Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Pada permulaan Surah al-Hujuràt ini Allah mengajarkan akhlak kepada kaum muslim ketika berhubungan dengan Allah dan Rasul-Nya. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, yakni jangan kamu tergesa-gesa dalam memutuskan suatu perkara sebelum mendapat keputusan Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Sungguh, Allah Maha Mendengar ucapan kamu, Maha Mengetahui segala gerak-gerik dan perbuatan kamu. Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum muslim agar ja-ngan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan hukum keagamaan atau persoalan duniawi yang menyangkut kehidupan me-reka. Hal ini bertujuan agar keputusan mereka tidak menyalahi syariat Islam sehingga menimbulkan kemurkaan Allah.
Pada ayat ini, Allah mengajarkan kesopanan kepada kaum Muslimin ketika berhadapan dengan Rasulullah saw dalam hal perbuatan dan percakapan. Allah memperingatkan kaum Mukminin supaya jangan mendahului Allah dan rasul-Nya dalam menentukan suatu hukum atau pendapat. Mereka dilarang memutuskan suatu perkara sebelum membahas dan meneliti lebih dahulu hukum Allah dan (atau) ketentuan dari rasul-Nya terhadap masalah itu. Hal ini bertujuan agar keputusan mereka tidak menyalahi apalagi bertentangan dengan syariat Islam, sehingga dapat menimbulkan kemurkaan Allah. Yang demikian ini sejalan dengan yang dialami oleh sahabat Nabi Muhammad yaitu Mu'adh bin Jabal ketika akan diutus ke negeri Yaman. Rasulullah saw bertanya, "Kamu akan memberi keputusan dengan apa?" Dijawab oleh Mu'adh, "Dengan kitab Allah." Nabi bertanya lagi, "Jika tidak kamu jumpai dalam kitab Allah, bagaimana?" Mu'adh menjawab, "Dengan Sunah Rasulullah." Nabi Muhammad bertanya lagi, "Jika dalam Sunah Rasulullah tidak kamu jumpai, bagaimana?" Mu'adh menjawab, "Aku akan ijtihad dengan pikiranku." Lalu Nabi Muhammad saw menepuk dada Mu'adh seraya berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan rasul-Nya tentang apa yang diridai Allah dan rasul-Nya." (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidhi dan Ibnu Majah dari Mu'adh bin Jabal). Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada kaum Mukminin supaya melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak tergesa-gesa melakukan perbuatan atau mengemukakan pendapat dengan mendahului Al-Qur'an dan hadis Nabi yang ada hubungannya dengan sebab turunnya ayat ini. Tersebut dalam kitab al-Iklil bahwa mereka dilarang menyembelih kurban pada hari Raya Idul Adha sebelum nabi menyembelih, dan dilarang berpuasa pada hari yang diragukan, seperti apakah telah datang awal Ramadan atau belum, sebelum jelas hasil ijtihad untuk penetapannya. Kemudian Allah memerintahkan supaya mereka tetap bertakwa kepada-Nya karena Allah Maha Mendengar segala percakapan dan Maha Mengetahui segala yang terkandung dalam hati hamba-hamba-Nya.
