Sedang Membaca
Karna (5): Mengapa Karna Harus Gugur di Medan Bharatayudha

Lahir di Subang, 22 Juli 1981. Lulusan pesantren Lirboyo dan ma'had aly Sukorejo, Situbondo. Ayah dua orang anak ini sekarang sedang menempuh pendidikan s3 di SPS UIN Jakarta.

Karna (5): Mengapa Karna Harus Gugur di Medan Bharatayudha

5

“Ibu, anakmu lima, dan akan tetap lima. Salah satu dari kami, entah aku atau Arjuna akan tetap hidup setelah peperangan usai.” Janji Karna kepada Kunthi.

Bharatayudha hari ketujuhbelas. Perang tanding antara Karna dan Arjuna dilanjutkan kembali di padang Kurukhsetra. Sebelumnya di pihak telah gugur Senopati Agung Bhisma, kakek dari Pandawa dan Kurawa yang memilih berperang untuk Hastinapura meski sebenarnya hatinya tertambat pada Pandawa. Semata ia lakukan atas nama tanah air. Bukan karena membela Kurawa.

Bhisma yang agung mati di tangan Srikandi, jelmaan Amba yang lama menaruh dendam pada Bhisma. Sekujur tubuh Bhisma dipenuhi dengan anak panah kecuali di bagian kepalanya. Kepala tersebut terkulai sementara tubuhnya mengambang terangkat oleh anak panah. Saat Bhisma meminta sandaran kepala, ia menolak diberikan bantal. Adalah Karna yang kemudian menancapkan anak panah di bawah kepala Bhisma hingga kepala tersebut menjadi sejajar dengan tubuhnya.

Selain itu, dari kubu Kurawa, telah meninggal pula Mahaguru Drona di tangan Drestadyumna, anak dari Draupada, mertua Pandawa, mantan sahabat Drona yang berbalik menjadi musuh. Telah meninggal pula sebagian besar anak-anak Destrarstra, termasuk Dursasana yang dipotong-potong tubuhnya oleh Bima, diminum darahnya dan dibuat keramas oleh Draupadi.

Sebaliknya di pihak pandawa, telah gugur anak Arjuna, Abimanyu yang tewas dikeroyok oleh para senopati Kurawa. Gugur pula Gatotkaca, putra Bima, yang herannya justru menggembirakan hati Krishna. Karena Gatotkaca tewas di tangan senjata Konta milik Karna yang hanya bisa dipakai sekali, lalu sirna. Itu berarti, dalam perang berikutnya melawan Arjuna, Karna tidak lagi memiliki pusaka yang bisa dia andalkan.

Sebelumnya, sebelum Bharatayudha dimulai, Kunthi, ibunda para Pandawa menemui Karna. Kunthi sangat mengkhawatirkan keselamatan anak-anaknya. Kepada Bhisma dan Drona ia percaya bahwa kedua orang itu tak akan sanggup membunuh anak-anaknya mengingat besarnya kecintaan mereka berdua pada Pandawa. Satu-satunya ancaman bagi Pandawa menurut Kunthi ialah Karna, karena memiliki dendam kesumat kepada Arjuna yang selama ini diakui oleh semesta sebagai ksatria lelananging jagat. Karna hendak menunjukkan kepada semesta bahwa anggapan itu salah. Selain itu, ia juga ingin membuktikan kesetiannya kepada Duryudhana dengan menghabisi semua Pandawa.

Kunthi merasa inilah saatnya bagi dia untuk membuka siapa sebenarnya Karna. Kunthi lantas bercerita bahwa Karna sesungguhnya ialah anak Kunthi yang lahir sebelum Kunthi menikah dengan Pandu. Mantra Adityahredaya yang diucapkan Kunthi di masa kecil mampu mengundang Bhatara Surya yang kemudian menganugerahinya seorang Putra yang lahir dari telinga, hingga dinamai Karna. Sebagai hadiah, bayi itu kemudian diberi baju zirah, anting-anting dan kalung sakti. Senjata apapun tak akan mampu menembus kulit Karna. Bayi Karna kemudian dihanyutkan di sungai dan ditemukan oleh Adirata dan Radha, sang kusir kereta. Itulah mengapa Karna dikenal sebagai anak seorang kusir kereta.

Baca juga:  Kaum Mudo, Kaum Tuo, dan NU di Palembang

Kunthi berkilah bahwa Karna begitu membenci Pandawa adalah karena ia tak menyadari bahwa sesungguhnya Karna merupakan saudara tertua dari Pandawa. Oleh karena itu Kunthi meminta agar Karna berbalik bergabung dengan adik-adiknya di bawah panji Pandawa.

