Sedang Membaca
Inilah Manuskrip tentang Penyembuhan Wabah 
Agus Iswanto
Penulis Kolom

Lulusan Filologi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekarang peneliti di Balai Litbang Agama Semarang

Inilah Manuskrip tentang Penyembuhan Wabah 

Teks Awal Manuskrip

Beberapa manuskrip karya ulama tentang wabah sudah dibahas oleh filolog dan beberapa penulis. Filolog Oman Fathurahman misalnya, pernah menyebutkan sejumlah manuskrip tentang wabah yang pernah terjadi di dunia disertai pencegahan dan penyembuhannya. Manuskrip-manuskrip tersebut berjudul “Badzl al-Ma’un fi Fadhl al-Tha’un” karya Ibn Hajar al-‘Asqalani (1372-1449), “Daf’ al-Niqmah fi Salah ‘ala al-nabi al-rahmah” dan “Jiwar al-Khiyar fi Dar al-Qarar” karya Abi Hajalah (w. 1349).

Manuskrip-manuskrip tersebut juga sudah pernah disinggung sebelumnya oleh Michael W. Dols dalam bukunya yang berjudul The Black Death in the Middle East (1977). Selain tiga manuskrip di atas, Dols sesungguhnya juga menyebutkan beberapa manuskrip lain yang berbicara tentang wabah. Manuskrip-manuskrip tersebut setidaknya tersimpan di tiga tempat, yakni Perpustakaan Escorial di Spanyol, Dar al-Kutub di Mesir, dan Staatsbibliothek di Berlin, Jerman. 

Selain manuskrip-manuskrip tersebut, ada manuskrip lain yang juga berbicara tentang wabah, khususnya tentang penyembuhan wabah yang belum banyak dikemukakan oleh para penulis tentang Islam dan persoalan wabah. Manuskrip tersebut berjudul Risalat al-Sifa fi Dawa al-Waba karya Ahmad bin Mustafa Taskopruzada (w. 1560). 

Halaman Awal Naskah
Halaman awal naskah Risalat al-Sifa fi Dawa al-Waba karya Ahmad bin Mustafa Taskopruzada (w. 1560).

Kemungkinan Taskopruzada adalah seorang Turki. Karyanya  yang lain dengan judul Al-Saqa’iq al-Nu’maniyah tersimpan di Perpustakaan Sulaymanie Turki. Karya ini disinggung oleh Miri Shefer-Mossenshon dalam bukunya yang berjudul Ottoman Medicine: Healing and Medical Institutions (1500-1700).” 

Baca juga:  Humor Pesantren: Buku "Ulama Bercanda" Mengajak Kita Berkelana

Al-Saqa’iq al-Nu’maniyah merupakan semacam ensiklopedi tentang para cendikiawan, dokter, dan para tokoh sufi Turki (Ottoman/Usmaniyah) sejak masa Sultan ‘Usman (1299-1326) hingga Sultan Sulaiman I (1520-1540). Jika melihat tahun wafatnya, maka dimungkinkan dia mengalami juga masa Sultan Sulaiman I yang banyak disebut sebagai masa kejayaan Turki Usmani.

Risalah Penyembuhan Wabah

Manuskrip Risalat al-Sifa fi Dawa al-Waba tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, dengan kode Or. 844. Pembaca bisa mengaksesnya melalui koleksi digital yang disediakan oleh perpustakaan tersebut. Ditulis dalam bahasa dan aksara Arab dengan jenis khat Farisi. Sayangnya katalog manuskrip digital ini tidak menyebutkan keterangan rinci tentang fisik manuskrip, seperti tentang sampul, jilidan, dan kertas.  

Bagian awal manuskrip terdapat catatan historis tentang beberapa wabah yang pernah terjadi dan dialami oleh umat Islam dan dunia. Disebutkan bahwa pernah terjadi, dan itu belum pernah terjadi sebelumnya, sebanyak 4000 anak meninggal di Mosul karena wabah, dan pada tahun 749 H/1348-49 M wabah memasuki tempat yang sangat dimuliakan, yakni Mekah.

