Sedang Membaca
Mengenal Kembali Elemen Mushaf Alquran: Rasm
Nor Lutfi Fais
Penulis Kolom

Mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang yang juga alumni pondok MUS. Kini sedang mendalami kajian rasm usmani. Pendidikan: Mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo Semarang Domisili: Pondok Ngaliyan Asri K-11 Sosmed: Fais Zumna Ustuchty (facebook), fais zumna (twitter)

Mengenal Kembali Elemen Mushaf Alquran: Rasm

Berbeda dengan khat, rasm merupakan teknik penulisan khusus yang digunakan dalam Alquran. Ini jelas tidak seperti pengetahuan banyak orang, dimana saat disebutkan rasm yang kemudian dijelaskan sebagai cara penulisan Alquran, mereka menyangka itu khat.

Mengutip dari Qadduri Ahmad, Zainal Arifin dalam disertasinya menyatakan bahwa kajian penulisan aksara Arab terbagi ke dalam dua aspek; aspek keindahan tulisan dan aspek kebahasaan. Aspek pertama berkembang menjadi disiplin ilmu kaligrafi atau yang tadi dikatakan sebagai khat. Sedang yang kedua berkembang menjadi disiplin ilmu rasm.

Meski secara bahasa kedua istilah di atas, khat dan rasm, memiliki arti yang sama, yakni kitabah atau tulisan, namun dalam disiplin penulisan aksara Arab, keduanya dibedakan, sebagaimana lazim terjadi pada istilah-istilah lain yang bersinonim.

Ada banyak istilah yang dipergunakan ulama dalam menyebut rasm Alquran. Beberapa diantaranya adalah rasm qur’ani, rasm mushafi, dan rasm utsmani. Hanya saja untuk tujuan ikhtishar, ketika disebut rasm maka yang dimaksud adalah cara khusus penulisan Alquran.

Perlu diketahui juga bahwa rasm memfokuskan diri atas garis tulisan huruf, tanpa menyertakan titik dan tanda baca harakat. Karena bila pembaca sekalian melihat dan mengamati setiap kata pada mushaf modern saat ini, maka disana tertulis batang garis huruf, tanda titik, dan harakat. Sehingga pada part ini, saya hanya akan menyinggung rasmnya saja, yang lain akan dijelaskan pada part-part selanjutnya.

Baca juga:  Mualaf Rahmatan lil Alamin (1): Kareem Abdul Jabbar, Rela Kehilangan Fans dan Keluarga Demi Islam

Jika tadi dikatakan ‘cara penulisan khusus’, sejauh mana kekhususan itu?

Pada permulaan awal Islam, Alquran ditulis sahabat di depan Rasul Saw atau setidaknya mendapat taqrir-nya. Sehingga beberapa ulama kemudian menganggap bahwa rasm merupakan bagian dari sesuatu yang tauqifi atau piwulang syara’ yang harus diikuti.

Uniknya, meski telah mengenal simbol, bentuk, dan gambar tertentu yang kemudian diidentifikasi sebagai harakat atau tanda titik,Alquran tetap ditulis kosongan, tanpa harakat dan titik (model tulisan sebagaimana gambar di atas). Meski demikian, dzauq Arab yang sudah melekat tidak menjadikan mereka kesulitan membaca tulisan semacam itu . Selain juga karena fakta bahwa Alquran lebih mendasarkan pada apa yang didapat dari bacaan guru, atau dalam masa itu, Rasul Saw.

Hingga melewati era Abu Bakar dan Umar serta akhirnya sampai pada Utsman, penulisan tetap berlangsung kosongan. Perdebatan antara tentara Islam di Azebaijan memaksa khalifah ketiga itu mengambil tindakan. Peristiwa penyatuan Mushaf Alquran dalam satu bacaan kemudian melahirkan satu master mushaf yang saat ini dikenal Mushaf Utsman atau Mushaf Utsmani.

Berawal dari mushaf ini lah kemudian kaidah-kaidah penulisan Alquran dirumuskan menjadi satu disiplin keilmuan yang mandiri, rasm. Materinya diambil dari komparasi penulisan mushaf Alquran yang berjumlah 6 (enam) buah. Terus mengalami perkembangan kajian hingga mencapai masa keemasan pada abad kelima, dengan ditandai muncunya dua tokoh yang masyhur dikenal syaikhoni fi al-rasm, dua ulama otoritatif bidang rasm. Adalah Abu ‘Amr Utsman al-Dany (w. 444 H.) dan Abu Dawud Sulaiman Najah (w. 496 H.).

Baca juga:  Mengurai Konflik Etno Religius dengan Pengalaman Keberagamaan Lokal

Meski keduanya mempunyai hubungan guru dan murid, masing-masing mempunyai kaidah tersendiri dalam penulisan Alquran, walau tak jarang juga ditemukan kesamaan. Mushaf modern saat ini, seperti Mushaf Madinah Kerajaan Arab Saudi atau Mushaf Jamahiriyyah Libia, rata-rata menganut kaidah penulisan keduanya. Dengan melakukan tarjih (kecenderungan pemilihan dan penggunaan) salah satunya jika ditemukan perbedaan.

Karenanya jika pembaca sekalian menjumpai perbedaan tulisan dalam mushaf Alquran, yang bukan dikarenakan kesalahan penulisan tentunya, bisa jadi hal itu disebabkan karena perbedaan mazhab yang dianut. Sebagai contoh kata shirath dalam Surat Al-Fatihah ayat 6 dan 7, jika menganut mazhab Abu Dawud sebagaimana Mushaf Madinah, disana tertulis tanpa alif setelah huruf ra’. Ini berbeda dengan Mushaf Libia yang menggunakan alif setelahnya.

Pada kata kitab misalnya, di seluruh mushaf yang mengikuti model penulisan rasm utsmani ditulis tanpa alif setelah huruf ta’. Peniadaan alif juga berlaku pada semua bentuk jama’ mudzakar dan muannats salim. Dan masih banyak contoh lainnya yang membedakannya dari penulisan Arab konvensional umumnya.

Sayangnya untuk saat ini, khususnya di Indonesia, baik kajian mengenai rasm dan aplikasinya dalam penulisan Alquran masih terbilang rendah. Tingkat kesulitan dan kerumitan pembahasan agaknya menjadi alasan paling kuat. Selain itu keterkaitan dengan ilmu bacaan, qiro’ah sab’ah, juga sangat erat. Sehingga hidden situation seperti keharusan hafal 30 juz menjadi momok yang cukup besar bagi para peminat kajian ini.

Baca juga:  Raghib Abu Hamdan dan Seni Kaligrafi Baru

Aplikasi rasm juga terbilang susah dilakukan. Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menggunakan mushaf Bombay asal India dengan tulisan gendut dan tebal serta tidak mengikuti rasm utsmani ini masih sangat kental dirasa. Sehingga ketika disodorkan mushaf utsmani kebanyakan mengalami kesulitan, bahkan tak jarang melakukan kesalahan.

Memang benar jika dilakukan pembelaan bahwa disana terdapat ulama yang memberikan dispensasi terhadap ketiadaan penggunaan rasm utsmani, namun pengenalan, edukasi dan sosialisasi tentangnya juga perlu dilakukan. Bukankah persatuan dan kesatuan mushaf juga baik untuk diterapkan? Bila perbedaan ini tetap terpelihara, bukan tidak mungkin pertikaian Azerbaijan bakal terulang, hanya karena tulisan yang sejatinya sama-sama diperbolehkan. Wallahu a’lamm bi al-shawab. (RM)

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top