Pernahkah kita berpikir bahwa buku-buku yang saat ini kita baca adalah sumbangsih dari tradisi tulis menulis pada zaman kuno?
Sebelum kita mengenal menulis dengan mesin ketik, mesin cetak, sampai kepada laptop yang dengan mudah mengetik untuk merangkai ilmu pengetahuan, para penulis pada zaman kuno menulis ilmu pengetahuan dengan menggunakan tinta yang berada di alam sekitar, seperti di Mesir pada masa itu mereka menggunakan tinta yang terbuat dari campuran karbon hitam (dari jelaga) dan bahan-bahan yang menempel seperti getah atau air, bahkan mereka juga menggunakan tinta merah yang terbuat dari oker merah dan untuk dituliskan ke dalam sejenis kertas yang dibuat dari batang tanaman papirus.
Batang papirus dipotong tipis, direndam, dan kemudian ditekan menjadi lembaran, bahkan ada juga yang menuliskan ke batu, maupun kulit binatang buruan. Dan tulisan itu sempurna dengan menunggu waktu yang sangat lama, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Namun era sekarang betapa mudahnya, hanya mengetik aksara latin di atas tools keyboard, lalu dicetak menggunakan printer dalam waktu sehari tulisan pun sempurna.
Kemudian, satu karya penulis dapat digandakan melalui proses menyalin naskah oleh beberapa orang. Karya tersebut juga dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain agar bisa dipahami oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Tradisi menyalin naskah ini berlangsung sepanjang waktu, tergantung pada pentingnya karya tersebut bagi manusia.
Karena adanya tradisi menyalin, kita masih bisa menikmati pengetahuan hingga abad ke-21. Naskah asli atau manuskrip kuno masih dapat ditemukan di tempat-tempat penyimpanan, pusat kebudayaan daerah, dan perpustakaan. Beberapa masyarakat yang peduli dengan budaya juga masih menyimpan manuskrip, sering kali dibalut dengan kain dan diwariskan turun-temurun ke pejabat setempat atau keluarga, karena manuskrip dianggap sebagai pusaka berharga.
Filologi
Setiap melakukan proses pembacaan naskah kuno harus diserahkan kepada orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Naskah kuno yang sudah tua tidak begitu saja mudah dibaca, karena fisiknya yang sudah mulai rapuh bahkan bahasa yang digunakan terkadang berbeda dengan bahasa era zaman kita saat ini. Maka para ahli pernaskahan menciptakan sebuah teori yang disebut dengan Filologi, sebagai jembetan untuk memahami manuskrip-manuskrip kuno tersebut. Kalau kata Prof Oman Filolog itu adalah soal membaca naskah; tugasnya sebagai jembatan untuk pembaca masa kini.
Namun sayang, hingga saat ini masih segelintir orang yang berminat menjadi seorang filolog. Padahal, dari sana kita dapat melihat rekam jejak sejarah dan karakteristik budaya yang terkadang masih relevan dengan masa kini.
Pada hari libur, saya biasanya jalan-jalan untuk mengisi waktu agar tidak bosan di rumah. Namun, kali ini saya pergi ke Perpustakaan Nasional untuk menuntaskan rasa penasaran saya tentang manuskrip yang tersimpan di sana. Sesampainya di perpustakaan, saya langsung bertanya kepada penjaga mengenai ruangan manuskrip. Penjaga yang ramah itu mengarahkan saya ke lantai 9.
Tanpa berpikir panjang, saya menuju resepsionis di lantai 9 untuk meminta katalog manuskrip. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah “Khutbah Israk dan Mikraj Nabi Muhammad s.a.w” karya Haji Imam Abdussalam dari Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Pulau Punjung, ditulis pada abad ke-20. Naskah tersebut berisi cerita-cerita perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad dan beberapa hikayat Islam. Tanpa banyak bicara, saya memotret manuskrip tua itu dengan ponsel agar bisa saya baca nanti di rumah.
Sebab-sebab Isra’ Mi’rajnya Nabi Muhammad
Menurut petuah-petuah ulama, sebab isr’a mi’rajnya nabi adalah dikarenakan beberapa perkara:
- Karena permintaan langit
- Karena permintaan raja-raja malaikat
- Tuhan hendak memperlihatkan kepada nabi ayat-ayat kebesaran dan kekuasaannya
Kenapa langit meminta supaya nabi muhammad diis’ramirajkan, agar langit bisa merasakan kemuliaan Nabi, bisa bersentuhan langsung dengan makhluk yang paling dikasihi oleh Tuhan itu.
