Sedang Membaca
Bantahan Asy’arian yang Kurang Tepat

Santri di Al-Azhar Cairo & Rumah Syariah Mesir.

Bantahan Asy’arian yang Kurang Tepat

Kisah Hikmah Ulama

Dalam tulisan sebelumnya, saya sudah menjelaskan bahwa Allah adalah dzat yang maha berkehendak. Tidak ada satupun di semesta ini yang keluar dari kehendakNya. Jika Ia menghendaki kebaikan pada makhlukNya, maka tiada satupun yang bisa menghalangiNya. Demikan juga sebaliknya, jika Ia menghendaki keburukan pada makhlukNya, maka tiada satupun dan apapun yang bisa menghalangiNya.

Oleh karena itu, baik dan buruk perbuatan manusia tanpa terkecuali merupakan kehendak Allah taala. KehendakNya bersifat mutlak, sehingga tidak terbatas pada perbuatan yang bersifat baik saja. Maka dari itu, kita tidak bisa mengatakan bahwa perbuatan buruk itu ciptaan manusia sendiri tanpa ada campur tangan Allah taala. Sebab, jika dikatakan demikian, maka akan ada sesuatu yang keluar dari kehendakNya. Dan hal itu mustahil bagi Allah taala.

Pendapat demikianlah yang disandarkan pada golongan Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah dengan pelopor Imam Abu Hasan al-Asy’ari. Salah satu ulama’ yang mampu memurnikan ajaran tauhid dengan menyeimbangkan dalil aqly dan naqly.

Kemudian, hal itu lantas menjadi perbedaan yang cukup tajam dengan paham Muktazilah. Mereka berkeyakinan bahwa perbuatan buruk bersumber dari manusia sendiri, tanpa ada campur tangan Allah taala. Sehingga, menurut Muktazilah, Allah tidak mungkin menciptakan keburukan, tidak juga menghendaki bencana ataupun perbuatan dosa.

Bagaimana mungkin Allah memberikan sanksi kepada manusia berupa dosa ataupun neraka atas perbuatan buruk yang sudah diatur oleh Allah sendiri. Apabila demikian keadaannya, maka Allah SWT tidaklah adil. Karena Ia sudah mengintervensi hambaNya untuk melakukan perbuatan dosa kemudian diganjar dengan dosa ataupun neraka.

Baca juga:  Noam Chomsky dan Gerakan Islam Progresif

Maka demikian, keadilan bagi Allah menurut Muktazilah terletak pada kehendak bebas yang Ia anugerahkan kepada hambaNya. Manusia bisa menentukan sendiri perbuatan mereka berbekal akalnya tanpa ada campur tangan Tuhan di dalamnya.

Muktazilah mengatakan demikian karena didasarkan pada salah satu konsep mereka (wujub riayah al-sholah wa al-aslah). Yaitu wajib bagi Allah menciptakan kebaikan di muka bumi ini. Sehingga, jika terdapat suatu keburukan atau perbuatan maksiat, maka itu bersumber dari manusia sendiri.

Kemudian, bagaimana respon Asy’arian untuk membantah konsep tersebut ???

Dalam kitab Tuhfah al-Murid ala Jauharoh al-Tauhid, Imam al-Laqqoni berkata dalam baitnya (183):

ألم يروا إيلامه الأطفال # وشبهها فحاذر المحال

“Bukankan mereka (Muktazilah) melihat bahwasanya Allah memberikan penyakit pada anak anak kecil dan yang serupa denganya. Maka jauhilah keraguan”.

Sedangkan, Imam Fudholi dalam kitabnya Kifayah al-Awam juga mengatakan (172):

ومما يرد على المعتزلة أن الأطفال ينزل بهم الضرر من الأسقام والأمراض وهذا لا صلاح للأطفال. ولو كان الصلاح واجبا عليه تعالى لما نزل الضرر بالأطفال.

