Sedang Membaca
Karantina: Tafsir Al-A’raaf di Dunia Nyata
M. Ishom el-Saha
Penulis Kolom

Dosen di Unusia, Jakarta. Menyelesaikan Alquran di Pesantren Krapyak Jogjakarta dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Karantina: Tafsir Al-A’raaf di Dunia Nyata

Macau Photo Agency 2agj7bq68lk Unsplash

Ramai pemberitaan seputar karantina WNI, baik dalam kasus virus Corona maupun kasus ISIS, mengingatkan kita tentang QS. Al-A’raaf terutama ayat 46 sampai 49. Para ahli tafsir mendeskripsikan al-A’raaf sebagai tempat tinggi yang terpisah antara surga dan neraka.

Dikatakan demikian sebab di antara surga dengan neraka terdapat satir (hijab) yang memisahkan dan menghalangi pandangan antar penghuni masing-masing tempat. Jadi wajar al-A’raaf disebut tempat yang tinggi sebab sekalipun tidak termasuk bagian surga maupun neraka akan tetapi penghuni al-A’raaf dapat melihat apa yang terjadi di surga maupun di neraka.

Dijelaskan dalam ayat 46 dan 47 QS. al-A’raaf: “Mereka menyapa penghuni surga dengan ucapan, ‘selamat atas kalian,’ sementara mereka belum boleh masuk padahal mereka sangat menginginkannya.”

“Dan ketika tatapan mereka dialihkan ke arah penghuni mereka maka berkatalah mereka; wahai Tuhan kami jangan jadikan kami bersama-sama golongan yang telah berbuat kelaliman.”

Para ulama berbeda menafsirkan tentang siapa penghuni al-A’raaf: Ada yang menyebut orang fasiq yang belum cukup pahalanya untuk menebus tiket surga. Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah malaikat yang masih bertugas sehingga belum diijinkan beristirahat di surga.

Terlepas perbedaan penafsiran siapa penghuni al-A’raaf kelak di hari kiamat, di dunia sekarang wujud konkrit al-A’raaf dapat dibuktikan melalui karantina. Yakni wilayah isolasi dalam beberapa waktu bagi kelompok untuk dinyatakan layak berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat yang diidamkan.

Baca juga:  Konsolidasi Kebijakan dan Aktivasi Lumbung dalam Mitigasi Ancaman Krisis Pangan Dampak Pandemi Covid-19 di Kabupaten dan Perkotaan Terdampak

Karantina lazimnya dilakukan sebagai upaya untuk mencegah dan menangkal penyebaran virus penyakit. Misalnya, karantina WNI asal Wuhan China untuk pencegahan penyebaran virus Corona. Karantina semacam ini dalam bahasa tafsir diibaratkan seperti penghuni al-A’raaf yang dianggap kualitas hasanah-nya rendah.

Bagaimana dengan usul karantina untuk menangkal penyebaran virus jihadis WNI eks ISIS? Mungkin pendapat imam al-Fakhr Al-Razi dalam Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib juz 14 halaman 94 perlu dipertimbangkan. Salah satu poin pendapat beliau adalah bahwa penghuni al-A’raaf adalah orang-orang yang keluar berjihad tanpa meminta ijin kedua orang tuanya. Sekalipun syahid mereka tidak masuk surga maupun neraka. Bukankah WNI yang bergabung dengan ISIS, modelnya semacam ini!?

Khusus masalah ini, kalau kita setuju boleh dipertimbangkan, tapi kalau tidak setuju cukup diabaikan saja. Toh menurut Imam al-Razi: “Ini sebagian pendapat ulama!!” (RM)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top