Dalam cerita Naskah tersebut : “pada masa dahulu kala, bermegah-megahanlah langit dengan bumi. Langit mengejek bumi : “Hai bumi, Aku lebih mulia daripada kamu karena ditubuhku ada bulan, matahari, bintang-bintang yang banyak”. Lalu bumi menjawab ejekan tersebut: “bumi akulah yang lebih mulia daripada kamu, karena di dalam diriku ada kayu, bukit, dan laut”.
Kemudian didebat lagi oleh langit; “padaku ada malaikat dan baitul makmur tempat ziarah oleh sekalian malaikat”. Bumi tidak mau kalah, dan menjawab; “Padaku ada Makkah baitullah tempat ziarah jutaan kaum muslimin setiap tahun. Lagi-lagi langit mendebat; “Padaku ada Syurga, Neraka, ‘Arasy, Kursi, Qalam, dan Lauhul-Mahfuz.
Perdebatan itu makin sengit, bumipun tidak mau kalah sehingga dia menjawab; “Padaku ada pemimpin alam, kekasihnya Allah Tuhan sekalian alam, dan semulia-mulia makhluk, di atasku diberlakukan syari’at. Kemudian mendengar jawaban terakhir dari langit. Bumi pun merasa tidak bisa menjawab lagi, dia merasa lemah dan merasa kalah tidak bisa menjawab lagi. Karena dengan adanya Nabi Muhammad Saw di bumi menjadi pemimpin sekalian alam, sekaligus satu-satunya kekasih Allah yang paling terkasih.
Pada masa itu, bumi lebih mulia daripada langit, kemudian langit berkeinginan bisa jadi mulia juga seperti bumi dikarenakan nabi, maka langitpun meminta kepada Allah agar suatu kelak Nabi Muhammad dinaikkan ke langit, dan permintaan itupun dikabulkan oleh Tuhan, itulah salah satu alasan kenapa Nabi Muhammad dimi’rajkan ke langit.”
Sebab-sebab Raja-raja Malaikat Meminta Naik ke Langit
Menurut pada petuah-petuah ulama. Pada masa dahulu, raja-raja malaikat mengaji pada suatu tempat yang bernama raf-raf di langit yang ketujuh, raja-raja malaikat itu yaitu malaikat jibril, mikail, israfil, ‘izrail, yang dikaji oleh raja-raja malaikat itu adalah empat puluh masalah. Empat masalah lagi, tidak seorangpun dari mereka yang bisa memahami pengertiannya. Menurut ulama-ulama telah lama masa malaikat-malaikat yang empat itu mencari-cari pengertian untuk memahami empat masalah tersebut, namun mereka tak kunjung bisa memahaminya. Masalah yang empat itu adalah ; Apakah ma’na munjiah, darajah, kinarah, dan muhlikah.
Kemudian bermohonlah raja-raja malaikat kepada Allah Swt “Ya Tuhan kami, engkau telah mengetahui bahwa kami telah lama masa mengaji dan mempelajari berbagai masalah, namun yang empat masalah itu tidak bisa kami ketahui dan pahami. Lalu Allah berfirman: “Hai malaikat-malaikat, aku akan lahirkan hambaku, kekasihku, yaitu nabi muhammad akhir zaman, dialah yang sanggup memberi pemahaman dan pengertian atas masalah yang empa tersebut”.
Kemudian malaikat-malaikat menjawab dan bermohon kepada Tuhan; “ Ya Tuhan kami, apabila nantinya Nabi dilahirkan ke bumi, supaya dipanggil juga ke langit ini semoga beliau dapat mengajarkan masalah yang empat ini”. Inilah salah satu sebab isra’mirajnya Nabi Muhammad Saw ke langit.
Kemudian yang terakhir sebab diisra’mirajkannya nabi adalah firman Allah Swt dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya berkata Allah Swt : “Maha suci Allah yang memperjalankan hambanya (Muhammad) pada malam hari dari masjidil haram makkah kepada masjid al-aqsha di baitulmaqdis palestina yang memberi berkah kami pada sekitanya, karena kami hendak memperlihatkan kepadanya akan tanda-tanda kebesaran kami, sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar lagi melihat”
Hikayat Ulama Bisa Bahasa Binatang
Dalam manuskrip tersebut ada sebuah hikayat tentang seorang ulama atau aulia Allah yang memiliki kelebihan dalam memahami bahasa hewan. Diceritakan pada masa dahulu di suatu negeri ada seorang Aulia Allah yang mengajarkan agama Islam. Aulia itu mengetahui bahasa binatang dan bahasa burung dengan pertunjuk Allah swt.
Pada suatu hari bertanya muridnya ya Tuan Guru saya mempunyai seekor kucing jantan yang besar. Dia mengeong-ngeong menurut sangka saya dia ingin makan, maka saya berikan makanan, lalu dia makan dengan lahap. Tetapi dia masih tetap mengeong, menurut guru dia maunya apa jika dibahasakan ke bahasa kita?