“Dan yang menjadi bantahan atas Muktazilah yaitu anak-anak kecil yang terkena penyakit, dan hal ini bukanlah suatu kebaikan bagi mereka. Jika kebaikan wajib bagi Allah, maka anak-anak kecil tersebut tidak akan tertimpa bahaya atau penyakit”.

Tak hanya itu, Imam Dardir dalam kitab Syarh Al-Kharidah al-Bahiah juga melontarkan argumen yang sama (524):

Baca juga:  Mengkaji Fenomena Mahasantri

إذ لو وجب عليه تعالى ما هو الأصلح في حق العبد ما وقعت محنة. وماخلق الله تعالى الكافر الفقير المعذب دنيا و أخرى. وما حصل ألم لطفل.

“Jika wajib bagi Allah taala menciptakan kebaikan dalam diri hambaNya, maka tidak akan ada kesengsaraan, Allah juga tidak akan menciptakan orang kafir yang faqir dan diazab di dunia maupun di akhirat. Dan juga tidak ada penyakit yang menimpa anak kecil”.

Dari apa yang telah di paparkan di atas, yaitu merujuk pada tiga kitab ilmu tauhid, dapat kita simpulkan bahwa ketika Muktazilah mengatakan wajib bagi Allah menciptakan kebaikan yang ada di muka bumi ini, maka Allah tidak akan menciptakan keburukan pada diri manusia. Allah juga tidak akan memberikan cobaan berupa penyakit kepada anak kecil dst.

Tetapi, kenyataan itu berbanding terbalik. Sangatlah jelas bagi kita bahwa keburukan dan kemaksiatan ada dan terjadi di muka bumi ini. Tak hanya itu, kita juga melihat sanak saudara ataupun teman yang tertimpa musibah. Bahkan kita, pada saat kanak-kanak, pun juga menderita sebuah penyakit.

Lantas, apakah argumen Asy’arian dengan realita (musyahadah) yang ada, mampu membatalkan pendapat kaum Muktazilah ???

Apakah musibah atau cobaan yang terjadi dalam dunia ini tidak dikatakan sebagai kebaikan (al-shalah) menurut mereka ???

Syekh Husam Ramadhan, salah satu ulama’ muda Mesir sekaligus pakar di bidang ilmu kalam mengatakan, bahwa argumen yang dikutip penulis dari tiga kitab ilmu tauhid di atas, sama sekali tidak membatalkan pendapat Muktazilah. Karena menurut mereka kebaikan (al-shalah) tidak hanya sebatas lahiriah saja. Melainkan juga mencakup secara batiniah.

Baca juga:  Sunah dan Bid’ah dalam Perspektif KH Hasyim Asy’ari

Maka dari itu, (menurut Muktazilah) ketika seseorang tertimpa musibah atau anak kecil yang terserang oleh penyakit, masih dikategorikan sebagai perkara yang baik. Mengapa demikian? karena menurut Muktazilah, suatu musibah atau penyakit adakalanya untuk meleburkan dosa atau mendapat balasan oleh Allah berupa perkara yang lebih baik. Sehingga, musibah atau cobaan, jika terdapat nikmat balasan dari Allah masih tercakup dalam kebaikan (al-shalah) menurut mereka.

Kesimpulannya, kebaikan (al-shalah) menurut Muktazilah tidak hanya sebatas yang nampak di hadapan mata. Sehingga, cobaan atau musibah yang terjadi, ketika terdapat suatu balasan dari Allah taala maka tergolong sebagai perkara yang baik (al-shalah wa al-aslah). Oleh karena itu, argumen Asy’arian dianggap kurang tepat dalam membantah kaum Muktazilah dalam memahami konsep (al-shalah wa aslah).

Sebagai penutup, penulis hanya memaparkan secara singkat apa yang didapatkan dari kajian kitab al-Kharidah al-Bahiah Bersama Syekh Husam Ramadhan. Sedangkan, secara detailnya mungkin akan dipaparkan di lain waktu.

Sekian, Wallahu A’lam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top