Karna yang kaget kemudian mempertanyakan mengapa baru sekarang Kunthi membuka rahasia tersebut? Mengapa baru sekarang sesudah terbakar hatinya dengan sindiran Bima yang mengatainya sambil tertawa sebagai anak kusir? Mengapa setelah Arjuna terbakar hatinya oleh Karna yang menyebut Draupadhi sebagai pelacur karena bersuamikan lima orang? Mengapa harus diawali dulu dengan kekhawatiran akan kekalahan Pandawa? Mengapa tidak sejak dulu ketika Karna masih merupakan anak kusir kereta yang tak memiliki derajat apapun? Mengapa setelah Karna berhutang budi pada kebaikan Duryudhana, baru sekarang Kunthi berbicara?

Karna menjawab bahwa apabila dirinya berpihak pada Pandawa, maka dunia akan mengenal dirinya sebagai ksatria tak tahu berbalas budi. Setelah apa yang sudah dia dapatkan dari Duryudhana, mengapa sekarang saat ia diminta dharmanya malah ia berbalik akan membela Pandawa? Karna tetap berkeras dengan pendiriannya. Ia hanya berjanji bahwa apapun yang terjadi, anak-anak Kunthi akan tetap berjumlah lima. Salah satu dari mereka berdua, Arjuna atau Karna akan tetap hidup setelah perang selesai.

Tak kurang, Krishna pun mengunjungi Karna dan mengingatkan bahwa sesungguhnya ia adalah saudara tertua Pandawa. Artinya, apabila Karna memihak pada Pandawa, maka setelah perang usai, yang menjadi Raja adalah Karna, bukan Yudhistira. Karna terkejut dan menghadapi dilema yang besar. Dengan penuh pertimbangan ia memutuskan tetap pada pendiriannya, yaitu membela Kurawa. Ia tidak mau meninggalkan Duryudhana yang telah memberinya kedudukan, harga diri, dan perlindungan saat dihina para Pandawa dahulu. Ajakan Kresna tidak mampu meluluhkan sumpah setia Karna terhadap Duryudhana yang telah memberinya penghidupan.

Bahkan Bhisma pun mengingatkan hal yang sama. Untuk diketahui, Bharatayudha di hari pertama, Bhisma ditunjuk sebagai Senopati Agung. Keputusan yang ditolak oleh Karna. Secara jujur Karna mengungkapkan bahwa Bhisma terlalu mencintai Pandawa, sehingga tak mungkin tega membunuh mereka. Mendengar ucapan Karna, Bhisma menilai Karna terlalu sombong dan congkak. Ia mengusir Karna, sambil berkata bahwa selama ia hidup, ia tidak akan mengizinkan Karna masuk dalam pasukannya.

Baca juga:  Bom di Mesir, Setelah di Gereja, Kini di Masjid

Saat Bhisma mundur dari medan peperangan, terjadi dialog antara mereka berdua. Bhisma berkata bahwa ia mengusir Karna sejatinya karena tak mau melihat Karna bertanding melawan adik-adiknya sendiri. Bhisma pun meminta agar Karna bergabung dengan Pandawa. Karna tetap bergeming. Kepada Bhisma ia berkata bahwa Bharatayudha merupakan perang melawan angkara murka yang harus tetap terjadi. Perang ini adalah ujian bagi keserakahan Duryudhana selama ini. Keberpihakan Karna pada Kurawa adalah agar Duryudhana tetap menguatkan hati melanjutkan Bharatayudha hingga kemudian ia tetap dihukum oleh Bima di akhir perang sebagaimana yang dikehendaki oleh para Dewata.

Upaya melemahkan Karna di Bharatayudha bukan hanya dilakukan oleh bangsa manusia. Bahkan Dewata pun turut campur. Pada suatu ketika, Bhatara Indra, ayah Arjuna yang khawatir akan keselamatan anaknya mendatangi Karna dalam wujud seorang Resi. Sebelumnya, Karna telah berjanji bahwa ia akan selalu memberikan derma kepada Resi apapun yang mereka inginkan. Indra kemudian meminta agar Karna mendermakan baju zirah serta anting-anting dan kalung saktinya.