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah meninggikan suaramu melebihi suara Nabi dan janganlah berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain. Hal itu dikhawatirkan akan membuat (pahala) segala amalmu terhapus, sedangkan kamu tidak menyadarinya.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi pada saat terjadi percakapan antara kamu dengan beliau, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap yang lain. Janganlah kamu memanggilnya dengan namanya, tetapi panggilah beliau dengan panggilan yang disertai penghormatan dan pengagungan. Apabila kamu tidak berlaku hormat kepada Nabi, dikhawatirkan nanti, pahala segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa 'Abdullah bin Zubair memberitahukan kepadanya bahwa telah datang satu rombongan dari Kabilah Bani Tamim kepada Rasulullah saw. Abu Bakar berkata, "Rombongan ini hendaknya diketuai oleh al-Qa'qa' bin Ma'bad." 'Umar bin al-Khaththab berkata, "Hendaknya diketuai oleh al-Aqra' bin habis." Abu Bakar membantah, "Kamu tidak bermaksud lain kecuali menentang aku." 'Umar menjawab, "Saya tidak bermaksud menentangmu." Maka timbullah perbedaan pendapat antara Abu Bakar dan 'Umar sehingga suara mereka kedengarannya bertambah keras, maka turunlah ayat ini. Sejak itu, Abu Bakar bila berkata-kata kepada Nabi Muhammad, suaranya direndahkan sekali seperti bisikan saja demikian pula 'Umar. Oleh karena sangat halus suaranya hampir-hampir tak terdengar sehingga sering ditanyakan lagi apa yang diucapkannya itu. Mereka sama-sama memahami bahwa ayat-ayat tersebut sengaja diturunkan untuk memelihara kehormatan Nabi Muhammad. Setelah ayat ini turun, maka sabit bin Qais tidak pernah datang lagi menghadiri majelis Rasulullah saw. Ketika ditanya oleh Nabi tentang sebabnya, sabit menjawab, "Ya Rasulullah, telah diturunkan ayat ini dan saya adalah seorang yang selalu berbicara keras dan nyaring. Saya merasa khawatir kalau-kalau pahala saya akan dihapus sebagai akibat kebiasaan saya itu." Nabi Muhammad menjawab, "Engkau lain sekali, engkau hidup dalam kebaikan dan insya Allah akan mati dalam kebaikan pula, engkau termasuk ahli surga." sabit menjawab, "Aku sangat senang karena berita yang menggembirakan itu, dan saya tidak akan mengeraskan suara saya terhadap Nabi untuk selama-lama-nya." (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu Abi Mulaikah). Maka turunlah ayat berikutnya yaitu ayat ke 3 dari Surah al-hujurat. Dari paparan di atas, dapat dipahami bagaimana Allah mengajarkan kepada kaum Mukminin kesopanan dalam percakapan ketika berhadapan dengan Nabi Muhammad. Allah melarang kaum Mukminin meninggikan suara mereka lebih dari suara Nabi. Mereka dilarang untuk berkata-kata kepada Nabi dengan suara keras karena perbuatan seperti itu tidak layak menurut kesopanan dan dapat menyinggung perasaan Nabi. Terutama jika dalam ucapan-ucapan yang tidak sopan itu tersimpan unsur-unsur cemoohan atau penghinaan yang menyakitkan hati Nabi dan dapat menyeret serta menjerumuskan orangnya kepada kekafiran, sehingga mengakibatkan hilang dan gugurnya segala pahala kebaikan mereka itu di masa lampau, padahal semuanya itu terjadi tanpa disadarinya.
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.
Sesungguhnya orang-orang yang senantiasa merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, didorong oleh motivasi penghormatan dan pengagungan kepada beliau mereka itulah orang-orang tinggi kedudukannya yang telah diuji hatinya yakni dibersihkan oleh Allah dengan bermacam-macam ujian dan cobaan untuk menjadi orang bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan atas kesalahannya dan pahala yang besar atas ketaatan yang dilakukannya.
Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah saw setelah melatih diri dengan berbagai latihan yang ketat lagi berat, mereka itulah orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka telah berhasil menyucikan diri mereka dengan berbagai usaha dan kesadaran serta bagi mereka ampunan dan pahala yang sangat besar. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Mujahid bahwa ada sebuah pertanyaan tertulis yang disampaikan kepada Umar, "Wahai Amirul Mukminin, ada seorang laki-laki yang tidak suka akan kemaksiatan dan tidak mengerjakannya, dan seorang laki-laki lagi yang hatinya cenderung kepada kemaksiatan, tetapi ia tidak mengerjakannya. Manakah di antara kedua orang itu yang paling baik?" Umar menjawab dengan tulisan pula, "Sesungguhnya orang ya-ng hatinya cenderung kepada kemaksiatan, akan tetapi tidak mengerjakannya, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar."
