Nur Ahmad
Penulis Kolom

Alumus Master’s Vrije Universiteit Amsterdam dan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo, Semarang.

Syarah al-Hikam Kiai Sholeh Darat Dicetak hingga Mesir

Ini adalah gambar sampul kitab Syarah al-Hikam oleh Kiai Sholeh Darat Semarang (w. 1903). Saya mendapatkan gambar ini dari tulisan Nico Kaptein, profesor di bidang kajian Islam di Asia Tenggara (http://bit.ly/nicokaptein).

Saat berkunjung ke Kairo pada Maret 2018, Nico membeli dari toko buku lokal sekira 25 kitab-kitab berbahasa Nusantara. Sebagian besar buku itu dalam bahasa Melayu. Dan sedikit dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa.

Salah satu kitab yang mengejutkannya, begitu pula saya, adalah kitab Syarah al-Hikam dari Kiai Sholeh Darat. Ternyata, kitab Syarah al-Hikam yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara Pegon ini dicetak di percetakan Mustafa al-Babi al-Halabi di Kairo.

Pertanyaan yang perlu adalah apa kepentingan penerbit ini mencetak sebuah karya yang ditulis dalam bahasa yang asing bagi masyarakat Mesir?

Kitab ini, sebagaimana dari judulnya, adalah penjelasan dari kitab al-Hikam. Sebuah karya dari seorang sufi abad ke-13 dari Mesir, Ibnu Athaillah as-Sakandari.

Pada tulisan sebelumnya, saya telah menguraikan bagaimana cara Kiai Sholeh menuliskan syarah ini. Beliau menyusun narasi kisah utuh yang menghubungkan dari satu bait ke bait lain hingga mencapai 134 bait, separuh dari 264 bait al-Hikam. Dalam tulisan yang sama, saya juga menyebutkan di mana saja kitab Syarah al-Hikam Kiai Sholeh ini dicetak (silahkan baca di http://bit.ly/al-hikam).

Baca juga:  Rami Malek, Mesir, dan Umm Kultsum

Informasi penting yang dapat kita ambil dari gambar di atas adalah mengenai sejarah percetakan kitab ini. Para peneliti sebelumnya tidak menyebutkan bahwa ia pernah dicetak di Kairo. Dalam disertasinya, Saiful Umam hanya menyebutkan Singapura dan Bombay secara berturutan menjadi tempat percetakan kitab ini. Abu Malikus Salih Dzahir dan Ichwan dalam biografi Kiai Sholeh yang terbit dalam rangka peringatan haul ke-112 Kiai Sholeh menyebutkan fakta yang lain. Mereka menyebutkan bahwa kitab Syarah al-Hikam yang ada di perpustakaan Mustafa al-Babi al-Halabi adalah cetakan dari percetakan di Singapura. Tanpa menyebutkan bahwa ternyata penerbit Mustafa al-Babi al-Halabi juga menerbitkan ulang kitab Syarah al-Hikam ini.

Jadi, dari informasi valid yang saya dapatkan, kita bisa merunut sejarah percetakan kitab Syarah al-Hikam sebagai berikut. Pada Februari 1874 kitab ini pertama kali dicetak oleh percetakan Haji Muhammad Siraj Singapura. Dari percetakan yang sama, kitab ini mengalami cetak ulang pada 23 Januari 1894.

Kemudian, pada 1906 kitab ini kembali dicetak. Namun kali ini oleh percetakan Karimi, Bombay. Memang cukup banyak karya Kiai Sholeh Darat yang dicetak di Bombay. Bila di Singapura, kita melihat koneksi jaringan Jawa yang sangat kuat, maka di Bombay kita tidak punya informasi. Kita juga tidak tahu nasib kitab tersebut setelah dicetak di Bombay, kecuali bahwa ia dicetak oleh Penerbit Toha Putra (entah sejak kapan) hingga hari ini.

Baca juga:  Al-Ghazali Menjawab Pertanyaan Seputar Ketuhanan: Benteng Akidah Orang Awam

Informasi dari Nico Kaptein melengkapi puzzle yang kosong ini. Dari gambar sampul kitab kita dapat informasi penting.

Pertama, percetakan di Kairo dilakukan jauh setelah kitab ini dicetak di Bombay. Pada gambar sampul kita membaca kolofon “Rabiuts Tsani 1347 H”. Bila dikonversi ke dalam tahun masehi, maka kita akan mendapati “September 1928”. Ini artinya sekitar dua puluh tahun setelah dicetak di Bombay, percetakan Kairo mengambil inisiatif untuk mencetak ulang kitab tersebut.

Kedua, percetakan Mustafa al-Babi al-Halabi mendapatkan izin mencetak dari dua ulama nusantara. Yaitu dari Haji Abdul Lathif Sayangan dan Syaikh Muhammad bin Salim Qozan (Kojan?) dari Cirebon. Asal daerah dari nama terakhir cukup penting karena Abdullah Salim menemukan bahwa kitab Kiai Sholeh yang lain, yaitu Majmuatusy Syariah, dicetak di penerbit Mishriyah Cirebon.

Kenyataan ini juga bisa berbicara penting tentang hubungan intelektual Mesir dan Nusantara. Bila prediksi Nico benar bahwa jumlah diaspora muslim Nusantara di Mesir pada 1920-an hanyalah sekitar 200 orang, maka kita dapat bertanya. Apakah pentingnya mencetak kitab dalam bahasa Jawa untuk pembaca yang kurang dari 200 orang?

Izin dari Syaikh Muhammad bin Salim Cirebon memberikan kita prediksi tentang kemungkinan lain. Kitab Syarah al-Hikam ini hanya nunut dicetak di Kairo. Tujuan utama setelah dicetak adalah diedarkan di Nusantara. Melalui anak cabang toko al-Misriyah. Namun seiring dengan perkembangan waktu, toko ini berubah menjadi percetakan atas kitab-kitab Kiai Sholeh.

Baca juga:  “Nabi Muhammad Bercukur”: Sebuah Tembang Kerinduan dari Nusantara

Kemungkinan kedua, adalah bahwa prediksi Nico Kaptein keliru. Ada cukup banyak komunitas Nusantara di Mesir ketika itu. Sehingga, percetakan Mustafa al-Babi al-Halabi melihat kemungkinan keuntungan dari mencetak karya Kiai Sholeh Darat.

Betapa pun, kenyataan ini menunjukkan satu hal yang pasti. Jaringan intelektual antara Mesir-Nusantara telah terbentuk di masa lalu. Yang kita perlukan adalah penelitian yang mendalam akan pola jejaring itu, siapa aktor-aktor yang berperan di dalamnya, dan apa dampak yang muncul dari jejaring itu, yang nampaknya mencakup namun tidak terbatas pada keberagamaan, perdagangan, dan politik.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top