Wabah juga menyerang binatang. Wabah juga terjadi pada tahun 833 H di Mesir yang juga besar setelah wabah yang terjadi tahun 749 H. Manuskrip ini juga mengutip perkataan Abi Hajalah, bahwa pernah di jazirah Arab, hampir setengah penduduk mati karena wabah, bahkan di Mesir pernah setiap hari korban mencapai 2000 jiwa. 

Baca juga:  Gus Dur dan Buku NU Menyongsong Tahun 2000

Bagusnya manuskrip ini juga mencantumkan semacam daftar isi di bagian awal halaman. Pembahasan dibagi dalam beberapa bagian, yakni mukadimah yang terdiri dari beberapa pembahasan dan catatan. Begitu juga pembahasan selanjutnya, terdiri dari beberapa pembahasan dan catatan.

Bagian mukadimah justru membahas soal tawakal, makna tawakal, posisi tawakal, dan masalah rezeki. Hal ini menunjukkan bahwa bagi seorang Muslim, dalam menghadapi penyakit atau wabah, masalah tawakal menjadi penting. Tentu dengan makna tawakal yang lebih dalam daripada sekadar pasrah. 

Tidak hanya berhenti pada tawakal, manuskrip ini juga membahas mengenai sebab-sebab adanya wabah, termasuk sebab-sebab wabah yang dikemukakan oleh para dokter atau ahli kesehatan, bahkan juga membahas soal fadilah-fadilah wabah. 

Penyembuhan dan Pencegahan Komprehensif

Salah satu bagian yang menarik adalah pandangan Taskopruzada tentang sebab-sebab wabah. Persoalan sebab-sebab wabah ini penting dicermati karena sebagai cara untuk menemukan obat untuk penyembuhan dan pencegahan wabah. Taskopruzada menyebut ada sebab-sebab yang sifatnya rohaniah, dan ada yang sifatnya jasmaniah. Berikut terjemahan bebas dari salah satu bagian dalam manuskrip tersebut: 

“Ketahuilah manusia bahwa perhatian terkait sebab-sebab wabah itu ada dua golongan: satu golongan yang meyakini sebab rohaniah dan meniadakan sebab jasmaniah, dan satu golongan sebaliknya, meyakini sebab jasmaniah, serta meniadakan sebab rohaniah. Kedua golongan ini tertimpa kemalangan…sebaiknya berhenti untuk menafikan salah satunya. Sesungguhnya sebab itu terkumpul dalam kedua masalah sebab yang telah disebutkan, karena hal itu adalah sesuatu yang lazim.”

Baca juga:  Ragam Shalawat Nabi Penolak Wabah Virus/Penyakit

Kutipan di atas menunjukkan pandangan Taskopruzada tentang sebab-sebab wabah. Dia mengajukan bahwa sebaiknya sebab yang bersifat rohaniah, seperti dosa dan zina, dan sebab yang bersifat jasmaniah seperti polusi udara, harus dilihat saling melengkapi, tidak boleh saling menafikan. Kesadaran akan sebab-sebab itu akan menghantarkan pada bagaimana cara penyembuhan, yang juga didukung dengan “obat” yang bersifat rohaniah, dan jasmaniah.

Obat yang bersifat rohaniah misalnya dengan meningkatkan takwa dan tawakal, taubat, berdoa, dan bersedekah, sementara obat yang bersifat jasmaniah adalah yang sesuai dengan saran-saran para ahli kesehatan dan dokter. Sehingga penyembuhan dan pencegahan bisa dilakukan secara komprehensif. 

Manuskrip ini mencerminkan bagaimana kaum Muslim memandang wabah dan penyakit. Keduanya selalu memiliki dua dimensi, dimensi “Ketuhanan” dan dimensi “Alam.” Menafikan salah satunya justru akan menjatuhkan manusia pada wabah lanjutan, begitu menurut Taskopruzada. (SI)               

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top