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Nabi Muhammad) dari luar kamar(-mu), kebanyakan mereka tidak mengerti.
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau dengan cara yang tidak sopan dari luar kamar kediamanmu dan kediaman istri-istrimu kebanyakan mereka tidak mengerti tata krama penghormatan dan pengagungan yang seharusnya dilakukan kepadamu.
Dalam ayat ini, Allah memberikan pelajaran kesopanan dan tata krama dalam menghadapi Rasulullah saw, terutama dalam mengadakan percakapan dengan beliau. Rasulullah saw selama di Medinah tinggal di sebuah rumah di samping masjid Medinah. Di dalam rumah itu terdapat kamar-kamar yang berjumlah sembilan buah, dan masing-masing diisi oleh seorang istri nabi. Bangunan tersebut dibuat sangat sederhana, atapnya rendah sekali sehingga mudah disentuh oleh tangan dan pintu-pintunya terdiri dari gantungan kulit binatang yang berbulu. Pada masa Khalifah al-Walid bin 'Abd al-Malik, kamar-kamar itu dibongkar dan dijadikan halaman masjid. Hal itu sangat menyedihkan kaum Mukminin di Medinah. Sa'id bin al-Musayyab merespon dan berkata, "Saya suka sekali jika kamar-kamar istri Nabi itu tetap berdiri dan tidak dirombak, agar generasi mendatang dari penduduk Medinah dan orang-orang yang datang dapat meneladani kesederhanaan Nabi Muhammad dalam mengatur rumah tangganya. Ibnu Ishaq menerangkan dalam kitab Sirah-nya bahwa tahun kesembilan Hijrah itu merupakan tahun mengalirnya para delegasi dari seluruh Jazirah Arab. Setelah Pembebasan Mekah, seusai Perang Tabuk, dan Kabilah saqif dari thaif masuk Islam dan ikut membaiat Rasulullah saw, maka datanglah dengan berduyun-duyun berbagai delegasi ke Medinah untuk menemui Rasulullah saw. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Zaid bin Arqam bahwa sekumpulan orang-orang Badui berkata kepada kawan-kawannya, "Marilah kita menemui laki-laki (Muhammad) itu, apabila ia benar-benar seorang nabi, maka kitalah yang paling bahagia beserta dia, dan jika ia seorang raja maka kita pun akan beruntung dapat hidup di sampingnya." Maka datanglah Zaid bin Arqam kepada Rasulullah saw menyampaikan berita itu lalu mere-ka datang beramai-ramai menemui beliau yang kebetulan sedang berada di kamar salah seorang istrinya. Mereka memanggil dengan suara yang lantang sekali, "Ya Muhammad, ya Muhammad, keluarlah dari kamarmu untuk berjumpa dengan kami karena tujuan kami sangat indah dan celaan kami sangat menusuk perasaan." Nabi Muhammad saw keluar dari kamar istrinya untuk menemui mereka dan turunlah ayat ini. Menurut Qatadah, rombongan sebanyak tujuh puluh orang itu adalah dari kabilah Bani Tamim. Mereka berkata, "Kami ini dari Bani Tamim, kami datang ke sini membawa pujangga-pujangga kami dalam bidang syair dan pidato untuk bertanding dengan penyair-penyair kamu." Nabi menjawab, "Kami tidak diutus untuk mengemukakan syair dan kami tidak diutus untuk mem-perlihatkan kesombongan, tetapi bila kamu mau mencoba, boleh kemukakan syairmu itu." Maka tampillah salah seorang pemuda di antara mereka membangga-banggakan kaumnya dengan berbagai keutamaan. Nabi Muhammad menampilkan hassan bin sabit untuk menjawab syair mereka dan ternyata hassan dapat menundukkan mereka semuanya. Setelah mereka mengakui keunggulan hassan, mereka lalu mendekati Rasulullah saw dan mengucapkan dua kalimat syahadat dan sekaligus masuk Islam. Kebijaksanaan Nabi Muhammad dalam menghadapi delegasi da-ri Bani Tamim yang tidak sopan itu akhirnya berkesudahan dengan baik. Sebelum pulang, mereka lebih dahulu telah men-dapat petunjuk tentang jalan yang benar dan kesopanan dalam pergaulan. Dengan tegas sekali Allah menerangkan bahwa orang-orang yang memanggil Nabi supaya keluar kamar istrinya yang ada di samping masjid Medinah, kebanyakan mereka itu bodoh, tidak mengetahui kesopanan dan tata krama dalam mengadakan kunjungan kehormatan kepada seorang kepala negara apalagi seorang nabi. Tata cara yang dikemukakan ayat ini, sekarang dikenal sebagai protokoler dan security (keamanan). Dari ayat ini dapat pula dipahami bahwa agama Islam sejak dahulu kala sudah mengatur kode etiknya dengan maksud memberikan penghormatan yang pantas kepada pembesar yang dikunjungi.
