Dia (Nabi Muhammad) berwajah masam dan berpaling
Jika bagian akhir Surah an-Nàzi‘àt menjelaskan tugas Nabi sebagai pemberi peringatan tentang hari kiamat, maka pada permulaan Surah ‘Abasa Allah menyebutkan siapa yang akan mendapatkan manfaat dari peringatan tersebut. Disebutkan bahwa seorang pria buta bernama ‘Abdullàh bin Ummi Maktùm, anak paman Khadìjah, menghadap Nabi untuk meminta petunjuk. Ketika itu Nabi tengah berdakwah kepada para pemuka Quraisy. Nabi kurang berkenan dengan kedatangannya. Muka Nabi menjadi masam. Atas perilaku tersebut Allah menegurnya dengan halus. Teguran ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan Nabi melainkan kalàmullah. Dengan teguran itu Allah menghendaki agar Nabi Muhammad melakukan hal yang lebih utama, yaitu memperhatikan orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran dan berpegang teguh dengan Islam. Dia, Nabi Muhammad, berwajah masam karena kedatangan Ibnu Ummi Maktùm, dan berpaling darinya untuk melanjutkan pembicaraan dengan pemuka Quraisy.
Pada permulaan Surah 'Abasa ini, Allah menegur Nabi Muhammad yang bermuka masam dan berpaling dari 'Abdullah bin Ummi Maktum yang buta, ketika sahabat ini menyela pembicaraan Nabi dengan beberapa tokoh Quraisy. Saat itu 'Abdullah bin Ummi Maktum bertanya dan meminta Nabi saw untuk membacakan dan mengajarkan beberapa wahyu yang telah diterima Nabi. Permintaan itu diulanginya beberapa kali karena ia tidak tahu Nabi sedang sibuk menghadapi beberapa pembesar Quraisy. Sebetulnya Nabi saw sesuai dengan skala prioritas sedang menghadapi tokoh-tokoh penting yang diharapkan dapat masuk Islam karena hal ini akan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan dakwah selanjutnya. Maka adalah manusiawi jika Nabi saw tidak memperhatikan pertanyaan 'Abdullah bin Ummi Maktum, apalagi telah ada porsi waktu yang telah disediakan untuk pembicaraan Nabi dengan para sahabat. Tetapi Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik dan contoh teladan utama bagi setiap orang mukmin (uswah hasanah), maka Nabi tidak boleh membeda-bedakan derajat manusia. Dalam menetapkan skala prioritas juga harus lebih memberi perhatian kepada orang kecil apalagi memiliki kelemahan seperti 'Abdullah bin Ummi Maktum yang buta dan tidak dapat melihat. Maka seharusnya Nabi lebih mendahulukan pembicaraan dengan 'Abdullah bin Ummi Maktum daripada dengan para tokoh Quraisy. Dalam peristiwa ini Nabi saw tidak mengatakan sepatah katapun kepada 'Abdullah bin Ummi Maktum yang menyebabkan hatinya terluka, tetapi Allah melihat raut muka Nabi Muhammad saw yang masam itu dan tidak mengindahakan Ummi Maktum yang menyebabkan dia tersinggung. Hikmah adanya teguran Allah kepada Nabi Muhammad juga memberi bukti bahwa Al-Qur'an bukanlah karangan Nabi, tetapi betul-betul firman Allah. Teguran yang sangat keras ini tidak mungkin dikarang sendiri oleh Nabi. 'Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang yang bersih dan cerdas. Apabila mendengarkan hikmah, ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan. Adapun para pembesar Quraisy itu sebagian besar adalah orang-orang yang kaya dan angkuh sehingga tidak sepatutnya Nabi terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan. Tugas Nabi hanya sekadar menyampaikan risalah dan persoalan hidayah semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah. Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikiran dan keteguhan hatinya serta kesediaan untuk menerima dan melaksanakan kebenaran. Adapun harta, kedudukan, dan pengaruh kepemimpinan bersifat tidak tetap, suatu ketika ada dan pada saat yang lain hilang sehingga tidak bisa diandalkan. Nabi sendiri setelah ayat ini turun selalu menghormati 'Abdullah bin Ummi Maktum dan sering memuliakannya melalui sabda beliau, "Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah. Apakah engkau mempunyai keperluan?"
karena seorang tunanetra (Abdullah bin Ummi Maktum) telah datang kepadanya.