Kemudian gurunya menjawab: coba kamu bawa kepadaku kucing itu, supaya saya mendengarnya. Lalu sang murid pun membawa kucing tersebut ke hadapan gurunya, dan deperdengarkan kucing itu mengeong. Ketika sang guru mendengarnya, maka gurupun langsung paham apa maunya kucing itu,dan mengatakan kepada muridnya; hai muridku, kucing ini sebenarnya bertasbih kepada Allah Swt.
Kalau dibahaskan kepada bahasa kita, dia mengucapkan ya allah ya Tuhanku aku sangat beruntung kami golongan kucing diciptakan sebagai kucing yang lebih baik daripada anjing. Setelah sekian lama dari kejadian itu, bertanya lagi muridnya tadi kepada gurunya. Ya guruku, pada suatu malam saya mendengar gonggongan anjing pada larut tengah malam. Apakah makna gonggongan itu jika dibahasakan kepada bahasa kita? Maka menjawab sang guru, tunjukkan kepadaku dimana anjing itu menggong-gong, semoga saya bisa memahaminya.
Kemudian, pada tengah malam sang muridpun membawa gurunya ke suatu tempat dimana anjing itu berada, lalu kedengaranlah anjing itu mengeluarkan bunyi gong-gongannya dan sang guru mendengar dengan seksama.
Setelah mendengarkan, Guru pun mengatakan kepada muridnya tentang maksud dari gong-gongan anjing tersebut; hai muridku anjing itu ternyata memuji Tuhan, katanya jika dibahsakan kepada bahasa kita ‘Ya tuhan, beruntunglah kami golongan anjing diciptakan sebagai anjing daripada babi, karena jika kami diciptakan sebagai babi betapa malangnya hidup kami’.
Menurut keterangan ini, anjing lebih baik daripada babi. Maka muridnya langsung paham tentang itu. Setelah sekian lama dari kejadian ini, muridnya bertemu dengan babi yang selalu mengeluarkan bunyi ‘bab baab’’ di suatu rimba. Kemudian sang murid mendatangi gurunya lagi untuk menanyakan makna dari suara babi tersebut.
Murid bertanya; hai guruku bahwasanya kemarin saya bertemu dengan seekor babi di rimba, babi itu selalu membrangam-brangam dengan mengeluarkan bunyi, jika dibahasakan kepada bahasa kita apakah maksudnya itu? Jawab guru; tentu bawa lagi saya kesana supaya saya dengar terlebih dahulu, semoga saya bisa memahaminya.
Kemudian seperti biasa muridpun membawa gurunya ke tempat babi tersebut, sesampainya di sana kebetulan di waktu itu masih ada rombongan babi di rimba itu yang salalu mengeluarkan bunyi-bunyian, lalu guru mendengarnya, dan seketika langsung paham maksudnya. Dia mengatakan makna bunyi babi itu kepada muridnya: hai muridku ternyata babi ini memuji tuhan, ya Allah ya tuhan kami beruntunglah kami para golongan babi engkau jadikan kami sebagai babi daripada manusia-manusia yang tidak mau sembahyang yaitu manusia yang tidak sembahyang dan tidak mau puasa ramadhan, tidak mau mengeluarkan zakat hartanya, tidak mau pergi haji ke makkah. Lalu muridpun takjub mendengar itu, sehingga dengan spontan sang murid bertasbih ‘subahanallah walhamdulillah walahaula wala quwwata illa billah’.
Menurut hikayat ini, betapa hina dan rendahnya manusia yang tidak patuh mengikuti perintah Allah swt dan Rasulnya yaitu melaksanakan rukun-rukun Agama Islam. Artinya jika manusia meninggalkan perintah-Nya dan mengerjakan larangan-Nya, maka jadilah manusia itu lebih hina daripada bintang, yaitu anjing dan babi. Maka dari itu, mari kita meminta karunia Allah agar dijadikan sebagai manusia yang beriman, taat,rajin beribadah, dan patuh akan perintah Allah dengan mengerjakan segala yang diwajibkan kepada hambanya. Aaamin-aamin.
Tertulis paling bawah naskah, ternyata hikayat ini terjadi pada masa Nabi Isa AS.
Itulah isi daripada naskah yang sudah dibaca dan dipahami, ilmu pengetahuan islam yang sudah ada pada zaman dahulu masih bisa kita ambil untuk dijadikan sebagai ibrah atau pelajaran bagi umat islam. Dan ilmu pengetahuan akan terus bertahan jika naskah-naskah dirawat dengan selayaknya, sehingga memberikan ilmu pengetahuan yang lebih luas, bisa membaca histori, budaya, dan kekayaan intelektual pada zaman dulu.