Seandainya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan sekiranya mereka bersabar, yakni tidak memanggil-manggil namamu sampai engkau keluar dari kamarmu untuk menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka di sisi Allah. Dan itu tidak dilakukan oleh mereka, namun Allah tidak menyiksa mereka. Allah Maha Pengampun bagi siapa yang bertobat, Maha Penyayang kepada hamba-Nya yang taat. Berkaitan dengan ayat ini terdapat riwayat bahwa sekelompok rombongan Bani Tamim datang untuk menemui Nabi dan mereka memanggil-manggil dari luar kamarnya, “Hai Muhammad, keluarlah untuk menemui kami”. Nabi dengan berat hati menemui mereka, padahal ketika itu beliau sedang beristirahat. Ayat ini mengecam sikap mereka yang berlaku tidak sopan kepada Rasulullah.
Seandainya tamu-tamu delegasi itu tidak berteriak-teriak memanggil Nabi Muhammad dan mereka sabar menunggu sampai beliau sendiri keluar kamar peristirahatannya, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. Karena sikap demikian itu menunjukkan adanya takzim dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Allah Maha Pengampun kepada mereka yang memanggil Nabi Muhammad dari belakang kamar-kamarnya bila mereka bertobat dan mengganti kecerobohan mereka dengan kesopanan tata krama. Allah Maha Penyayang kepada mereka, tidak mengazab mereka nanti pada hari Kiamat karena mereka telah menyesali perbuatan mereka yang memalukan itu.
Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.
Setelah kelompok ayat-ayat yang lalu menguraikan tuntunan bagai-mana bertatakrama dengan Rasullah, kelompok ayat ini menguraikan bagaimana berlaku dengan sesama manusia, termasuk kepada orang fasik. Diawali dengan tuntunan bagaimana menghadapi orang fasik, Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita yang penting, maka ja-nganlah kamu tergesa-gesa menerima berita itu, tetapi telitilah terlebih dahulu kebenarannya. Hal ini penting dilakukan agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan atau kecerobohan kamu mengikuti berita itu yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu yang terlanjur kamu lakukan. Ayat ini memberikan tuntunan kepada kaum muslim agar berhati-hati dalam menerima berita terutama jika bersumber dari orang yang fasik. Perlunya berhati-hati dalam menerima berita adalah untuk menghindarkan penyesalan akibat tindakan yang diakibatkan oleh berita yang belum diteliti kebenarannya.;
Dalam ayat ini, Allah memberitakan peringatan kepada kaum Mukminin, jika datang kepada mereka seorang fasik membawa berita tentang apa saja, agar tidak tergesa-gesa menerima berita itu sebelum diperiksa dan diteliti dahulu kebenarannya. Sebelum diadakan penelitian yang seksama, jangan cepat percaya kepada berita dari orang fasik, karena seorang yang tidak mempedulikan kefasikannya, tentu juga tidak akan mempedulikan kedustaan berita yang disampaikannya. Perlunya berhati-hati dalam menerima berita adalah untuk menghindarkan penyesalan akibat berita yang tidak diteliti atau berita bohong itu. Penyesalan yang akan timbul sebenarnya dapat dihindari jika bersikap lebih hati-hati. Ayat ini memberikan pedoman bagi sekalian kaum Mukminin supaya berhati-hati dalam menerima berita, terutama jika bersumber dari seorang yang fasik. Maksud yang terkandung dalam ayat ini adalah agar diadakan penelitian dahulu mengenai kebenarannya. Mempercayai suatu berita tanpa diselidiki kebenarannya, besar kemungkinan akan membawa korban jiwa dan harta yang sia-sia, yang hanya menimbulkan penyesalan belaka.
Ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Seandainya dia menuruti (kemauan)-mu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Akan tetapi, Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran.
Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah, yang sepatutnya dihormati dan dipatuhi semua petunjuknya karena beliau senantiasa dalam bimbingan wahyu Ilahi. Kalau dia menuruti kemauan kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi dengan bimbingan Rasulullah, Allah menjadikan kamu, wahai para sahabat yang setia, cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu sehingga kamu mudah menjaga diri dari dosa serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan sehingga mudah bagi kamu melakukan ketaatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti secara mantap jalan yang lurus.
Allah menjelaskan bahwa Rasulullah saw ketika berada di tengah-tengah kaum Mukminin, sepatutnya dihormati dan diikuti semua petunjuknya karena lebih mengetahui kemaslahatan umatnya. Nabi lebih utama bagi orang-orang Mukmin dari diri mereka sendiri, sebagaimana dicantumkan dalam firman Allah: Nabi itu lebih utama bagi orang-orang Mukmin dibandingkan diri mereka sendiri (al-Ahzab/33: 6) Karena Nabi Muhammad selalu berada dalam bimbingan wahyu Ilahi, maka beliau yang berada di tengah-tengah para sahabat itu sepatutnya dijadikan teladan dalam segala aspek kehidupan dan aspek kemasyarakatan. Seandainya beliau menuruti kemauan para sahabat dalam memecahkan persoalan hidup, niscaya mereka akan menemui berbagai kesulitan dan kemudaratan seperti dalam peristiwa al-Walid bin 'Uqbah. Seandainya Nabi saw menerima berita bohong tentang Bani al-Musthaliq, lalu mengirimkan pasukan untuk menggempur mereka yang disangka murtad dan menolak membayar zakat, niscaya yang demikian itu hanya akan menimbulkan penyesalan dan bencana. Akan tetapi, sebaliknya dengan kebijaksanaan dan bimbingan Rasulullah saw yang berada di tengah-tengah para sahabat, mereka dijadikan oleh Allah mencintai keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati mereka, dan menjadikan mereka benci kepada kekafiran, ke-fasikan dan kedurhakaan. Karena iman yang sempurna itu terdiri dari pengakuan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan beramal saleh dengan anggota tubuh, maka kebencian terhadap kekafiran berlawanan dengan kecintaan kepada keimanan. Menjadikan iman itu indah dalam hati adalah pararel dengan membenarkan (tasdiq) dalam hati, dan benci kepada kedurhakaan itu pararel dengan mengadakan amal saleh. Orang-orang yang demikian itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan mengikuti jalan yang lu-rus, yang langsung menuju kepada keridaan Allah.
(Itu) sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Hal yang demikian itu adalah sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui siapa yang pantas mendapat anugerah-Nya, Mahabijaksana dalam mengatur segala urusan.