Nabi kurang berkenan sehingga bermuka masam karena seorang buta telah datang kepadanya, yaitu ‘Abdullàh bin Ummi Maktùm. Allah menegur Nabi karena lebih mementingkan bertemu dengan pemuka Quraisy untuk mengajak mereka masuk Islam. Dalam pandangan Allah, semestinya Nabi lebih mementingkan siapa pun yang betul-betul ingin mengamalkan ajaran Islam, tidak peduli ia dari kalangan fakir miskin bahkan cacat. ‘Abdullàh terus memanggil-manggil Nabi, sedang dia karena kebutaannya tidak tahu bahwa beliau sedang bersama para pemuka Quraisy (Lihat: Surah al-An‘àm/6: 52; al-Kahf/18: 28).
Pada permulaan Surah 'Abasa ini, Allah menegur Nabi Muhammad yang bermuka masam dan berpaling dari 'Abdullah bin Ummi Maktum yang buta, ketika sahabat ini menyela pembicaraan Nabi dengan beberapa tokoh Quraisy. Saat itu 'Abdullah bin Ummi Maktum bertanya dan meminta Nabi saw untuk membacakan dan mengajarkan beberapa wahyu yang telah diterima Nabi. Permintaan itu diulanginya beberapa kali karena ia tidak tahu Nabi sedang sibuk menghadapi beberapa pembesar Quraisy. Sebetulnya Nabi saw sesuai dengan skala prioritas sedang menghadapi tokoh-tokoh penting yang diharapkan dapat masuk Islam karena hal ini akan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan dakwah selanjutnya. Maka adalah manusiawi jika Nabi saw tidak memperhatikan pertanyaan 'Abdullah bin Ummi Maktum, apalagi telah ada porsi waktu yang telah disediakan untuk pembicaraan Nabi dengan para sahabat. Tetapi Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik dan contoh teladan utama bagi setiap orang mukmin (uswah hasanah), maka Nabi tidak boleh membeda-bedakan derajat manusia. Dalam menetapkan skala prioritas juga harus lebih memberi perhatian kepada orang kecil apalagi memiliki kelemahan seperti 'Abdullah bin Ummi Maktum yang buta dan tidak dapat melihat. Maka seharusnya Nabi lebih mendahulukan pembicaraan dengan 'Abdullah bin Ummi Maktum daripada dengan para tokoh Quraisy. Dalam peristiwa ini Nabi saw tidak mengatakan sepatah katapun kepada 'Abdullah bin Ummi Maktum yang menyebabkan hatinya terluka, tetapi Allah melihat raut muka Nabi Muhammad saw yang masam itu dan tidak mengindahakan Ummi Maktum yang menyebabkan dia tersinggung. Hikmah adanya teguran Allah kepada Nabi Muhammad juga memberi bukti bahwa Al-Qur'an bukanlah karangan Nabi, tetapi betul-betul firman Allah. Teguran yang sangat keras ini tidak mungkin dikarang sendiri oleh Nabi. 'Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang yang bersih dan cerdas. Apabila mendengarkan hikmah, ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan. Adapun para pembesar Quraisy itu sebagian besar adalah orang-orang yang kaya dan angkuh sehingga tidak sepatutnya Nabi terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan. Tugas Nabi hanya sekadar menyampaikan risalah dan persoalan hidayah semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah. Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikiran dan keteguhan hatinya serta kesediaan untuk menerima dan melaksanakan kebenaran. Adapun harta, kedudukan, dan pengaruh kepemimpinan bersifat tidak tetap, suatu ketika ada dan pada saat yang lain hilang sehingga tidak bisa diandalkan. Nabi sendiri setelah ayat ini turun selalu menghormati 'Abdullah bin Ummi Maktum dan sering memuliakannya melalui sabda beliau, "Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah. Apakah engkau mempunyai keperluan?"
Tahukah engkau (Nabi Muhammad) boleh jadi dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa)
Wahai Nabi Muhammad, Kami menegur sikapmu yang demikian karena tahukah engkau barangkali dia datang menghadapmu untuk minta pengajaran darimu sebab dia ingin menyucikan dirinya dari dosa dan kesalahan masa lalunya?