Bhatara Surya, ayah Karna lantas hadir mengingatkan Karna agar jangan tertipu daya oleh Indra. Namun Karna yang memegang teguh prinsip kejujuran dalam hidupnya berkeras memenuhi janji. Ia kemudian mengiris baju zirah yang melekat di tubuhnya sejak ia masih bayi, termasuk anting-anting dan kalung sakti. Karena iba, Indra kemudian memberikan senjata Konta yang hanya bisa dipakai oleh Karna sekali saja sesudah itu sirna.

Mengingat bahwa di pihak Pandawa, yang menjadi kusir dari Arjuna ialah Krishna, maka terpikirlah Karna untuk mencari kusir yang sepadan dengan kesaktian Krishna. Maka ia memohon kepada ayah mertuanya, Prabu Salya agar sudi menjadi kusir keretanya. Permohonan itu meskipun dipenuhi, namun tetap dianggap hinaan oleh Salya. Ia adalah seorang Prabu, bahkan Mertua bagi Karna. Tak layak ia menjadi kusir kereta.

Maka di hari ketujuhbelas Bharatayudha, majulah Karna melawan Arjuna dalam keadaan sudah tak lagi memiliki baju zirah sakti. Senjata Kunta pemberian Indra sudah ia gunakan untuk membunuh Gatotkaca. Keretanya dikusiri oleh seseorang yang melakukan tugas bukan dengan kerelaan. Bagi Karna, perang ini hanyalah perwujudan atas kutukan-kutukannya di masa silam. Gurunya, Parasurama, karena merasa tertipu pernah mengutuk dia bahwa kelak dia akan lupa dengan seluruh ajian dan mantranya saat pertempuran hidup dan mati. Seorang Brahmana yang sapinya ditabrak mati oleh Karna pernah mengutuknya bahwa kelak kereta perangnya akan terperosok ke dalam jurang. Semua kutukan itu berlaku pada diri Karna hari itu.

Baca juga:  Kritik Pembangunan di Dunia Islam

Namun bukan berarti Arjuna bisa memenangi pertarungan dengan mudah. Senjata pasupati yang dilesakkan oleh Arjuna tak kunjung mengenai Karna yang menghindar dengan lincah mengingat pengalaman bertempur Karna tidaklah main-main. Karna bahkan hampir saja mengenai Arjuna, namun sial, saat menembakkan anak panah, kusirnya, Salya, menggoyang kereta sehingga anak panah tersebut hanya mengenai gulungan rambut Arjuna. Salya melakukan itu sebagai balasan atas penghinaan yang ia rasakan akibat ditunjuk sebagai kusir kereta oleh anak menantunya.

Saat kelelahan, di tengah pertempuran Karna menyuruh Adimangala, Patih negara Angga untuk datang kepada Surtikanti, istri terkasih Karna, membawa pesan yang berbunyi Karna nyuwun sedah yang artinya Karna meminta sirih. Namun Patih Adimangala yang ceroboh salah ucap dan berkata Karna seda yang dipahami oleh Surtikanti berarti Karna Mati. Sedih mendengar berita tersebut, Surtikanti kemudian melakukan bela pati. Ia bunuh diri menyusul suaminya yang ia sangka sudah mendahuluinya.

Patih Adimangala lantas mengabarkan kematian Surtikanti pada Karna yang membuatnya marah hingga membunuh Patih Adimangala. Karna yang sudah malas hidup akhirnya melanjutkan peperangan dengan tanpa semangat lagi. Karna lantas mencoba merapal mantra dan ajian yang ia dapat dari Parasurama. Kutukan pertama berlaku, ia lupa dengan semua mantra dan ajian tersebut. Tak lama, kutukan kedua berlaku. Roda keretanya terperosok ke dalam lubang. Tentu saja Salya sang kusir tak sudi mendorong roda kereta tersebut, hingga akhirnya Karna turun dan mendorong roda.

Saat Karna sedang mendorong roda tersebut, Krishna berkata pada Arjuna bahwa sekaranglah saatnya untuk melepaskan Pasupati dan membunuh Karna. Arjuna berkata bahwa itu adalah tindakan curang dalam peperangan. Krishna lantas mengingatkan kecurangan Karna sebelumnya, yakni bersama dengan senopati Kurawa yang lain mengeroyok Abimanyu hingga gugur. Arjuna kemudian membulatkan hatinya dan melepaskan Pasupati. Karna gugur.

Layakkah Arjuna tetap disebut sebagai Ksatria lelananging jagat setelah melewati pertempuran yang serba tak seimbang melawan Karna?.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
2
Terinspirasi
1
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top