Karunia dan anugerah itu semata-mata kemurahan dari Allah dan merupakan nikmat dari-Nya. Allah Maha Mengetahui siapa yang berhak menerima petunjuk dan siapa yang terkena kesesatan, dan Maha bijaksana dalam mengatur segala urusan makhluk-Nya.
Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil.
Setelah Allah memperingatkan kepada orang mukmin supaya berhati-hati dalam menerima berita yang disampaikan orang fasik, maka Allah menerangkan pada ayat ini tentang apa yang bisa terjadi akibat berita itu. Misalnya pertikaian antara dua kelompok yang kadang-kadang menyebabkan peperangan. Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang atau bertikai satu sama lain maka damaikanlah antara keduanya dengan memberi petunjuk dan nasihat ke jalan yang benar. Jika salah satu dari keduanya, yakni golongan yang bermusuhan itu terus menerus berbuat zalim terhadap golongan yang lain, maka pera-ngilah golongan yang berbuat zalim itu, yang enggan menerima kebenar-an, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, yakni menerima kebenaran maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, sehingga terjadi hubungan baik antara keduanya, dan berlakulah adil dalam segala urusan agar putusan kamu diterima oleh semua golongan. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil dalam perbuatan mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang sebaik-baiknya.;
Allah menerangkan bahwa jika ada dua golongan dari orangorang Mukmin berperang, maka harus diusahakan perdamaian antara kedua pihak yang bermusuhan itu dengan jalan berdamai sesuai dengan ketentuan hukum dari Allah berdasarkan keadilan untuk kemaslahatan mereka yang bersangkutan. Jika setelah diusahakan perdamaian itu masih ada yang membangkang dan tetap juga berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka golongan yang agresif yang berbuat aniaya itu harus diperangi sehingga mereka kembali untuk menerima hukum Allah. Jika golongan yang membangkang itu telah tunduk dan kembali kepada perintah Allah, maka kedua golongan yang tadinya bermusuhan itu harus diperlakukan dengan adil dan bijaksana, penuh kesadaran sehingga tidak terulang lagi permusuhan seperti itu di masa yang akan datang. Allah memerintahkan supaya mereka tetap melakukan keadilan dalam segala urusan mereka, karena Allah menyukainya dan akan memberi pahala kepada orang-orang yang berlaku adil dalam segala urusan.
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, sebab mereka itu satu dalam keimanan, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu yang sedang beselisih atau bertikai satu sama lain dan bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan perintahnya antara lain mendamaikan kedua golongan yang saling bermusuhan itu agar kamu mendapat rahmat persudaraan dan persatuan.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang Mukmin semuanya bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara nasab karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal dalam surga. Dalam sebuah hadis sahih diriwayatkan Muslim itu adalah saudara muslim yang lain, jangan berbuat aniaya dan jangan membiarkannya melakukan aniaya. Orang yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah membantu kebutuhannya. Orang yang melonggarkan satu kesulitan dari seorang muslim, maka Allah melonggarkan satu kesulitan di antara kesulitan-kesuliannya pada hari Kiamat. Orang yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi kekurangannya pada hari Kiamat. (Riwayat al-Bukhari dari 'Abdullah bin 'Umar) Pada hadis sahih yang lain dinyatakan: Apabila seorang muslim mendoakan saudaranya yang gaib, maka malaikat berkata, "Amin, dan semoga kamu pun mendapat seperti itu." (Riwayat Muslim dan Abu ad-Darda') Karena persaudaraan itu mendorong ke arah perdamaian, maka Allah menganjurkan agar terus diusahakan di antara saudara seagama seperti perdamaian di antara saudara seketurunan, supaya mereka tetap memelihara ketakwaan kepada Allah. Mudah-mudahan mereka memperoleh rahmat dan ampunan Allah sebagai balasan terhadap usaha-usaha perdamaian dan ketakwaan mereka. Dari ayat tersebut dapat dipahami perlu adanya kekuatan sebagai penengah untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai.