itu adalah anaknya), seandainya Kami tidak meneguhkan hatinya agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah).
Adapun ibu Musa merasakan kerisauan yang sangat mendalam. Walaupun tindakannya menghanyutkan Musa di sungai Nil berdasarkan ilham dari Allah, namun ia sangat mengkhawatirkannya yang sangat mendalam. Hati ibu Musa menjadi kosong dan hampa. Sungguh, akibat kekhawatirannya yang sangat mendalam hampir saja dia menyatakan yakni rahasia yang dipendamnya tentang Musa. Seandainya tidak kami teguhkan hatinya pastilah dia akan meng-akui bahwa anak yang dipungut Fir’aun itu adalah anak kandungnya dan dia akan berteriak meminta tolong kepada orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Peneguhan itu Kami lakukan agar dia termasuk orang-orang yang beriman yang percaya kepada janji Allah.
Pada ayat ini, Allah menerangkan bagaimana keadaan ibu Musa setelah ia melemparkan anaknya ke sungai Nil untuk melaksanakan ilham yang diterimanya dari Allah. Walaupun tindakan yang dilakukannya berdasarkan ilham dari Allah dengan janji bahwa anaknya akan dikembalikan kepadanya, namun ia tetap gelisah dan tidak pernah merasa tenteram memikirkan nasib anaknya yang telah dihanyutkan ke sungai Nil. Berbagai macam pertanyaan terlintas dalam pikiran ibu Musa. Kadang-kadang dia menyesali dirinya telah melakukan perbuatan itu. Bagaimanakah cara menemukan anaknya kembali? Apakah dia akan berteriak-teriak dan mengakui bahwa dia telah melemparkan anaknya ke sungai, kemudian minta tolong kepada khalayak ramai untuk mencarinya? Benar-benar hati dan pikirannya telah kosong. Dia telah kehilangan akal dan kesadaran sehingga tak dapat berpikir lagi. Akan tetapi, Allah menguatkan hatinya dan menenteramkan pikirannya sehingga sadar dan percaya bahwa Allah telah menjanjikan akan mengembalikan anaknya ke pangkuannya dan kelak akan mengangkatnya menjadi rasul.