Dalam ayat-ayat ini, Allah menegur Rasul-Nya, "Apa yang memberitahukan kepadamu tentang keadaan orang buta ini? Boleh jadi ia ingin membersihkan dirinya dengan ajaran yang kamu berikan kepadanya atau ingin bermanfaat bagi dirinya dan ia mendapat keridaan Allah, sedangkan pengajaran itu belum tentu bermanfaat bagi orang-orang kafir Quraisy yang sedang kamu hadapi itu."
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran sehingga pengajaran itu bermanfaat baginya?
Atau tahukah engkau bila dia datang karena dia ingin mendapatkan pengajaran Al-Qur’an dan ajaran Islam darimu, yang memberi manfaat kepadanya sehingga dia lebih tekun beribadah, beramal saleh, dan menjadi pengikut setiamu?
Dalam ayat-ayat ini, Allah menegur Rasul-Nya, "Apa yang memberitahukan kepadamu tentang keadaan orang buta ini? Boleh jadi ia ingin membersihkan dirinya dengan ajaran yang kamu berikan kepadanya atau ingin bermanfaat bagi dirinya dan ia mendapat keridaan Allah, sedangkan pengajaran itu belum tentu bermanfaat bagi orang-orang kafir Quraisy yang sedang kamu hadapi itu."
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (para pembesar Quraisy),
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup dengan apa yang dia punya, seperti kedudukan, status sosial, dan kekayaan; sehingga dia enggan beriman kepada Allah dan mengikuti ajaranmu,
Dalam ayat-ayat ini, Allah melanjutkan teguran-Nya, "Adapun orang-orang kafir Mekah yang merasa dirinya serba cukup dan mampu, mereka tidak tertarik untuk beriman padamu, mengapa engkau bersikap terlalu condong pada mereka dan ingin sekali supaya mereka masuk Islam."
engkau (Nabi Muhammad) memberi perhatian kepadanya.
maka engkau justru memberi perhatian kepadanya secara penuh agar jika dia masuk Islam dan menjadi pelopor bagi pengikutnya. Dalam berdakwah kepada pemuka Quraiys, Nabi sebetulnya mempunyai niat yang mulia, tetapi Allah menegur perlakuan Nabi kepada ‘Abdullàh lebih karena Dia menginginkan Nabi melakukan sesuatu yang lebih baik.
Dalam ayat-ayat ini, Allah melanjutkan teguran-Nya, "Adapun orang-orang kafir Mekah yang merasa dirinya serba cukup dan mampu, mereka tidak tertarik untuk beriman padamu, mengapa engkau bersikap terlalu condong pada mereka dan ingin sekali supaya mereka masuk Islam."
Padahal, tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman).
Wahai Nabi, mengapa engkau lebih mengutamakan pelayanan terhadap pemuka Quraisy itu, padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak menyucikan diri dengan beriman kepada Allah? Tugasmu hanyalah menyampaikan wahyu, dan setelah itu tidak ada dosa bagimu jika dia tetap berpaling dan enggan mengikuti petunjukmu. Lalu, mengapa engkau menomorduakan permintaan orang buta lagi fakir yang ingin belajar Islam darimu?
Dalam ayat-ayat ini, Allah melanjutkan teguran-Nya, "Adapun orang-orang kafir Mekah yang merasa dirinya serba cukup dan mampu, mereka tidak tertarik untuk beriman padamu, mengapa engkau bersikap terlalu condong pada mereka dan ingin sekali supaya mereka masuk Islam."
Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
Dan adapun orang, yaitu ‘Abdullàh bin Ummi Maktùm, yang datang kepadamu dengan bersegera dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan pengajaran Islam darimu,
Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, "Dan adapun orang seperti 'Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya."
sedangkan dia takut (kepada Allah),
sedang dia takut akan siksa Allah jika tidak mematuhi-Nya,
Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, "Dan adapun orang seperti 'Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya."
malah engkau (Nabi Muhammad) abaikan.
engkau malah mengabaikannya, berpaling darinya, tidak menghiraukannya, dan bermuka masam kepadanya.
Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, "Dan adapun orang seperti 'Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya."